Insights
Masa depan hijau: Membuka potensi energi terbarukan Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah batu bara. “Emas hitam”, adalah komoditas yang selama ini digunakan sebagai pembangkit energi utama Indonesia. Di sisi lain, kekayaan ini membuat peralihan ke energi terbarukan lebih sulit daripada negara-negara yang tidak memiliki sumber daya tersebut. Namun, dunia telah bergerak menuju masa depan hijau, dan kini saatnya membuka potensi energi terbarukan Indonesia.
Perubahan iklim turut memicu kondisi cuaca yang tak menentu dan ekstrem, sehingga para pemimpin global meningkatkan fokus pada upaya pengurangan emisi. Begitu pun dengan para pemimpin Indonesia yang tengah mendorong bauran energi terbarukan yang lebih besar dari total energi nasional. Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai 23% energi terbarukan dari total bauran pada tahun 2025, lebih dari dua kali lipat dari tingkat bauran energi terbarukan saat ini di 10%, dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.
Dalam mencapai target ini, kami percaya, sumber daya Indonesia yang berlimpah akan membedakan kita dari negara-negara industri lainnya dalam transisi energi. Indonesia memiliki cadangan panas bumi (geothermal) dan nikel terbesar di dunia, tenaga air yang signifikan, dan lahan untuk pembangkit tenaga surya. Membuka potensi energi terbarukan Indonesia akan mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.
Jenis-jenis energi terbarukan di Indonesia
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, antara lain sebagai berikut:
1. Panas bumi
Indonesia dikelilingi oleh Cincin Api dan memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia sebesar 23,7 gigawatt (GW). Pemerintah menargetkan untuk mencapai kapasitas tenaga panas bumi sebesar 7,24 gigawatt (GW) pada tahun 2025.
2. Tenaga air
Tenaga air adalah kontributor paling signifikan untuk produksi energi terbarukan di Indonesia saat ini, menyumbang lebih dari 50% pembangkit energi terbarukan negara. Lebih dari 800 sungai di Indonesia berpotensi menghasilkan energi tenaga air, dengan perkiraan kapasitas 75 GW.
Dua jenis pembangkit listrik tenaga air yang dapat dibangun di Indonesia adalah pembangkit skala besar yang menghasilkan listrik lebih dari 10 MegaWatt (MW) dan pembangkit skala kecil yang memanfaatkan sungai berukuran sedang. Pembangkit listrik tenaga air skala kecil dan mikro dapat menjadi salah satu area bagi startup yang ingin memperluas penggunaan tenaga air, mengingat distribusi listrik Indonesia yang tersebar di pulau-pulau dan pelestarian keanekaragaman hayati laut.
3. Tenaga surya
Terletak di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi matahari tertinggi dari semua sumber terbarukan, dengan potensi pembangkitan rata-rata 4,8-5,1 kWh/m2/hari, atau 112.000 GWp/hari. Energi matahari saat ini merupakan pilihan dengan biaya terendah dan paling fleksibel di Indonesia. Saat ini, tenaga surya sejauh ini memiliki biaya terendah dan fleksibilitas tertinggi dalam hal penyiapan.
East Ventures telah berinvestasi di Xurya, sebuah startup yang menyediakan cara yang unik bagi perusahaan untuk beralih ke energi surya tanpa beban investasi awal. Xurya berkembang pesat dengan lebih dari 60 pembangkit listrik tenaga surya atap yang beroperasi dan 38 tambahan yang sedang dibangun di berbagai industri. Dengan rencana saat ini untuk mendorong energi panel surya hingga 6,6 GWh pada tahun 2030, ada potensi pasar yang sangat besar untuk ditangkap oleh Xurya. Karena kami yakin Xurya dapat memberikan solusi bagi mereka yang ingin beralih ke energi terbarukan tetapi terkendala biaya.
4. Biomassa
Indonesia memiliki sumber daya hutan yang melimpah, sehingga sangat cocok untuk pasokan dan produksi energi biomassa. Dengan industri kehutanan yang besar, Indonesia adalah salah satu pengekspor produk kayu terbesar di dunia, dan produsen utama minyak sawit dan pengekspor cangkang inti sawit untuk penggunaan bahan baku biomassa. Hingga 2019, negara ini memiliki 1.890 MW pembangkit listrik biomassa yang terpasang, dengan perkiraan potensi sebesar 32 GW. Indonesia dapat meningkatkan penggunaan energi terbarukan dengan lebih mengembangkan sektor biomassanya.
5. Angin
Indonesia memiliki potensi energi angin karena angin kencang di beberapa daerah sepanjang tahun. Pembangunan saat ini masih dalam tahap awal, dengan kemungkinan teknis sebesar 60,6 GW namun baru termanfaatkan sebesar 0,15 GW pada tahun 2020. Nusa Tenggara Timur memiliki potensi tertinggi sebesar 10,18 GW, diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Barat. Meskipun ada tantangan, minat terhadap pengembangan energi angin semakin meningkat, dengan pemerintah memberikan kebijakan dan insentif untuk mendukung pertumbuhan.
Hambatan di depan
Pengembangan energi terbarukan saat ini tertahan oleh modal, kebijakan, dan infrastruktur. Teknologinya ada, tetapi mengembangkan infrastruktur baru untuk pembangkit energi terbarukan seringkali membutuhkan investasi awal yang signifikan.
Terkait dengan kebijakan, kami menunggu peraturan Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) dalam bentuk Undang-Undang yang akan datang, yang akan memberikan kepastian hukum, meningkatkan tata kelola, menciptakan lingkungan investasi yang kondusif, dan meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan untuk pengembangan industri dan ekonomi nasional.
Unsur-unsur utama RUU tersebut meliputi transisi energi dan peta jalan, sumber energi terbarukan, izin perizinan usaha, penelitian dan pengembangan, penetapan harga energi terbarukan, dukungan pemerintah, pendanaan untuk energi terbarukan, persyaratan lokalisasi, pembagian tanggung jawab, pengembangan dan pengawasan, serta keterlibatan masyarakat.
Selain kebijakan tersebut, infrastruktur transmisi listrik yang ada mungkin tidak sepenuhnya kompatibel dengan model pembangkit listrik tenaga surya dan angin terdesentralisasi karena dibangun untuk pembangkit listrik terpusat tradisional. Setelah infrastruktur yang tepat tersedia, pembangkit energi terbarukan seperti tenaga surya sangat cocok untuk daerah terpencil dan terpencil di Indonesia karena membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional yang minimal.
Oleh karena itu, keputusan investasi dan kebijakan yang tepat akan mendorong energi terbarukan sekaligus membuka peluang di berbagai sektor dan industri.
Peluang dalam elektrifikasi
Peluang besar bagi Indonesia untuk memposisikan diri dalam dorongan global menuju energi terbarukan dan transisi elektrifikasi adalah sumber daya nikelnya yang melimpah, yang mencapai 21 juta ton, merupakan terbesar di dunia. Nikel adalah komponen penting dalam pengembangan baterai kendaraan listrik dan dalam banyak penerapan panel surya, dan Indonesia telah memanfaatkan ini bersama dengan mineral “hijau” lainnya seperti tembaga dan bauksit untuk menarik investasi di bidang manufaktur.
Mengembangkan industri manufaktur baterai dalam negeri yang kuat juga dapat mendorong sektor-sektor yang berdekatan seperti industri otomotif dan mempercepat transisi ke elektrifikasi. Selain itu, Indonesia berpotensi menjadi pengekspor bersih energi terbarukan ke negara-negara seperti Singapura, di mana terdapat peningkatan permintaan impor energi terbarukan.
Peluang pada industri padat energi
Energi terbarukan juga akan mempengaruhi semua industri padat energi, khususnya manufaktur, otomotif, dan konstruksi. Tren dekarbonisasi membuka peluang bagi pasar energi yang diprivatisasi, dengan potensi munculnya model pembangkit listrik virtual (VPP).
Sektor industri seperti baja dan semen dapat beralih ke material konstruksi hijau dengan energi terbarukan. Mobil listrik juga dapat mencapai 70% pengurangan jejak karbon saat baterai diisi dengan listrik terbarukan, dibandingkan dengan pengurangan 10-20% untuk listrik yang dihasilkan batubara.
Ada kebutuhan yang belum dijelajahi dalam perangkat lunak terkait, seperti manajemen energi, perdagangan energi, dan manajemen aset. Sektor keuangan juga akan mendapat manfaat jika pembuat kebijakan menciptakan lingkungan yang layak dan stabil untuk pembiayaan hijau berlangsung.
Peluang membuat energi terbarukan lebih dapat diandalkan
Indonesia terdiri dari banyak pulau dengan jaringan nasional yang sangat terfragmentasi dan infrastruktur off-grid. Hal ini menghadirkan peluang bagi startup untuk mengembangkan teknologi yang efisien untuk pembangkitan, penyimpanan, dan transmisi energi.
Pembangkitan, penyimpanan, dan transmisi adalah tiga komponen penting dari infrastruktur kelistrikan fungsional. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tenaga surya yang diterima Indonesia per meter persegi hampir dua kali lipat dari beberapa negara di Eropa. Kami melihat peluang pertumbuhan yang signifikan dalam tenaga surya karena ini merupakan pilihan yang paling hemat biaya dan fleksibel untuk pembangkit listrik.
Terkait dengan penyimpanan energi, kebutuhan untuk menemukan cara paling efisien untuk menyimpan energi terbarukan menjadi sangat besar. Teknologi transmisi juga penting dalam penerapan energi bersih. Sifat pembangkit tenaga surya dan angin terdesentralisasi, sehingga perusahaan startups dapat menawarkan solusi mereka untuk mengembangkan jaringan yang fleksibel dan efisien untuk mengurangi kehilangan daya dan memungkinkan model bisnis masa depan.
***
Oleh Zhengyi Zhu, Senior Investment Associate East Ventures & Allen Wijaya, Investment Associate East Ventures