Kompas Indonesia - Membaca Peluang Investasi untuk “Start Up” Berbasis AI di Indonesia
Insights

Membaca peluang investasi untuk startup berbasis AI di Indonesia

East Ventures
Share

Startup Al lokal di Asia Tenggara kian mencuri perhatian investor berkat solusi inovatif yang relevan secara budaya dan berdampak nyata di lapangan.

Di tengah menurunnya pendanaan untuk perusahaan startup di Indonesia, investasi bagi startup yang mengadopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) justru berpotensi tumbuh.

AI bukan lagi teknologi masa depan tetapi telah menjadi elemen penting dalam membentuk lanskap industri saat ini.

Di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara, startup berbasis Al tidak hanya berinovasi, tetapi juga menyelesaikan persoalan nyata yang selama ini sulit diatasi dengan cara konvensional.

Tak heran bila perusahaan startup berbasis AI ini makin dilirik oleh para investor dan perusahaan modal ventura salah satunya adalah East Ventures yang kian agresif menjadikan startup berbasis AI sebagai salah satu fokus utama investasi dalam beberapa tahun mendatang. 

Dalam white paper bertajuk AI-first: Decoding Southeast Asia trends, East Ventures memperkirakan bahwa satu dari empat bisnis di kawasan akan mulai menggunakan Generative AI (GenAI) tahun ini.

Pada 2027, angkanya diprediksi naik menjadi 50%. Bahkan, kontribusi AI terhadap PDB Indonesia ditaksir mencapai 10%–18% pada 2030. 

Namun adopsi AI, khususnya GenAI, bukan sekadar mengikuti tren. Teknologi ini harus dimanfaatkan secara maksimal dan efisien untuk mempercepat alur kerja, memangkas biaya, hingga mendorong skala opera-sional tanpa perlu infrastruktur berat.

Teknologi ini memberikan peluang bagi startup untuk melompat jauh, selama mereka mampu membumikan solusi dengan baik.

“Kami percaya startup AI memiliki potensi besar dalam menyelesaikan masalah nyata masyarakat. Dan kekuatan unik yang dimiliki startup Indonesia adalah mereka mampu meman-faatkan AI sebagai teknologi yang relevan secara lokal,” ujar Willson Cuaca, Co-Founder & Managing Partner East Ventures

Menurut Willson, East Ventures bersikap sector-agnostic (terbuka pada seluruh sektor), tetapi secara khusus memprioritaskan pendanaan untuk startup AI di sektor teknologi kesehatan (healthtech), teknologi iklim (climate tech), dan teknologi konsumen (consumer tech).

Startup berbasis AI termasuk tiga besar portofolio East Ventures yang mendapatkan pendanaan. Laporan Keberlanjutan terbaru perusahaan mencatat bahwa komposisi investasi terbesar, yakni 28%, diberikan untuk startup di sektor e-commerce. Kedua, startup di bidang AI, data, serta keamanan siber (15%).

Startup yang mampu mengadaptasi teknologi global ke konteks lokal dinilai memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. 

Aaron “Ronnie” Chatterji, Ph.D., Chief Economist OpenAI menegaskan bahwa peluang terbesar dalam pemanfaatan AI justru bukan pada teknologi dasarnya.

Meskipun perhatian sering tertuju pada OpenAI dan pengembang aplikasi model dasar, peluang paling signifikan justru ada dihilir (downstream), yaitu pada penggunaan. AI yang spesifik pada sektor tertentu seperti keuangan, kesehatan, pendidikan, energi, dan ritel.

“Solusi yang dipersonalisasi ini akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan banyak perusa-haan sukses di masa depan,” terang Ronnie. 

Salah satu contoh nyatanya adalah Nexmedis, startup healthcare yang telah mengubah sistem informasi rumah sakit dengan platform berbasis AI sehingga mampu memangkas pekerjaan administratif hingga 90%. 

Teknologi mereka mempercepat diagnosis dalam hitungan detik bahkan di daerah terpencil di lebih dari 80 kabupaten/kota di mana 85% diantaranya berada di wilayah terpencil.

Dengan sistem ini, dokter bisa lebih fokus pada pasien, bukan pada dokumen. Dalam konteks Indonesia, di mana distribusi tenaga medis belum merata, inovasi seperti ini menjadi krusial.

Al deteksi fraud

Geliat positif startup AI lokal – Bisnis Indonesia

 

Selain itu, East Ventures juga baru-baru ini memberikan pendanaan kepada Sxored, startup analisis kredit dengan solusi berbasis AI yang mampu mengekstrak, membaca, dan menganalisis dokumen kredit secara otomatis. 

Asisten AI Sxored menghasilkan ringkasan informasi peminjam dan mendukung penilaian agunan properti yang cepat, termasuk penilaian harga pasar dan pemetaan aset di sekitar-nya, dengan tetap memastikan penanganan data yang aman dan terenkripsi. 

Fitur-fitur ini secara signifikan mempercepat agunan pinjaman karena lebih seder-hana, meningkatkan akurasi dalam deteksi penipuan secara otomatis, dan meningkatkan efisiensi pengambilan keputus-an secara keseluruhan, sehingga menghasilkan pengurangan biaya, peningkatan akurasi, dan skalabilitas yang lebih besar. 

CEO Sxored, Cyrill James Hardie menyebut teknologi ini sebagai pengganti kerja manual dalam meninjau ribuan file, yang biasanya memakan waktu dan rawan kesalahan. 

“Dengan sistem kami, bank, fintech, bahkan VC dan auditor dapat melakukan underwriting lebih cepat, mendeteksi peni-puan dengan lebih akurat, dan melayani lebih banyak nasabah dengan risiko yang lebih rendah,” ujarnya. 

Pergeseran ke arah solusi AI lokal ini tidak terjadi begitu saja. Para investor mulai menyadari bahwa AI yang benar-benar efektif adalah AI yang kontekstual yang memahami bahasa, budaya, perilaku, dan kebiasaan pengguna lokal. 

Di sektor pendidikan, AI juga menunjukkan dampak nyata. Ruangguru, platform edtech asal Indonesia, menggabungkan alat belajar mandiri, pengajaran langsung, fitur berbasis AI, serta pusat pembelajaran hybrid di lebih dari 120 kota. 

Teknologi ini memungkinkan pembelajaran yang dipersonalisasi dan efisien, menjangkau lebih dari 45 juta pengguna di Asia Tenggara di mana 75% di antaranya berasal dari luar kota besar.

AI, dalam hal ini, bukan menggantikan guru, tapi memperluas jangkauan mereka ke wilayah yang sebelumnya tidak terlayani. 

Menurut Ronnie, AI generatif bisa menyediakan bimbingan belajar berbasis kebutuhan, konten adaptif, dan layanan yang disesuaikan dengan keragaman bahasa dan budaya Indonesia. 

Selain itu, ada pula GENEXYZ, startup yang mengembangkan virtual influencer berbasis metahuman Al. Bukan hanya sebagai wajah digital, influencer ini mampu menyampaikan pesan merek secara personal dengan bahasa dan budaya yang sesuai dengan audiens lokal. 

Platform GENEXYZ memungkinkan brand memanfaatkan teknologi meta-human untuk membangun interaksi konsisten dan scalable, serta menjangkau pasar Asia Tenggara melalui pendekatan imersif yang berbasis budaya lokal.

“Pendekatan ini memberikan skala dan konsistensi yang belum pemah ada dalam pema-saran digital tradisional. Semua karakter virtual influencer kami kembangkan secara in-house, dengan teknologi dan talenta terbaik,” kata Belinda Luis, Co-Founder & CEO GENEXYZ.

Model adaptasi ini juga terlihat di bythen, startup yang memungkinkan pengguna menciptakan karakter digital kembaran mereka menggunakan teknologi AI. 

Pengguna bisa membuat konten kreatif, melakukan livestream, bahkan menciptakan brand personal secara digital. Solusi ini relevan di era creator economy, di mana batas antara dunia nyata dan virtual semakin kabur.

Kondisi Indonesia

Tercatat, investasi untuk startup AI secara global meningkat. Pada 2024, bidang itu meraup lebih dari US$100 miliar atau sekitar Rp 1.600 triliun.

Namun, investasi di kawasan Asia Tenggara masih rendah dibandingkan skala global. Tahun lalu, investasi untuk usaha rintisan AI di kawasan itu sekitar hanya mencakup US$1.108 juta atau Rp 17,7 triliun.

Jumlah itu sedikit menurun dibandingkan pendanaan pada 2023. ”Tapi, kami yakin, investasi di (startup) AI ini akan tumbuh lebih besar lagi. Dari sisi East Ventures, kami melihat banyaknya mitra dan portofolio kami yang mengimplementasikan AI.”

Meskipun pendanaan untuk startup AI di Asia Tenggara menurun, laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index 2025 mencatat, investasi serupa di Indonesia justru meningkat. Hingga 2024, total investasi startup AI di Indonesia mencapai US$542,9 juta (Rp 8,6 triliun) atau tumbuh 141,5% selama periode 2020-2024.

Melisa Irene, Partner East Ventures, pun optimistis pendanaan untuk startup AI akan terus meningkat. Sebab, AI membuat proses kerja lebih efisien dan cepat. ”Misalnya, kalau dulu ada tools (perangkat) yang dibuat dalam dua-tiga bulan. Dengan AI, setengah hari kelar,” ungkapnya.

Founder startup pun bisa banyak bereksperimen melalui AI. Di sisi lainnya, dengan penduduk sekitar 280 juta jiwa, Indonesia termasuk negara dengan penetrasi internet tinggi, yakni sekitar 80%. Data itu, menurutnya, jadi potensi tumbuhnya startup AI.


Artikel ini merupakan rangkuman dari dua artikel. Artikel asli dapat dibaca di Koran Bisnis Indonesia edisi Sabtu, 2 Agustus 2025, dan Kompas Indonesia, 10 Agustus 2025.

Unduh white paper AI-first: Decoding Southeast Asia trends di sini.

Artikel terbaru