William Sjaichudin (Co-Founder and CEO of Aria)
East Ventures

Share

3 November, 2022

EV-DCI

Menggunakan drone, ARIA ingin mengubah ‘wajah lama’ industri pertanian

Peningkatan infrastruktur dan pendidikan digital sangat penting untuk mengoptimalkan digitalisasi di Indonesia, menurut survei EV-DCI 2022

Terlahir dari keluarga dengan latar belakang bisnis mesin pertanian, William Sjaichudin telah lama mengenal petani dan dinamika pertanian Indonesia sejak kecil.

Setelah lulus dari Purdue University sebagai pemain golf profesional, William kembali ke Indonesia untuk membantu bisnis keluarga. Ia menemukan bahwa industri pertanian Indonesia belum tertransformasi oleh kemajuan teknologi seperti industri lainnya. Hal-hal yang dilihatnya sebagai anak kecil, mengunjungi petani dan perkebunan dengan ayahnya, masih sama bahkan setelah 20 tahun: kehidupan yang tradisional dan miskin.

Dia bermimpi mengubah wajah industri pertanian, di mana petani dapat meningkatkan mata pencaharian mereka, menarik generasi muda, dan, yang terutama, memperkuat ketahanan pangan di Indonesia. Kemudian, ketika William diperkenalkan ke teknologi drone, pikirannya mulai berpacu dengan pertanyaan, yang mengawali ARIA mulai terbentuk. 

“Seberapa besar drone ini? Bagaimana kita bisa menggunakannya untuk menyemprot tanaman? Terutama dengan semua kendala mekanisasi pertanian, saya berpikir, ini bisa menjadi sesuatu yang bisa merevolusi seluruh industri,” kenang William.

Pada Oktober 2021, ARIA didirikan oleh William Sjaichudin (Co-Founder dan CEO), bersama dengan Arden Lim (Co-Founder dan CPO), dan Yosa Rosario (Co-Founder dan COO). East Ventures, percaya pada tujuan dan solusi ARIA, sehingga berinvestasi dalam putaran pendanaan pra-awal dan awal ARIA pada bulan Maret dan Agustus 2022.

Berbeda dengan negara maju seperti Amerika Serikat yang infrastrukturnya sudah siap mendukung industri pertanian dalam memanfaatkan traktor dan mesin besar lainnya, infrastruktur dan konektivitas jalan di Indonesia masih belum merata sehingga menghambat kemajuan mekanisasi pertanian. Petani tidak mampu membawa perangkat untuk mengotomatisasi proses mereka di daerah terpencil dan desa.

Efektivitas dan biaya juga menjadi konsiderasi utama bagi petani, jadi ARIA mempelajari mekanisasi drone dibandingkan dengan penyemprotan manual selama dua bulan. Uji coba tersebut membuktikan bahwa menggunakan drone lebih efisien daripada penyemprotan manual dan membantu petani menghemat hingga 97% air dan 30% untuk biaya tenaga kerja.

Teknologi drone digunakan tidak hanya untuk penyemprotan tetapi juga untuk pemetaan lahan dan untuk menghitung aktivitas karbon di tanah dan atmosfer pertanian. Pemetaan dengan drone memungkinkan visibilitas perkebunan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan mereka berdasarkan data aktual. Selain itu, pemetaan drone dapat membantu pelaku pertanian menghitung aset mereka untuk perdagangan karbon.

Untuk mengatasi masalah degradasi tanah dan kekurangan nutrisi (nutrition lockout), ARIA telah menciptakan teknologi kesehatan tanaman yang mendeteksi unsur hara makro di dalam tanah untuk rekomendasi yang lebih akurat tentang pupuk dan pestisida yang tepat untuk setiap tanaman. Teknologi ini mencegah kerusakan lebih lanjut pada produktivitas lahan pertanian Indonesia dan membantu petani memaksimalkan hasil panen mereka.

“Apa pun yang bisa kita lakukan untuk membantu petani mendapatkan lebih banyak uang dari tanah mereka sangat penting. Ini adalah bagian dari misi kami untuk membuat pertanian lebih berkelanjutan,” kata William.

Membina petani muda dengan pendekatan digital

Berdasarkan Survei Persepsi Perusahaan dalam laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022, sektor agribisnis dinilai kurang optimal dalam pemanfaatan digital. Dari 71 perusahaan kecil, menengah, dan besar yang berpartisipasi dalam survei, sebanyak 57,7% responden percaya bahwa sektor agribisnis masih kurang memanfaatkan solusi digital. 

Lahan pertanian Indonesia tersebar di seluruh pelosok nusantara dan banyak berada di daerah-daerah terpencil. Arus informasi cenderung lebih lambat. Oleh karena itu, perbaikan dalam pendidikan dan infrastruktur digital sebagai prasyarat tenaga kerja terampil digital adalah kunci untuk membuka peluang raksasa dalam agribisnis.

William melihat bahwa kekurangan tenaga kerja di bidang pertanian telah mencapai titik, di mana petani harus menunggu sekitar dua minggu untuk bantuan penyemprotan ladang mereka, dan diperkirakan menurunkan produktivitas hingga 40%. Penurunan produktivitas ini diperparah dengan rata-rata usia petani Indonesia yang menua, sekitar 55-60 tahun. Apalagi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah memperkirakan tidak akan ada lagi petani pada tahun 2063. Seiring dengan penurunan jumlah petani di Indonesia, peran teknologi dalam pertanian menjadi lebih penting dari sebelumnya. ARIA percaya dengan teknologi drone mereka, petani akan memiliki lebih banyak peluang untuk meningkatkan produksi mereka. 

Pada Januari 2023, ARIA berencana untuk mendirikan akademi pilot drone untuk melatih generasi muda menjadi pilot drone berlisensi lengkap dan menjadi kontraktor independen untuk layanan penyemprotan. Untuk menarik kaum muda di sektor pertanian dan meningkatkan skala ekonomi, ARIA akan bermitra dengan pemberi pinjaman fintech seperti KoinWorks dan ALAMI untuk memberikan pembiayaan kepada lulusan terbaik di akademi. Saat ini, ARIA memiliki layanan penyemprotan drone di seluruh Indonesia, namun kedepannya akan beralih ke model bisnis marketplace, menghubungkan petani yang membutuhkan jasa penyemprotan dengan pilot drone di daerah tersebut.

“Bagi ARIA, sumber daya manusia adalah prioritas nomor satu. Kualitas sumber daya manusia di bidang pertanian harus kita bina melalui pendidikan. Silabus akademi kami adalah kursus delapan minggu di mana kaum muda belajar tentang seluruh spektrum agribisnis. Kami akan membangun tenaga kerja digital yang kompetitif dengan lulusan akademi kami dengan lebih dari sekedar keterampilan drone piloting, tetapi juga perspektif bisnis, pengetahuan tentang agrokimia, dst,” kata William.

Hingga saat ini, 70% pengguna ARIA adalah bisnis, dan 30% adalah petani di beberapa provinsi di Indonesia (lihat peta di bawah). Untuk layanan penyemprotan drone, ARIA telah membantu hingga 10.000 petani menyemprotkan pupuk dan pestisida untuk 5.000 hektar lahan pertanian dalam delapan bulan terakhir. ARIA membangun talenta digital yang kompetitif di agrikultur, ARIA akan terus mendorong penggunaan teknologi ke lebih banyak petani dan perkebunan, dan akhirnya mendorong indeks daya saing digital, terutama pada pilar Penggunaan Digital Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia.

“Visi kami adalah membuat perubahan 180 derajat dalam persepsi orang terhadap petani Indonesia. Proses ini membutuhkan banyak teknologi, efisiensi, dan perubahan dalam industri pertanian. Petani dan lahan pertanian Indonesia akan hilang jika kami terus melakukan apa adanya. Tujuan kami adalah untuk memastikan anak cucu kita nanti masih bisa bertani,” pungkas William.

Unduh laporan EV-DCI 2022 disini.