EV-DCI
Dari platform berita hingga ekosistem media yang lengkap, mimpi IDN Media untuk pemerataan informasi
Sebagai platform media satu atap, IDN Media menyasar generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia
Ketika Winston Utomo membuat satu tulisan di sebuah situs bernama IDN Times, artikel tersebut menjadi viral dan mendapat banyak perhatian dari media sosial hanya dalam waktu sehari setelah diterbitkan. Dia menyadari ada pasar potensial untuk membangun perusahaan media. Bersama adiknya, William Utomo, kakak beradik asal Surabaya ini memulai membangun IDN Media pada 8 Juni 2014.
Ada dua hipotesis yang melandasi ide membangun bisnis media. Pertama, belum ada media yang fokus pada Milenial dan Gen Z saat itu. Kedua, adanya kesenjangan informasi yang signifikan antara Jakarta dengan daerah lain. Hanya 4% populasi yang tinggal di Jakarta, dan 11% di wilayah Jabodetabek, tetapi media sosial dan media arus utama sebagian besar berkonsentrasi pada konten terkait Jakarta. Hanya 10% konten yang ditujukan untuk 90% populasi. Berdasarkan hipotesis tersebut, mereka mendirikan IDN Media untuk memeratakan informasi bagi seluruh masyarakat Indonesia dari Aceh hingga Papua, terutama bagi Milenial dan Gen Z.
Percaya pada potensi pertumbuhan pasar dan karakter kuat para pendiri, East Ventures telah menjadi investor bagi IDN Media pada tahun 2015 pada tahap awal, dan terus berinvestasi pada setiap pendanaan IDN Media, hingga pendanaan Seri D mereka pada Juni 2022.
Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, mengatakan strategi IDN Media yang fokus ke milenial dan gen Z terbukti bekerja dengan baik. Tidak hanya berhasil menarik pembaca yang banyak dan loyal, mereka juga membangun bisnis dengan fundamental kuat. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan pendapatan yang signifikan dan juga profitabilitas yang baik (IDN Media telah mencatatkan laba sejak 2018 sampai sekarang).
Berawal sebagai perusahaan media digital, IDN Media telah berkembang menjadi platform media terpadu, membangun ekosistem media dan bisnis end-to-end, mulai dari teknologi, pembuatan konten, distribusi, dan media digital hingga produk turunan seperti film, musik , dan lain-lain. Kini IDN Media melayani lebih dari 90% populasi Milenial dan Gen Z, dengan hampir 80 juta pembaca situs web per Desember 2021.
“Tujuan kami adalah agar semua Milenial dan Gen Z mengkonsumsi konten berita dan hiburan di IDN Media,” kata Winston.
IDN Media telah mengembangkan beberapa inovasi untuk membangun dan meningkatkan keterlibatan pembaca. Ini membentuk pembangunan komunitas sebagai bagian dari misi demokratisasi informasi. Melalui IDN Times, anggota komunitas dapat menulis artikel, dan mendapatkan poin yang dapat ditukar dengan uang. Sebelum diterbitkan, artikel akan dikuratori melalui mesin dan editor mereka. Saat ini, konten buatan pengguna yang dikurasi berkontribusi sekitar 40% dari konten IDN Media.
Community building telah membuka peluang bagi banyak orang, seperti Rizna, seorang penulis difabel yang mengembangkan keterampilannya melalui pelatihan IDN Media sehingga dapat menyalurkan pemikirannya ke dalam tulisan. Rizna dapat mengatasi keraguan diri, mendapatkan kepercayaan diri, dan meningkatkan pendapatannya. Penulis komunitas lainnya adalah seorang penulis berusia 20 tahun dari Garut, Jawa Barat, Fitriani. Dia aktif menulis untuk IDN Times sejak lulus SMA dan mendapatkan penghasilan. Dia bisa menghidupi keluarganya dan memulai bisnis hanya dengan penghasilan dari IDN Media.
Kisah-kisah ini merupakan bukti misi IDN Media untuk mendemokratisasi akses ke pembuatan konten dan penyaluran informasi kepada orang-orang yang tinggal di luar Jakarta melalui berbagai channel; IDN Times dengan artikel, Yummy dengan resep, Aplikasi IDN dengan konten streaming langsung, dan ICE dengan kreator.
“Siapa saja dari seluruh Indonesia dapat menulis konten yang relevan dengan kota tempat tinggal mereka melalui platform kami. Logika kami sederhana. Misalnya, konten tentang Lombok tidak harus ditulis oleh orang Jakarta. Melalui platform kami, artikel tentang Lombok dapat ditulis oleh penduduk lokal dan dikuratori oleh kami,” jelas Winston.
Inovasi lainnya adalah live streaming. Winston percaya bahwa live streaming adalah format konten utama berikutnya setelah video berdurasi pendek dalam format vertikal, seperti yang terlihat pada preferensi Gen Z untuk interaksi yang lebih real-time, imersif, orisinal, dan autentik. Dia memperkirakan live streaming akan populer dalam 2-3 tahun mendatang, karena format tersebut telah menjadi favorit Gen Z di beberapa negara lain.
IDN Media juga memanfaatkan prospek peningkatan ekonomi kreator dengan inovasi terbarunya, platform kreator bernama Indonesia Creators Economy (ICE) yang membantu menghubungkan brand dengaan kreator sehingga influencer mikro dan kecil dapat tumbuh.
Infrastruktur TIK menjadi tantangan untuk penetrasi pengguna di luar Jawa
Media sangat penting dalam mendukung perekonomian Indonesia mencapai PDB sebesar US$ 12.000 hingga US$ 15.000 per kapita, ambang batas untuk negara maju. Generasi muda, yang merupakan lebih dari setengah dari total penduduk Indonesia, adalah kunci untuk mencapai pembangunan multi-sektor. Oleh karena itu, penting untuk membangun populasi yang terinformasi dengan baik untuk membawa Indonesia menjadi ekonomi terbesar keempat pada tahun 2045.
Namun, seperti platform media lainnya, IDN Media ditantang dalam penetrasi pengguna di luar Jawa. Winston menemukan tidak ada satu strategi yang cocok untuk semua karena setiap kota dan wilayah memerlukan pendekatan yang berbeda.
Meskipun tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 70%, kecepatan internet masih menjadi masalah di daerah yang kurang padat di negara ini. Distribusi pengguna IDN Media sebagian besar masih terkonsentrasi di kota-kota besar Indonesia.
“Yang sedang kami bangun adalah konten berbasis video live streaming yang memakan banyak kuota. Jadi ini merupakan tantangan, dan karena itu kami yakin live streaming tidak akan populer dalam 1-2 tahun ke depan. Ini akan populer, hanya saja butuh waktu.” kata Winston.
Masa tunggu ini dapat dikaitkan dengan tantangan unik Indonesia sebagai negara kepulauan; menutup kesenjangan pembangunan infrastruktur. Menurut East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga pada tahun 2021—menghabiskan sekitar 0.2% dari PDB untuk infrastruktur TIK, dibandingkan dengan Malaysia dengan 0.6% dan Singapura dengan 0.7%. Pembengkakan biaya dan penundaan juga sering ditemukan dalam proyek infrastruktur TIK, yang mengakibatkan peningkatan kualitas internet yang lebih lambat.
Selain itu, survei EV-DCI 2022 juga menemukan bahwa hampir 80% perusahaan digital Indonesia telah menjadikan investasi di bidang TIK sebagai prioritas tinggi. Meskipun semakin banyak perusahaan yang beralih ke digitalisasi, masalah yang signifikan dan berkelanjutan masih menghambat perusahaan lain untuk mengintegrasikan TIK lebih lanjut dalam operasi mereka, termasuk lambatnya pertumbuhan infrastruktur TIK.
Oleh karena itu, investasi swasta merupakan salah satu cara untuk mempercepat pembangunan infrastruktur TIK. Investasi swasta telah membantu pengembangan pusat data dan jaringan fiber optik, serta VSAT yang lebih andal untuk daerah terpencil yang tidak memiliki atau terbatas akses ke internet dan konektivitas telekomunikasi. Namun, menarik peluang investasi seperti itu mengharuskan Indonesia untuk memantapkan cetak biru dan peraturan terkait TIK untuk mendukung tujuan Indonesia dalam mengembangkan ekonomi digitalnya.
Meski demikian, Winston mengatakan bahwa Indonesia dapat dianggap istimewa dalam hal pelokalan karena tidak ada kendala bahasa, dan IDN Media dapat fokus pada pelokalan konten yang relevan. Dia percaya bahwa peningkatan tingkat pendapatan dan infrastruktur internet adalah bidang utama untuk kecepatan dan biaya internet yang lebih efisien dan pada akhirnya mempercepat adopsi di wilayah provinsi.
Untuk mendapatkan wawasan lebih lanjut, Anda dapat mengunduh laporan lengkap East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022 kami disini.