Perbaikan edukasi dan kurikulum yang berkelanjutan: kunci pendorong kualitas SDM digital di Indonesia, survei EV-DCI

13 Mei 2022

Perbaikan edukasi dan kurikulum yang berkelanjutan menjadi kunci pendorong peningkatan sumber daya manusia (SDM) digital yang berkualitas di Indonesia. Hal ini berdasarkan Survei Persepsi Perusahaan Terhadap Daya Saing Digital Indonesia yang terdapat pada laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022. Survei ini dilakukan terhadap 71 perusahaan berskala kecil, menengah dan besar (korporat) di Indonesia.

Ketenagakerjaan menjadi salah satu aspek penting untuk mendorong daya saing digital Indonesia. Saat ini, semakin banyak perusahaan, baik perusahan teknologi maupun korporasi besar di Indonesia, yang membutuhkan SDM dengan keahlian digital.Tenaga kerja yang melek digital dapat mendorong daya saing tinggi baik untuk perusahaannya maupun untuk ekonomi Indonesia.

Riset dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tahun 2021 memperkirakan, Indonesia membutuhkan total 9 juta SDM digital dalam 15 tahun ke depan. Meski demikian, ada celah antara persediaan dan kebutuhan pasar. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkirakan setiap tahun dibutuhkan pekerja di bidang teknologi sebesar 600 ribu orang. Namun, jumlah SDM yang bisa dihasilkan adalah sebesar 150 ribu – 200 ribu orang.

Hal ini juga sesuai dengan hasil survei dari laporan EV-DCI 2022. Mayoritas perusahaan menilai pasokan terhadap tenaga kerja di perusahaan digital lebih rendah dibanding permintaan. Kebutuhan terhadap SDM digital di perusahaan cukup tinggi, terutama pada perusahaan berskala lebih kecil, di mana hampir 84% perusahaan berskala kecil berpendapat bila permintaan akan tenaga kerja di bidang digital lebih tinggi dibandingkan bidang non digital.

Celah antara pasokan SDM dan kebutuhan pasar juga menimbulkan masalah ketenagakerjaan bagi perusahaan. Sebanyak 75% startup menengah, besar, maupun korporat mengalami masa kerja singkat (turnover) karyawan yang tinggi. Sementara 45,2% startup kecil yang mengalami kasus yang serupa. Pembajakan tenaga kerja juga menjadi kasus yang sering dialami baik startup kecil maupun startup besar.

Faktor utama penyebab kasus ketenagakerjaan yang dialami banyak perusahaan adalah langkanya tenaga kerja yang berkualitas. Sebanyak 67.9% perusahaan melihat langkanya tenaga kerja yang memiliki kualifikasi sebagai penyebab utama kasus ketenagakerjaan. Selain itu, loyalitas yang rendah dan potensi jenjang karir yang terbatas juga menjadi faktor lain dari kasus ketenagakerjaan.

Untuk mencegah munculnya kasus ketenagakerjaan, sekitar 60,4% perusahaan berpendapat bahwa pendidikan atau pelatihan untuk tenaga kerja menjadi hal utama yang bisa dilakukan. Selain itu, penyesuaian remunerasi sesuai rate wajar di pasar tenaga kerja juga menjadi hal yang dipertimbangkan perusahaan.

Rendahnya kualitas SDM Indonesia dan ketidaksesuaian antara pasokan dan kebutuhan lulusan kerja juga telah memicu tingginya tingkat pengangguran pada lulusan kerja. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, persentase Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan lulusan pendidikan tinggi yang belum bekerja masing-masing sebesar 11,13% dan 11,85%. Angka pengangguran ini cukup tinggi bila dibandingkan negara tetangga. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas SDM agar dapat mencapai ekonomi digital yang berkelanjutan.

Optimalisasi Kursus Online dan Kolaborasi Pemangku Kepentingan

Beberapa upaya bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM digital di Indonesia yang berkelanjutan. Salah satunya dengan mengoptimalkan platform kursus online (MOOC), dan meningkatkan kolaborasi dan integrasi antara pemangku kepentingan.

Platform-platform edukasi MOOC ini dapat memberi kesempatan bagi banyak orang untuk memperoleh persamaan dan edukasi yang berkualitas. Saat ini, Indonesia memiliki beberapa platform edukasi yang menyediakan pembelajaran online dari institusi berbeda. Namun, kualitas platform MOOC di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan platform edukasi MOOC luar.

Hal ini disebabkan masih sedikitnya universitas yang bekerja sama dengan platform edukasi tersebut, sehingga menyebabkan terbatasnya kursus berkualitas yang tersedia. Selain itu, MOOC di Indonesia masih dianggap sebagai sumber pembelajaran tambahan. Hal ini berarti proses pembelajaran yang diambil siswa pada platform tak bisa diakui sebagai kredit atau bagian dari komponen penilaian.

Untuk mengoptimalkan platform edukasi MOOC di Indonesia, maka kolaborasi dengan beberapa pemangku kepentingan diperlukan, seperti institusi pendidikan domestik, pendidikan tinggi asing, industri, startup edtech, lembaga riset dan pemerintah.

Pertama, platform edukasi tersebut bisa bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), institusi profesional yang kredibel seperti Corporate Finance Institutions (CFI), dan perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan sertifikasi khusus seperti Alibaba dan Amazon untuk mengembangkan kursus online.

Kedua, platform edukasi MOOC di Indonesia juga dapat memanfaatkan kualitas dari kursus tersebut untuk membangun SDM digital melalui pelatihan atau peningkatan keahlian. Hal ini tak hanya meningkatkan jumlah rekan, namun juga popularitas dan pengakuan sertifikasi yang diperoleh partisipan.

Ketiga, kolaborasi antara pemerintah dan industri juga dapat membantu mempersiapkan SDM digital yang sesuai dengan keahlian yang relevan dan pengalaman sesuai dengan kebutuhan industri secara global.

Keempat, kolaborasi antara pemerintah daerah dan platform edutech dapat menghasilkan inovasi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di daerah. Misalnya, kolaborasi antara Pemda Padang Panjang dengan Ruangguru untuk meningkatkan kualitas guru di kota Padang melalui Indonesia Teaching Fellowship (ITF), pelatihan selama tujuh bulan. Program ini diikuti oleh 103 guru dan berhasil meningkatkan kompetensi guru di Padang panjang sebesar 53%.

Dengan perbaikan edukasi dan kurikulum yang dapat mempersiapkan SDM yang berkualitas, disertai dengan pemanfaatan platform edukasi digital melalui kolaborasi dengan berbagai institusi pendidikan dan pelatihan, dan juga kolaborasi antara pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah; industri yang terkait, maka diharapkan dapat mendorong kualitas SDM Indonesia yang berkeahlian digital akan semakin tinggi. Dengan demikian, ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja dapat tertutupi.