Ditengah ketatnya persaingan global, perusahaan-perusahaan kini mulai bergerak kearah bisnis yang menjual pengalaman, komunitas, dan koneksi emosional. Experience economy (ekonomi pengalaman) merupakan tahap keempat dalam perkembangan ekonomi setelah ekonomi agraris, industri, dan jasa. Hal ini muncul ketika layanan menjadi komoditas, sehingga bisnis mulai menciptakan dan menjual pengalaman yang berkesan dan menarik bagi pelanggan. Tren ini juga terjadi di pasar konsumen Asia Tenggara, dimana brand mulai berfokus pada penciptaan pengalaman pelanggan yang lebih dalam dan berarti.
Pengalaman yang ditawarkan ini bersifat personal dan terhubung secara emosional, fisik, intelektual, maupun spiritual dengan para pelanggan. Perusahaan dalam ekonomi ini mengenakan biaya langsung kepada pelanggan untuk menikmati pengalaman tersebut, dan menjadikan momen yang berkesan sebagai nilai utama yang ditawarkan.
Seiring meningkatnya konsumen yang mencari interaksi bermakna dan menarik, perusahaan juga memanfaatkan platform digital untuk menyampaikan pengalaman ini dalam skala besar. E-commerce meloncat ke titik perubahan, didukung oleh pertumbuhan teknologi digital yang pesat yang mentransformasi kawasan ini.
Pada 2024, transaksi senilai sekitar US$16,8 miliar Gross Merchandise Value (GMV) terjadi di Asia Tenggara di luar platform utama. Jika termasuk GMV non-platform, total GMV e-commerce di kawasan ini mencapai sekitar US$145,2 miliar, menurut laporan Momentum Works. Ini menunjukkan besarnya pasar konsumen di Asia Tenggara.
Pada East Ventures Summit 2025, Winston Utomo, Founder dan CEO IDN, Christopher Madiam, Co-Founder dan CEO Sociolla, Jackson Aw, Founder dan CEO Mighty Jaxx, dan Melvin Chee, Co-Founder dan CEO RPG Commerce, berbagi wawasan tentang bagaimana mereka beradaptasi dengan perkembangan experience economy. Diskusi tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa konsumen pasca pandemi lebih menyukai pengalaman yang berharga, keterlibatan personal, dan rasa kebersamaan yang lebih besar.
Menciptakan keterikatan emosional dengan pelanggan
Peralihan dari product economy (ekonomi produk) ke experience economy merupakan perubahan fundamental dalam perilaku konsumen, seperti yang dijelaskan oleh Winston Utomo. Ini berarti bagi generasi konsumen baru, khususnya mereka yang di bawah usia 40 tahun, mengeluarkan uang lebih tentang merasakan kebahagiaan dan menciptakan momen yang dapat dibagikan, bukan lagi sekadar memiliki barang.
Wawasan ini menjadi inti dari strategi IDN. Dengan memperluas bisnis mereka ke live entertainment (hiburan siaran langsung), perusahaan melihat pertumbuhan eksponensial pada live events (acara langsung) dan festival musik. Selain itu, IDN juga memiliki grup idol bernama JKT48 dalam bisnis hiburannya.
Selain itu, peluncuran platform micro drama dengan episode berdurasi satu menit telah mendapatkan lebih dari satu juta penonton dalam bulan pertama, dengan memanfaatkan antusias pelanggan pada konten singkat yang menarik dan mudah dibagikan.
Prinsip yang sama mendorong Melvin Chee mentransformasi brand yang sebelumnya full digital di RPG Commerce, Montigo, kini menjadi omnichannel terbesar, dimana hal tersebut menggambarkan pergeseran yang terjadi di pasar.
Hingga kini, Montigo telah membangun lebih dari 50 toko ritel di berbagai wilayah, dan bukan hanya untuk penjualan produk tradisional. Toko-toko ini dirancang untuk ritel yang berfokus pada pengalaman, di mana pelanggan dapat menyesuaikan produk dan berinteraksi dengan brand’s IP (properti intelektual merek), menciptakan koneksi yang lebih dalam dan personal yang memicu keterikatan emosional serta loyalitas.
Rahasia bersaing dengan perusahaan global: Penyesuaian lokal
Di tengah pasar yang sering dipandang sebagai satu entitas tunggal, para panelis menekankan pentingnya pendekatan lokal. Christopher Madiam menjelaskan bahwa memahami nuansa berbagai negara, bahkan kota dalam satu negara, sangatlah penting.
Dengan lebih dari 100 outlet Sociolla di Indonesia dan Vietnam, ini membuktikan bahwa membangun model bisnis dari nol, dengan teknologi internal dan fokus komunitas yang kuat, akan sulit ditiru oleh pesaing global.
Jackson Aw juga berbagi wawasan serupa mengenai Mighty Jaxx. Ia menekankan pentingnya memaksimalkan peluang pengembangan produk unggulan dengan mempelajari tren di berbagai wilayah dan geografis, karena preferensi pelanggan terhadap barang koleksi dan lini produk gaya hidup sangat bervariasi.
Strategi ini bukan hanya menyesuaikan selera lokal, tetapi juga tentang membangun keterikatan dan kepercayaan pelanggan.
Para founders sepakat bahwa konsumen saat ini lebih terinformasi dan menginginkan koneksi yang tulus dengan brand. Di sinilah keterlibatan komunitas dan kehadiran langsung menjadi sangat penting.
Melvin menyebutnya pendekatan pemasaran bottom-up, di mana merek terlibat langsung dengan konsumen untuk memahami kebutuhan mereka dan membangun loyalitas pelanggan.
Kebangkitan omnichannel: Menghubungkan pengalaman digital dan pengalaman secara langsung
Masa depan ritel bukanlah pilihan antara daring dan luring, melainkan integrasi antara keduanya.
Seperti yang diungkapkan Melvin dalam diskusi, toko ritel Montigo kini menyumbang 50% dari penjualan, dari yang sebelumnya sepenuhnya digital. Penjualan daring kini hanya sekitar 40%, dan 10% lainnya adalah Business to Business (B2B). Ini membuktikan adanya pergeseran omnichannel di seluruh pasar.
Menurut laporan e-Conomy SEA 2024 oleh Google, Temasek, dan Bain, ekonomi digital Asia Tenggara diperkirakan mencapai nilai lebih dari US$330 miliar pada 2025, namun pertumbuhan ini justru mendukung, bukan menggantikan, ritel fisik.
Diskusi pada East Ventures Summit 2025 ini menegaskan narasi kuat tentang pergeseran tren dalam lanskap pelanggan menuju experience economy. Di tengah ketidakpastian global, para pengusaha kawasan ini tidak hanya perlu bertahan, tetapi juga berkembang dengan memprioritaskan kembali apa yang benar-benar penting bagi pelanggan mereka.
Dengan fokus jelas pada pembangunan pengalaman, membina komunitas, dan mengadopsi strategi omnichannel, perusahaan-perusahaan ini memberikan panduan baru untuk sukses di pasar konsumen Asia Tenggara yang dinamis. Mereka tidak sekadar menjual produk, tapi menjadi mitra terpercaya bagi pelanggan.
Tonton diskusi lengkap untuk wawasan mendalam tentang perkembangan pelanggan di Asia Tenggara melalui video ini: