Insights
‘Indonesia sedang memasuki babak kedua digitalisasi’: Willson Cuaca
Resesi ekonomi global terus mengancam di tengah era tingginya suku bunga. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perusahaan modal ventura menyalurkan investasinya di tahun 2023 mendatang.
Dengan mempertimbangkan tesis investasi kami, dasar di balik investasi East Ventures terdiri dari dua cabang: Seed fund, yang berfokus pada perusahaan startup yang baru lahir, dan Growth fund, yang berfokus pada perusahaan startup tahap lanjutan yang telah menghasilkan pendapatan.
“Saat kami berinvestasi di startup tahap awal, kami berinvestasi pada orangnya (founder). Seed fund tidak bergantung dengan situasi ekonomi – tetapi sangat bergantung pada founder yang kuat dan berkualitas,” jelas Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner di East Ventures.
Sementara itu, pendekatan yang lebih hati-hati dan perlu diambil saat menyalurkan Growth fund, karena pendanaan ini sangat bergantung pada pasar dan kondisi ekonomi saat ini. Hal ini memengaruhi model bisnis, permintaan, dan bahkan pendanaan selanjutnya di masa mendatang.
Pada periode 2021-2022, banyak startup mencoba mengeksekusi sesuatu di luar kompetensi inti mereka. Mengacu pada ‘Coconut Framework’ Willson, startup disarankan untuk fokus pada kemampuan inti bisnis mereka di tahun-tahun mendatang.
Tahun 2022 telah menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri teknologi. Meskipun demikian, kami berhasil mengarungi lautan badai krisis dengan US$ 211,59 juta yang telah disalurkan ke perusahaan portofolio Seed dan Growth kami. Investasi tersebut dialirkan ke beberapa sektor, seperti E-commerce, Direct to Consumer (DTC) dan Retail, Fintech, dan lainnya.
Melihat ke depan, Indonesia memiliki posisi unik untuk mengalami digitalisasi, terutama karena potensi pasarnya yang sangat besar. Ini menciptakan 3 ‘paradoks pasar’ yang terjadi di Indonesia.
Pertama, valuasi Indonesia di pasar global memang menurun. Namun, penciptaan nilai (value creation) telah terjadi, dan akan tetap ada. Kedua, adanya capital outflow akibat lonjakan suku bunga, kondisi ekonomi global, denominator effect, dan faktor lainnya. Meski demikian, dengan rekrutmen massal dan pengembangan talenta, kapabilitas talenta teknologi lokal tetap ada. Ketiga dan terakhir, meskipun permintaan pasar (market demand) Indonesia menurun dan marjin profitnya terkompresi, ukuran pasar Indonesia telah berkembang lebih besar.
Di tengah kondisi yang terlihat negatif, kita bisa menggali lebih dalam dan melihat cahaya di ujung terowongan. Paradoks ini memungkinkan kita untuk menyadari aspek-aspek positif dalam kondisi ekonomi yang buruk dan karenanya, menjadi optimis tentang apa yang akan terjadi di Indonesia.
Indonesia sedang memasuki fase kedua evolusi startup setelah satu dekade berinvestasi di sektor konsumen. Meskipun penting untuk berinvestasi di sisi konsumen karena merekalah yang menikmati dampak digitalisasi, saat ini lebih dari 200 juta populasi sudah melek digital.
“Ketika konsumen sudah teredukasi, mereka akan membawa ini ke tempat kerja dan perusahaan mereka. Jadi, digitalisasi fase kedua ini akan terjadi di perusahaan, B2B, layanan cloud, dan banyak lagi. Babak pertama sekarang sudah selesai. 200 juta orang sudah menggunakan internet, tetapi apakah jutaan perusahaan Indonesia sudah menggunakan internet? Belum tentu,” kata Willson.
Tonton wawancara di bawah ini untuk mendapatkan lebih banyak wawasan dari Willson Cuaca.
***
Artikel ini merupakan rangkuman dari tiga artikel CNBC Indonesia. Artikel asli dapat dibaca di CNBC Indonesia [1], [2], dan [3]