Indonesia’s F&B startups are more robust with the resilience of Indonesia’s economy
East Ventures

Share

16 Oktober 2024

Insights

Startup F&B Indonesia semakin tangguh dengan ketahanan ekonomi Indonesia

Food and Beverage (F&B) telah terbukti menjadi sektor yang tangguh bagi Indonesia, terutama dengan kebangkitan industri pariwisata dan perhotelan setelah pandemi berakhir. 

Saat ini, dengan semakin banyaknya orang yang ingin kembali bersosialisasi dan menikmati pengalaman bersantap di restoran, sektor F&B telah mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,33% Year-on-Year (YoY) di kuartal pertama tahun 2023, di atas pertumbuhan PDB Indonesia yang hanya sebesar 5,03% YoY.

Selain itu, konsumsi F&B juga merupakan salah satu pendorong utama PDB konsumsi nasional, menjadikannya yang terbesar kedua setelah transportasi dan komunikasi.

Hal ini pun didorong oleh kelas menengah Indonesia yang telah tumbuh lebih cepat daripada kelompok lainnya. Sebesar 52 juta penduduk Indonesia termasuk kelas menengah, dan mereka telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan menyumbang 43% dari total konsumsi rumah tangga, menurut laporan Bank Dunia. Data tersebut menunjukkan bahwa makanan merupakan pengeluaran terbesar untuk kelas menengah, diikuti oleh perumahan, kendaraan, kesehatan, dan lainnya.

Pemesanan dan pengantaran makanan secara online (online food delivery) juga telah menjadi infrastruktur utama dalam mendukung pemulihan di sektor ini. Sebuah laporan dari Momentum Works menunjukkan bahwa Asia Tenggara mencatat Gross Merchandise Value (GMV) sebesar US$17,1 miliar untuk pengantaran makanan online. Indonesia tercatat sebagai kontributor terbesar dari angka tersebut, dengan US$4,6 miliar untuk penjualan layanan pesan-antar makanan online.

Didorong oleh pertumbuhan industri pariwisata dan jasa, beberapa bisnis F&B vertikal telah muncul dan memanfaatkan potensial pasar, startup rantai kopi, dan pesan-antar makanan.

Perubahan perilaku konsumen yang mendorong berbagai peluang baru

Tahun ini, industri F&B telah pulih dari krisis COVID-19, seiring dengan diangkatnya pembatasan sosial, kini orang-orang dapat kembali melakukan aktivitas fisik dan makan di restoran. Kami melihat adanya peningkatan dalam jumlah orang yang makan di restoran, dan melihat pasar F&B akan tumbuh secara eksponensial setelah mengalami pertumbuhan yang lambat dalam dua tahun terakhir.

Meskipun pernah terkena dampak pandemi, ISMAYA Group, salah satu perusahaan F&B dalam portofolio East Ventures, mengarahkan fokusnya pada tiga pilar utama: transformasi digital – aplikasi yang mengumpulkan berbagai feedback untuk lebih memahami pelanggannya; efisiensi operasional dalam menyajikan makanan yang dapat dibawa pulang atau dibungkus; dan menjaga kepercayaan pelanggan melalui standar kebersihan dan keamanan.

Periode pembatasan sosial yang berkepanjangan telah mendorong apresiasi baru terhadap kegiatan makan di restoran sebagai aktivitas sosial. Namun, pelanggan kini menunjukkan ekspektasi yang lebih tinggi terkait protokol kesehatan dan standar kebersihan.

Banyak restoran juga menggabungkan model hybrid yang menggabungkan layanan makan di tempat dan layanan digital, seperti reservasi online, pembayaran cashless, dan pengantaran langsung ke rumah.

Salah satunya adalah SaladStop! yang pertama kali hadir di Indonesia sebagai cloud kitchen. Model ini juga membantu mereka menguji pasar baru, seperti di Depok dan Tangerang, tanpa mengeluarkan investasi belanja modal (capital expenditure atau capex) yang tinggi. Kemudian, setelah pandemi berakhir, mereka mengubah cloud kitchen ini menjadi toko fisik, yang secara efektif menggandakan pendapatan mereka dengan menggabungkan penjualan online dengan lalu lintas pejalan kaki di mall.

Dalam model hybrid, ada pergeseran di mana pelanggan mulai memilih kenyamanan dan pengalaman. Ada beberapa kasus di mana orang lebih suka melakukan pemesanan online dan ada juga yang lebih menyukai pengalaman makan langsung di restoran.

Pada East Ventures Summit 2024 baru-baru ini, empat founder brand F&B direct-to-consumer (D2C), Bram Hendrata (Founder dan CEO ISMAYA Group), Adrien Desbaillets (Co-Founder dan CEO SaladStop! Group), Alvin Arief (Co-Founder dan CEO UENA), dan Bevin Desker (Co-Founder dan CEO Har Har Chicken!) berkumpul dan berbagi pandangannya mengenai fenomena ini.

Saksikan panel lengkapnya di bawah ini.

Tren ekspansi ke kota tier dua dan tiga

Selain hiruk pikuk industri F&B di kota-kota besar, kami menemukan pergerakan di mana beberapa merek F&B memperluas pasar mereka ke kota-kota tier dua dan tiga. Pergerakan ini didorong oleh kondisi ekonomi yang semakin kuat hingga mendorong konsumsi, baik di kota-kota besar, menengah, dan kota-kota kecil.

Fore Coffee yang saat ini telah melayani lebih dari 40 kota di Indonesia, membawa konsep kopi premium dengan harga terjangkau ke kota-kota tierdua dan tiga. Menariknya, di kota-kota ini, basket size dan jumlah transaksi Fore Coffee seringkali lebih tinggi dibandingkan kota-kota tier pertama. Orang-orang di daerah ini sangat menghargai produk yang bagus, dan mereka bersedia mengeluarkan uang lebih banyak untuk kualitas yang lebih baik.

Selain itu, gerai-gerai Fore Coffee kini menjadi tempat tujuan bagi kelas menengah yang sedang berkembang di Indonesia. Dimana gerai-gerai tersebut memberikan pengalaman yang berbeda bagi semua pelanggan selama kunjungan mereka. Meskipun melayani kelas menengah dapat terasa seperti sedang menembak target yang bergerak, kuncinya adalah peka terhadap arah dan tingkat perubahan ini.

Serupa dengan Fore Coffee, Alvin dari UENA juga menyaksikan perubahan tren di antara konsumen kelas menengah dan calon kelas menengah, yaitu yang pertama adalah tren “makan di luar”, karena mereka mencari pengalaman dan kualitas yang lebih baik, lalu yang kedua adalah membeli makanan di luar sebagai pengganti memasak di rumah. Tren-tren ini menghadirkan peluang yang sangat besar.

Selain itu, konsumen di kota lapis kedua dan ketiga memiliki minat yang sangat besar untuk mencoba brand F&B baru yang sedang hype di Jakarta namun masih jarang ditemukan di tempat tersebut. Persaingannya juga tidak seberat di kota-kota besar, di mana para pemain F&B harus mengerahkan upaya yang signifikan untuk menarik pelanggan. Oleh karena itu, kami melihat pasar lapis kedua dan ketiga sangat potensial dan menggembirakan bagi para pemain F&B.

Standardisasi sangat penting untuk industri F&B

Pendanaan dari investor dan digitalisasi telah mendorong pertumbuhan pasar industri F&B jadi lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya.

Namun, kami melihat bahwa standardisasi adalah faktor yang sangat penting bagi bisnis F&B untuk bertahan jangka panjang, terutama bagi restoran yang sudah memiliki banyak rantai atau bertujuan untuk berkembang secara luas. Semakin banyak toko yang beroperasi di kota maupun di tempat yang berbeda, semakin rumit untuk menjaga kualitas layanan F&B di setiap toko.

Oleh karena itu, teknologi sangat penting untuk membantu perusahaan dalam memastikan kualitas yang diberikan sama di setiap toko. Misalnya, bagaimana perusahaan dapat memanfaatkan gudang untuk sistem manajemen inventaris atau mengelola rantai pasokan untuk restoran mereka.

Tantangan lain yang kami lihat adalah ketatnya persaingan di industri F&B. Konsumen mungkin menemukan banyak pilihan menu yang serupa di antara banyaknya brand F&B. 

Beberapa brand lokal yang sedang naik daun juga menghadapi persaingan ketat dari brand global yang sudah ada dan memiliki pasar yang kuat. Dengan demikian, startup F&B mungkin perlu mengeluarkan lebih banyak biaya pemasaran untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat dan kuat dalam merangkul pasar.

Dalam hal ini, kami melihat strategi unik dari UENA, sebuah startup F&B online hiperlokal yang bertujuan untuk memecahkan masalah makanan sehari-hari di Indonesia. Membangun loyalitas yang kuat mungkin lebih sulit bagi pasar massal. Oleh karena itu, UENA membangun gerai yang berfokus pada komunitas, menekankan kenyamanan dan nilai sepadan untuk menciptakan pengalaman makan yang tepat bagi lingkungan setempat.

Selain itu, UENA juga mengadaptasi pendekatannya terhadap promosi dan pemasaran. Kampanye yang membantu masyarakat, seperti mendukung pengemudi Gojek melalui pesanan pengiriman online, tidak hanya meningkatkan kesadaran tetapi juga membangun niat baik.

Sebagai perusahaan pertama yang percaya pada ekosistem digital di Indonesia, East Ventures menaruh minat yang kuat pada industri F&B, yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kami juga melihat beberapa integrasi di antara portofolio, seperti memasok beberapa produk dari perusahaan agritech kami ke industri F&B.

Selain ISMAYA Group, SaladStop! Group, Har Har Chicken! dan UENA, perusahaan portofolio F&B D2C lainnya yang tergabung dalam ekosistem kami adalah Fore Coffee, Greens, Greenly, Legit Group, dan Otten Coffee.

Jika Anda adalah founder startup yang bergerak di sektor F&B, kirimkan pitch deck Anda di sini.


By Mohammad Fahmi, Investment Professional at East Ventures