Chatbot hanyalah permulaan. Adrien Desbaillets, CEO SaladStop!, menjelaskan bagaimana timnya memanfaatkan otomatisasi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) untuk membuka peluang kemitraan B2B yang baru.
Gerai makanan sehat populer SaladStop! sedang mengembangkan alat bantu AI generatif (generative AI atau GenAI) yang akan memberikan rekomendasi yang dipersonalisasi kepada pelanggan tentang apa yang harus dipesan.
Chatbot yang dijuluki ‘Lulu’ ini telah dikembangkan selama lebih dari satu dekade, kata CEO Adrien Desbaillets: ini berawal dari respons terhadap pertanyaan yang terus menerus dari para pelanggan yang peduli dengan kesehatan yang ingin mengetahui profil nutrisi berbagai bahan makanan, potensi alergen, tingkat personalisasi, dan lainnya.
AI milik SaladStop! dibangun di atas database perusahaan, yang dikumpulkan selama bertahun-tahun dalam mempelajari preferensi pelanggan, dan Desbaillets menyebutnya sebagai evolusi alami selanjutnya dari produk ini: cara untuk mengotomatiskan personalisasi sambil melacak ketersediaan bahan, lokasi toko terdekat dengan pelanggan, waktu penyelesaian, dan banyak lagi.
“Dari sisi operasional, ini akan meringankan tekanan bagi tim kami,” ujarnya. “Kami perkirakan ini akan meningkatkan efisiensi sekitar 20% dan membiarkan tim kami fokus hanya pada layanan pelanggan saja.”
Dengan model bisnis SaladStop!, pelanggan yang datang biasanya memiliki permintaan yang sangat spesifik dan bisa memakan waktu. Mengotomatisasikan pesanan yang dipersonalisasi seperti itu dapat mengurangi waktu pengantaran dan potensi kesalahan terjadi.
Yang lebih menarik lagi, Adrien memperkirakan bahwa mesin AI generatif akan membuka aliran pendapatan tambahan melalui potensi kolaborasi B2B (Business-to-Business).
Meskipun mayoritas penggunaannya adalah B2C—menyelaraskan pesanan dan mempercepat waktu produksi—kemampuan chatbot untuk merekomendasikan makanan berdasarkan kebutuhan nutrisi spesifik pelanggan berpotensi untuk digunakan oleh bisnis lain.
Misalnya, ia memprediksi bahwa tempat-tempat fitness dapat menggunakan chatbot SaladStop! untuk membuat program diet dan menu makan (meal plan) yang disesuaikan dengan tujuan kebugaran pelanggan.
Rumah sakit juga dapat mengembangkan program serupa berdasarkan kebutuhan medis pasien: pengurangan gula, pemantauan kolesterol, asupan serat, dan sebagainya.
“Pada dasarnya, kami masih bisnis makanan dan minuman (Food & Beverage atau F&B). Ini adalah jejak dan teknologi yang sama, tetapi sekarang membuka aliran pendapatan baru,” katanya. “Problem statement-nya tidak berubah.”
Perbedaan aplikasi SaladStop! dengan aplikasi kesehatan lainnya yang juga memberikan rekomendasi makanan adalah: sarannya benar-benar datang bersama makanannya—”sesuatu yang bisa Anda ambil dalam waktu 15 menit,” jelasnya.
Chatbot, yang dibangun dengan layanan GenAI yang disediakan oleh Amazon Web Services (AWS), belum cukup siap untuk interaktivitas konsumen secara penuh. Chatbot ini pertama kali diluncurkan tahun lalu dan diumumkan di AWS Summit Singapura pada bulan Juni.
Namun, Adrien menegaskan bahwa terlepas dari potensi yang ada, ia dan timnya telah menetapkan batas tentang bagaimana mereka akan menggunakannya.
“Batas yang sangat jelas bagi kami adalah bahwa kami dapat mengambil data jika Anda ingin makanan dibuat dengan cara tertentu, tetapi kami tidak akan mengambil rekam medis Anda.
Kami tidak akan membantu menganalisis dan memberikan rekomendasi. Kami bukan dokter. Kami adalah operator F&B, dan hal ini berkaitan dengan etika seputar AI dan jenis data yang Anda kumpulkan.
Kami akan tahu jika Anda seorang vegetarian, atau jika Anda menyukai makanan pedas, atau makanan khas Jepang, misalnya. Tapi, kami tidak akan menyimpan informasi lainnya. Anda bisa saring preferensi Anda, tetapi peran kami hanya sampai di sini saja.
Dokter adalah spesialisnya, kami yang menyediakan makanannya.”
Artikel asli telah diterbitkan di People Matters Global, 9 Juli 2025.