Melihat Potensi Pertumbuhan dan Tantangan Pekerja Lepas Indonesia
9 August 2019
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018, sebanyak 56,8 persen masyarakat Indonesia saat ini bekerja di sektor informal. Diiringi pula naiknya jumlah pekerja yang berwirausaha, termasuk pekerja lepas atau freelancer.
Kemudian dari data BPS Mei 2019, basis angkatan kerja Indonesia tersedia sebanyak 136,18 juta orang, dengan rincian sebanyak 129,36 juta orang memiliki pekerjaan. Pengangguran sebanyak 6,82 juta orang. Dari angka tersebut, Majalah Tempo memperkirakan freelance mengambil porsi 4,55 persen atau sekitar 5,89 juta orang.
Kenyataan ini menunjukan kalau profesi freelancer kini kian dilirik oleh masyarakat Indonesia. Sribulancer, sebuah platform yang menjembatani freelancer dengan perusahaan, baru saja merilis riset yang menyatakan angka freelancer di Indonesia tahun 2019 meningkat enam belas persen dibanding tahun 2018 lalu.
Piter Abdullah, CEO dari Centre of Reform on Economics (CORE) mengatakan, fenomena freelancer memberi dampak positif untuk perekonomian secara makro, karena menciptakan lapangan kerja. CORE juga memperkirakan budaya freelance akan menjadi tren pekerjaan di masa mendatang.
Tak hanya itu, freelance kata Piter juga bisa menjadi jalan keluar bagi pekerja Indonesia untuk menerima pekerjaan dari luar negeri. Ini karena freelance memiliki sistem kerja yang tidak terbatas, baik dalam pengembangan diri maupun relasi kerja.
Jasa desain dan multimedia paling digemari
Riset Sribulancer pada Juli 2019 menunjukan, desain dan multimedia menjadi bidang yang paling digemari bagi pekerja freelance di Indonesia.
Sribulancer mencatat ada 55.425 freelancer yang terdaftar untuk desain dan multimedia. Dari segi permintaan, perusahaan yang membutuhkan jasa ini juga tinggi. Ada 5.419 klien perusahaan yang memanfaatkan jasa freelancer untuk kebutuhan desain dan multimedia mereka.
Beberapa bidang lain yang juga kerap melibatkan freelancer, diantaranya kepenulisan (writing), data entry, pengembangan website, online marketing, dan juga konsultasi hukum.
Untuk persebaran freelancer, Jabodetabek masih menjadi penyumbang terbanyak. Sribulancer mencatat ada 53.216 freelancer pengguna mereka dari kawasan tersebut. Sementara Bandung dan Surabaya berada di posisi dua dan tiga dengan jumlah 12.468 dan 9.767 orang.
Tak hanya di pulau Jawa, pekerja freelancer kini mulai muncul juga di beberapa kawasan lain, seperti di Denpasar, Medan, Makassar (Ujung Pandang) hingga Sorong dan Timika.
Ryan menilai, kehadiran infrastruktur dan teknologi telah mengeliminasi batasan waktu dan lokasi bagi para freelancer. Sehingga kini potensi pekerjaan yang mayoritas masih berpusat di Jakarta bisa diakses oleh semua orang, tanpa perlu repot-repot terbang ke ibu kota.
Piter Abdullah juga menyampaikan hal yang sama. Ia meyakini, teknologi memang menjadi pendorong utama tumbuhnya fenomena freelancer di Indonesia. Katanya, karakter generasi milenial yang dinamis dan terbuka terhadap tantangan juga cukup berperan.
“Berbeda dengan pendahulunya, kaum milenial tidak lagi mengutamakan kepastian dan rasa aman. Preferensi dan gaya bekerjanya juga berbeda,” terang Piter.
Mengubah fixed cost menjadi variable cost
Seiring dengan meningkatnya jumlah pekerja lepas, perusahaan yang membutuhkan jasa mereka juga kian terbuka. Permintaan jasa yang Sribulancer catat hingga Juli 2019 berjumlah 26.364 dari berbagai kebutuhan.
Perusahaan seperti Google, Traveloka, Gojek, Jasa Marga, DHL, hingga Trakindo telah terbiasa menggunakan jasa freelancer untuk membantu bisnis dan operasional mereka di Indonesia.
Ryan menilai, salah satu alasannya karena freelancer menawarkan fleksibilitas, khususnya soal pembayaran. Berbeda dengan pekerja tetap yang dibayar secara rutin setiap bulan. Perhitungan biaya dan pembayaran untuk freelancer dilakukan per proyek. Sehingga perusahaan bisa menjalankan proyek tanpa harus terbebani oleh fixed cost tambahan dalam jangka waktu yang lama.
“Karena kita (perusahaan) hanya perlu membayar pekerja lepas ketika ada pekerjaan untuk mereka. Artinya tidak perlu lagi memikirkan harus membayar gaji bulanan ataupun THR.”
Fleksibilitas yang ditawarkan oleh freelancer juga tentu diimbangi dengan kualitas yang memadai. Bagi perusahaan, kedua hal ini tentu merupakan faktor penting dalam memilih tenaga kerja untuk menyelesaikan proyek mereka.
“Kualitas pekerja lepas juga tidak kalah daripada pekerja permanen. Atau bahkan lebih (baik), dari sisi kualitas pekerjaan yang dibuat, ataupun kecepatan bekerja,” terang Ryan.
Setiap freelancer biasanya memiliki portofolio tentang proyek-proyek yang mereka kerjakan. Dari portofolio tersebut perusahaan bisa mempelajari kemampuan dan pengalaman freelancer, sebelum akhirnya melakukan negosiasi seputar biaya.
Sribulancer menyatakan, banyak freelancer yang menggunakan layanan mereka memiliki rata-rata pendapatan Rp9,8 juta untuk setiap proyek. Tentu saja angka tersebut bisa naik ataupun turun sesuai bidang maupun kompleksitas pekerjaan.
Perlu ada perlindungan hak untuk pekerja lepas
Sebagai seorang freelancer di bidang desain grafis, Permana Norwandito setuju bahwa kini semakin banyak perusahaan yang terbuka untuk menggunakan jasa freelancer. Namun di saat yang sama, perlindungan untuk hak-hak freelancer di Indonesia masih sangat lemah.
Pria yang akrab disapa Aan tersebut lalu menceritakan, salah satu kasus yang pernah ia temui adalah perusahaan yang menjadi kliennya meminta berbagai revisi berulang-ulang. Sehingga hasil akhir proyek berbeda jauh dengan brief awal yang ia terima.
“Mereka mikirnya karena sudah bayar, jadi bisa request sesukanya. Jadi pekerjaan yang diproyeksikan bisa beres satu bulan, ternyata mundur karena klien request ini-itu. Tapi itupun jarang ada negosiasi biaya ulang,” jelasnya.
Aan sebelumnya pernah bekerja di sebuah advertising agency sebelum akhirnya memutuskan menjadi full-time freelancer sejak satu setengah tahun lalu.
Menanggapi hal ini, Ryan menilai hal ini terjadi akibat adanya perbedaan ekspektasi antara perusahaan yang menjadi klien dengan freelancer. Sering kali hal-hal yang diinginkan oleh perusahaan tidak tersampaikan dengan jelas dan rinci, sehingga freelancer pun tidak bisa mengeksekusi dengan tepat.
Untuk itu, dalam menjalankan Sribulancer, Ryan menekankan pentingnya brief yang jelas dan detail. Ryan menilai itulah kunci agar perusahaan dan freelancer bisa mendapat ekspektasi dan titik sepakat yang jelas. Apa yang menjadi objektif perusahaan bisa terpenuhi, dan freelancer pun terhindar dari revisi berkepanjangan yang menyita banyak waktu dan tenaga.
Selain revisi yang banyak dan melebar dari perjanjian awal, pembayaran dan pencairan invoice yang terlambat juga kerap menjadi masalah dalam kehidupan seorang pekerja lepas. Aan pun merasakan hal tersebut. Meskipun banyak perusahaan yang telah berbenah, namun pembayaran yang tertunda masih lumrah ia temui.
“Idealnya perusahaan konsekuen. Mereka meminta untuk kerja bagus dan cepat, mereka juga harusnya bisa memenuhi hak kami sesuai perjanjian dan tepat waktu. Kadang kejadian, invoice dari mereka belum cair, tapi reklame dengan hasil desain saya sudah dipasang di jalan-jalan. Lucu juga,” terang Aan sambil tersenyum kecut.
Sementara bagi Ryan, inilah salah satu alasan kenapa platform seperti Sribulancer hadir. Ia harap, layanan yang ia tawarkan bisa menjadi pihak penengah yang adil, sehingga kedua belah pihak bisa memenuhi hak dan kewajiban tanpa kendala.
Bahkan, Sribulancer juga menyediakan fitur chat dalam layanan mereka. Dengan begitu, segala bentuk komunikasi antara freelancer dan perusahaan terekam dengan jelas. Manfaatnya, ketika ada kendala yang terjadi, mereka bisa mengetahui kronologi kerja sama mereka secara runtut.
“Apabila ada penambahan scope atau pekerjaan yang melewati deadline dan disebabkan oleh klien, maka kami (Sribulancer) akan mencairkan dahulu payment pertama dan mengarahkan klien untuk membuat job tambahan yang baru,” kata Ryan.
Hal juga akan dilakukan Sribulancer jika terjadi sebaliknya.
“Apabila klien merasa pekerjaan pekerja lepas yang telah direkrut tidak sesuai ekspektasi atau melewati deadline, maka kami memberikan beberapa opsi ke klien. Tetap melanjutkan dengan pekerja lepas yang sama, memilih pekerja lepas lainnya, atau mendapatkan garansi uang kembali,” tutup Ryan.
Sumber: Tech in Asia