Pentingnya Percontohan dan Success Story dalam Transformasi Digital
Dari perspektif Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Indonesia diperkirakan akan menjadi pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Apa saja tantangan untuk mewujudkan harapan tersebut?
Nilai ekonomi digital di Indonesia pada 2020 sekitar US$ 40 miliar, dan naik menjadi US$ 70 miliar pada 2021. Perkembangan ini sejalan dengan berlangsungnya revolusi industri 4.0 dan digitalisasi di berbagai sektor yang didorong oleh pandemi. Contohnya, selama pandemi, Kartu Prakerja diakses oleh lebih dari 70 juta pendaftar di 512 kabupaten/kota. Dengan infrastruktur digital yang ada, pelayanan Kartu Prakerja dapat dilakukan penuh secara digital sehingga dapat diakses oleh seluruh masyarakat.
Ke depannya, Industri 4.0 membutuhkan 5G. Pemerintah sudah meluncurkan 5G di Kalimantan. Kemudian, kita perlu meningkatkan kapasitas SDM dengan re-training dan re-skilling. Di sektor keuangan, digitalisasi dalam bentuk pertumbuhan fintech juga sangat cepat, mengejar perkembangan lembaga keuangan konvensional. Contohnya, penyaluran KUR melalui fintech di tahun kemarin telah mencapai angka Rp 180 triliun. Sebuah pertumbuhan yang luar biasa dengan jaringan yang baru. Terutama jika bicara tentang KUR, yang selama ini kita tahu pemain besarnya adalah bank BUMN dan bank daerah.
Ekonomi yang inklusif diukur tidak hanya dari inklusi keuangan tetapi juga seberapa jauh UMKM dapat memasuki pasar digital. Demikian pula aktivitas- aktivitas produktif lainnya. Dengan digitalisasi, seharusnya informasi yang simpang-siur dapat berkurang, seperti dengan implementasi e-logistic.
Bagaimana strategi pemerintah untuk menjadikan ekonomi digital sebagai menopang perekonomian Indonesia?
Percepatan digitalisasi ekonomi, menciptakan peluang yang merata dan beragam, dan mendorong kesempatan dan produktivitas untuk menghasilkan nilai tambah. Dengan konsep tersebut, yang paling penting dalam jangka pendek adalah membangun infrastruktur. Pengembangan 5G memang memerlukan investasi yang lebih besar dibandingkan LTE, tapi pengembangan beberapa IoT maupun Industri 4.0 hanya dapat dilakukan dengan 5G. Basis dari inovasi adalah infrastruktur.
Dinamika teknologi sangat cepat dan tidak terduga seperti COVID-19. Sehingga kuncinya adalah kesiapan dari SDM. Kurikulum harus disesuaikan agar lebih terintegrasi, terutama untuk materi terkait digital. Di awal tahun 2000, digitalisasi hanya berarti TIK. Sekarang definisinya lebih luas karena masuk dalam berbagai sektor. Apapun cabang ilmunya, digitalisasi menjadi suatu keharusan karena saling terkait satu sama lain.
Bagaimana kesiapan SDM kita untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi digital?
Prototyping. Contohnya, pendidikan digitalisasi yang dilakukan Apple Academy pada ada tiga lokasi pusat digital yaitu di Nongsa (Batam, Kepulauan Riau), Surabaya (Jawa Timur) dan Serpong (Banten). Nongsa Park ini mendorong Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) digital. Di Jawa Timur juga ada KEK digital Singosari. Tujuannya agar ekosistem pengembangan startup lebih terjamin dapat dapat direplikasi, terutama oleh perguruan tinggi negeri.
Salah satu keputusan di G-20 Summit di Osaka adalah menjadikan Indonesia sebagai Digital Economy Hub. Apakah ide tersebut akan dikembangkan untuk mengakselerasi ekonomi digital?
Melihat posisi hari ini, ekonomi digital kita relatif mengungguli beberapa negara ASEAN. Kita memiliki 40% dari kue ekonomi digital di ASEAN. Untuk pengembangan digitalisasi seharusnya kita mampu bersaing dengan Singapura atau Malaysia karena kita memiliki volume, pasar dan talenta.
Jika kita lihat, perkembangan cryptocurrency seperti Bitcoin dan Non- Fungible Token (NFT) ini bersaing dengan pasar modal. Sehingga kita tidak bisa tergagap-gagap menghadapinya. Perkembangan ini dapat dimonetisasi. Ini yang kita harus pikirkan ke depan, karena semakin lama semakin besar. Pemerintah menginginkan digitalisasi yang tidak hanya kreatif tetapi juga yang produktif.
Bagaimana agenda percepatan transformasi digital, terutama dalam memanfaatkan momentum G20?
Untuk mengenalkan transformasi digital, harus ada proyek percontohan yang dapat direplikasi oleh negara berkembang lainnya. Salah satunya adalah penguatan UMKM agar memiliki keahlian baru melalui program Kartu Prakerja. Layanan ini diberikan secara end-to-end dengan berbasis digital, dari tresuri sampai ke e-wallet, sehingga tidak “mampir” di mana-mana. Pengelolaan data pada kartu prakerja semuanya dibuat dinamis, berbeda dengan pengelolaan database pemerintah lainnya yang cenderung statis. Ini adalah salah satu transformasi di Indonesia untuk masyarakat kecil. Tentu kita berharap ada prototyping lainnya.