Leadership
One medical health record membantu pengambilan keputusan: Sharlini Eriza Putri, Co-founder & CEO Nusantics
Pada tahun 2021, nilai ekonomi digital Indonesia telah mencapai US$ 63 miliar dan terus tumbuh diperkirakan dapat mencapai US$ 360 miliar pada tahun 2030. Bagaimana startup memainkan peran penting sebagai katalis pertumbuhan ekonomi digital?
Startup memang menjadi backbone ekonomi digital. Startup berperan penting dalam membentuk dan mengembangkan ekosistem ekonomi digital. Sementara bisnis konvensional hanya mengadaptasi digitalisasi untuk sistem internal, kebutuhan transaksi, dan hal lainnya. Hal penting yang dimiliki ekonomi digital adalah bisa memberikan value kepada orang yang sebelumnya belum memiliki akses.
Sebagai platform biotech yang berfokus pada kapabilitas R&D, bagaimana Nusantics berkontribusi dalam memperluas akses kesehatan digital juga meningkatkan kualitas layanan kesehatan?
Sebagai perusahaan biotech, kami memanfaatkan platform digital untuk memberi sistem peringatan dini (early warning system) yang cepat dan akurat. Tidak hanya penyakit manusia, namun juga hewan. Jadi, bayangkan saja semacam platform PeduliLindungi, namun dibuka untuk segala penyakit.
Dengan adanya platform tersebut, pengguna bisa mengetahui wabah apa saja yang ada, persebarannya, hingga positivity rate. Di platform tersebut, kami bisa memberikan peringatan dini wabah atau virus baru dan apa yang harus lakukan. Jadi, peran platform digital ada situ.
Saat ini, platform kami masih terbatas oleh pemerintah dan bisnis terkait, belum dibuka untuk pengguna karena terkait regulasi, namun kedepannya kami berupaya supaya platform ini bisa diakses oleh semua pihak.
Perekonomian global menghadapi krisis multidimensional atau perfect storm akibat resesi global, krisis energi, dan tensi geopolitik. Apa saja strategi yang disiapkan Nusantics menghadapi kondisi tersebut?
Data digital adalah aset, baik data konsumer, perbankan, maupun genetik. Masing-masing negara tentunya menjaga aset mereka di tengah konflik geopolitik. Dengan adanya ketidakpastian kondisi geopolitik ini, sekarang setiap negara memiliki keinginan kedaulatan terkait masalah kesehatan dan tidak bergantung kepada negara lain. Dengan adanya keinginan tersebut, ekosistem digital kesehatan kita akan semakin membesar karena menjadi bagian dari keamanan nasional. Oleh karena itu, platform digital dibutuhkan untuk self-surveillance sehingga mendapat solusi di dalam negeri.
Di tengah digitalisasi yang tumbuh pesat, infrastruktur digital dan fisik masih belum merata di Indonesia. Bagaimana Nusantics memanfaatkan peluang tersebut untuk mendorong pemerataan digital dan pertumbuhan ekonomi digital di daerah-daerah tier 2 dan 3?
Kami melihat ada potensi sangat di PCR digital. Saat ini mesin PCR ada di berbagai tempat, namun belum terhubung. Ketika PCR ini bisa didigitalisasi dan hasil tesnya bisa langsung masuk ke server, maka hasilnya pun akan diketahui dengan cepat, jadi early warning system-nya lebih mudah. Ini merupakan potensi besar.
Startup membawa inovasi teknologi yang berdampak nyata bagi ekonomi digital dan kolaborasi menjadi hal penting di dalamnya, bagaimana Nusantics berkolaborasi untuk menumbuhkan ekosistem digital yang berkelanjutan?
Contoh paling mudah adalah tambak udang. Sample yang dikirim akan dicek kondisi kesehatannya dan dicatat dalam database. Insight dari database ini kemudian dibagikan untuk melihat persebaran penyakit dan memiliki nilai bagi pihak yang membutuhkan. Di sektor kesehatan level B2B, integrator digital lebih mudah kolaborasi. Akan tetapi, terkait inovasi one medical health record di level nasional itu merupakan tantangan bagi Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan telah meluncurkan platform SATUSEHAT. Bagaimana Anda melihat integrasi tersebut mengakselerasi perbaikan sistem kesehatan nasional dan seperti apa dampak yang dirasakan oleh Nusantics?
Satu, dampak one medical health record di level nasional itu besar sekali. Kehadiran platform tersebut mampu membantu menyimpan riwayat kesehatan pasien, sehingga memudahkan pengecekan ketika ia berpindah kota atau rumah sakit. Hal ini juga membantu pengambilan keputusan yang lebih akurat dan menghindari korban uji coba obat-obatan.
Di semua negara, one medical health record adalah sebuah keniscayaan. Ketika ini sudah berjalan, Nusantics tentunya bisa berkembang secara eksponensial.
Resiliensi bergantung pada kemampuan beradaptasi di tengah berbagai kondisi, pun ketika terjadi disrupsi. Bagaimana model bisnis dan talenta digital yang diperlukan untuk terus membuka potensi ekonomi digital yang baru?
Saat ini terjadi bubble burst di mana-mana. Banyak startup mengalami penurunan. Menurut kami ini karena valuasi startup tersebut dinilai dari berapa banyak pengguna, jadi mereka memandang platform digital sebagai bisnis utama mereka.
Sementara itu Nusantics di sektor biotech memandang platform digital itu penting namun bukan sebagai bisnis. Kami memandang digital sebagai alat untuk mendukung bisnis kami berkembang dengan mengambil data sebanyak mungkin, melakukan analisa data secara akurat untuk produk kesehatan baru. Nilai bisnis bagi Nusantics adalah produk kesehatan yang dihasilkan dari data digital tersebut. Ini yang membedakan kami dengan pihak lain.
Ketika perekonomian global menurun, strategi kami adalah mengembangkan produk yang bisa menjadi obat dari suatu masalah melalui pemanfaatan platform digital. Harapannya, valuasi kami bisa lebih stabil karena produknya nyata.
Apakah sektor biotech mengalami kesulitan SDM karena terbatasnya ahli di bidang ini di Indonesia?
Kesulitan, tapi beruntungnya kami memandang digital platform sebagai sesuatu yang luar biasa. Keberadaan platform tersebut membantu kami dalam sistem kerja yang digital dari berbagai tempat. Menurut kami, platform digital itu penting sekali.
Agenda pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif juga ditandai dengan keselarasan dengan SDG melalui penerapan ESG, bagaimana penerapannya di Nusantics dan apa saja tantangan yang dihadapi?
Pertama, kami menargetkan implementasi ESG sejak awal berdiri karena memang sejalan dengan SDG. Kedua, terkait Gender Inclusivity, tidak ada masalah karena kami paham lebih sulit mencari SDM laki-laki dibandingkan perempuan di sektor biotech. Ketiga, produk kami terbukti ramah micro biodiversity untuk menjaga biodiversitas di tubuh manusia. Keempat, kolaborasi antar institusi. Dalam menjalankan bisnis, Nusantics sudah sering berkolaborasi dengan pemerintah dan swasta.
Salah satu instrumen pendukung perkembangan ekonomi digital terutama dalam perlindungan hak konsumen. Bagaimana Anda melihat UU Perlindungan Data Pribadi berdampak bagi dorongan terhadap ekosistem digital?
Kami tidak melihat itu sebagai masalah. Kami ada di sektor sensitif maka tetap harus melindungi data pribadi, tidak bergantung ada atau tidaknya peraturan terkait. Standar internal kami sudah lebih ketat. Kami justru lebih khawatir ketika pemerintah melarang pihak operasional pihak luar seperti Google, Alibaba, atau Amazon dan harus menggunakan platform buatan dalam negeri. Ini karena terkait kecepatan komputasi data genetik dan server dalam negeri belum mampu memfasilitasi hal ini.
Apakah ada tantangan dalam berbagi data untuk keperluan tertentu di sektor biotech? Apakah ada regulasi tersendiri terkait hal ini?
Sebenarnya tidak ada. Kalau berbicara sektor kesehatan, best practice itu ada di luar negeri di mana data tersebut dibagikan untuk mengetahui mutasi terbaru. Akan tetapi yang berkewajiban dalam membagikan data tersebut adalah pemerintah, bukan swasta.
Kedua, kekhawatiran global adalah terkait data genetik. Karena terdapat perdebatan mengenai pihak yang berhak mengklaim kepemilikan data genetik antara platform atau pemerintah. Nusantics mendukung kepemilikan data oleh platform, karena mereka bisa menjadi medium yang mempertemukan antara pasien dengan donor.
Secara demokratis, masyarakat dan platform berhak menentukan data mereka sendiri. Ketika kita sudah terhubung dengan ekosistem kesehatan digital negara lain, masyarakat Indonesia bisa berpartisipasi dalam penelitian karena tingkat imunitas yang bagus.
Unduh East Ventures – Digital Competitiveness Index 2023 di sini.