Beberapa cara yang akan dilakukan startup Indonesia ketika sulit menemukan SDM Digital

Beberapa cara yang dilakukan startup Indonesia ketika sulit menemukan SDM Digital

Perusahaan mempertimbangkan beberapa kelemahan yang ada pada para kandidat dalam proses seleksi. Namun, mereka terkadang menerima kandidat yang berada di bawah kualifikasi

6 Juli 2022

Keterampilan digital sangat penting bagi perusahaan dalam proses seleksi karyawan di berbagai profesi saat ini. Menemukan karyawan dengan keterampilan digital yang baik dan memberikan remunerasi yang lebih tinggi daripada profesi lain adalah beberapa bentuk perusahaan yang memprioritaskan investasi teknologi.

Temuan ini berasal dari survei pada East Ventures-Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022. Sekitar 71 perusahaan digital Indonesia dari skala kecil, menengah, dan besar, ikut memberikan pandangannya terkait daya saing digital Indonesia.

Lebih dari 60% perusahaan mengungkapkan bahwa keterampilan digital sangat penting untuk proses rekrutmen di berbagai profesi. Lebih dari 80% dari total responden mempertimbangkan untuk meningkatkan investasi teknologi digital sehingga mereka dapat meningkatkan skala bisnis, menjadikannya lebih efisien dan produk berkualitas lebih baik. Menurut survei, hampir 65% dari 71 perusahaan responden menyatakan mereka akan mengalokasikan remunerasi yang lebih tinggi untuk karyawan terampil digital khusus.

Akan tetapi, mayoritas perusahaan (52%) kesulitan mencari karyawan dengan kemampuan digital yang tepat. Hampir 90% perusahaan Indonesia menilai ketersediaan tenaga kerja terampil digital masih lebih rendah dari permintaan. 

Perusahaan menemukan dan mempertimbangkan beberapa kelemahan saat ingin menerima karyawan baru dengan kemampuan digital, diantaranya seperti kemampuan mengimplementasi pekerjaan yang masih teoritis; kemampuan yang terlalu umum; pengalaman yang buruk; dan lamanya beradaptasi. 

Ada beberapa hal yang umumnya akan dilakukan perusahaan ketika mereka belum menemukan kandidat yang cocok. Mereka akan lebih agresif dalam strategi rekrutmen, termasuk melalui referral. Perusahaan juga akan memperpanjang durasi pencarian kandidat. Beberapa dari mereka akan menerima kandidat meskipun kemampuannya di bawah standar minimum, tetapi akan membantu meningkatkan keterampilan dengan melakukan pelatihan; cara lain adalah dengan membajak pekerja dari perusahaan lain dan outsourcing dari negara lain (lihat tabel di bawah).

Selain itu, EV-DCI 2022 menunjukkan penurunan skor median tenaga kerja sektor terkait digital dari tahun lalu sebesar 5,3 poin menjadi 5,1 poin. Hal ini menjelaskan bahwa masih ada masalah kesenjangan pasokan-permintaan tenaga kerja terampil digital di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. 

Survei EV-DCI 2022 menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama kesenjangan ini adalah kurikulum di lembaga pendidikan masih belum memberikan kompetensi digital yang memadai.

Pemenuhan kesenjangan permintaan dan penawaran talenta digital telah menjadi hal yang mendesak seiring dengan pengalaman bangsa yang mengalami booming digital di industri teknologi selama lebih dari satu dekade. Di Indonesia, pemerintah memperkirakan negara ini kekurangan sekitar 400-500 ribu talenta digital setiap tahun. Setidaknya 50% dari karyawan hanya memiliki keterampilan digital tingkat dasar dan menengah. Pada tahun 2030, kawasan ini diperkirakan akan mengalami kekurangan 47 juta talenta digital.

Oleh karena itu, pemerintah telah melakukan beberapa upaya dan program untuk meningkatkan pasar tenaga kerja digital. Misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyediakan Digital Talent Scholarship dan Digital Leadership Academy untuk mempercepat pengembangan talenta digital di seluruh tanah air. Selanjutnya, Kementerian Pendidikan meluncurkan program Merdeka Belajar dan sertifikasi magang untuk mempersiapkan kandidat  karyawan dengan keterampilan digital.

Dalam survei tersebut, lebih banyak startup dan perusahaan menengah dan besar yang mengajukan perbaikan mendasar, terutama dalam pendidikan dan penyiapan calon tenaga kerja, seperti penyempurnaan kurikulum pendidikan formal yang lebih adaptif dengan kebutuhan industri (82,5%) dan kerjasama antara pemerintah dan perusahaan dalam membuat program persiapan kerja (52,5%). Sementara itu, perusahaan rintisan kecil lebih cenderung mengusulkan peningkatan partisipasi lembaga pelatihan (38,7%).

Menyikapi hal tersebut, pemerintah, perusahaan rintisan digital, perusahaan besar, dan institusi pendidikan harus duduk bersama untuk mencari lebih banyak solusi agar Indonesia tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga menghasilkan talenta berkualitas untuk mendorong ekonomi digital. Untuk informasi lebih lengkap, Anda dapat mengunduh laporan EV-DCI 2022 di sini.