Paduan Kopi dan Teknologi Ala Robin Boe
5 March 2019
Jakarta, 3 Maret 2019 – Minum kopi bukan hobi baru Robin Boe. Sejak kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mikroskil, Medan, sebelas tahun lalu, ia sudah bergelut dengan kopi. Bahkan, saat itu Robin bersama temannya, Johni Kusno, mendirikan Otten Coffee, kedai kopi yang juga menjual kopi beraneka rasa, berbagai mesin pembuat kopi, dan peralatan barista.
Melihat bisnis kopinya yang sukses, kini Robin berbisnis kopi melalui dua bendera. Pertama, Otten Coffee House di bawah bendera PT Otten Coffee Indonesia yang didirikannya pada 2008. Kedua, Fore Coffee yang baru berdiri sejak tahun lalu. “Keduanya mempunyai keunggulan sebuah coffee shop yang digabungkan dengan teknologi,” ujar Robin, CEO Fore Coffee dan Co-founder Otten Coffee.
Jadi, Robin sengaja menghubungkan bisnis kopi dan teknologi sebagai sarana distribusinya. Mirip seperti layanan Go-Food dan GrabFood, Fore Coffee membangun platform pemesanan kopi mereka berupa aplikasi di ponsel pintar. Layanan tersebut memungkinkan pihak Fore Coffe segera menyiapkan minuman yang dipesan pelanggan begitu pelanggan mengklik tombol pesan di aplikasi. Hal tersebut tentunya berbeda dengan layanan Go-Food yang mengharuskan driver memesan dan menunggu kopi setelah pemesanan.
Ditambahkan Elisa Suteja, Deputi CEO Fore Coffee, dengan mennggabungkan kopi dan teknologi, terjadi efisiensi. Contoh kasusnya, Otten Coffee yang awalnya berbasis di Medan, dengan teknologi bisa menyebar ke seluruh Indonesia. “Dengan menambahkan teknologi, banyak yang bisa kami tingkatkan efisiensinya. Salah satunya, jangka waktu konsumen bisa mengonsumsi kopi dan kenyamanan konsumen sendiri,” kata Elisa.
Dengan teknologi, pihaknya bisa mengecek, misalnya, berapa waktu yang diperlukan agar produknya sampai ke pelanggan, juga bisa mengetahui informasi dari setiap pelanggan terkait berapa kali mereka memesan dan menu apa yang mereka sukai. Jadi, dengan teknologi pihaknya bisa lebih mudah mempelajari karakter pelanggan.
“Dengan adanya aplikasi, banyak fitur yang bisa diakses konsumen. Misalnya, setiap hari saya minum capucino, saya ingin cari produk yang sama lebih mudah. Dari kami sebagai penyedia platform, kami bisa mengetahui kebiasaan konsumen dan dapat membuat fitur yang sesuai dengan kebiasaan konsumen itu. Menurut kami, kebiasaan konsumen kopi mungkin tidak sama dengan makanan lainnya,” ungkap Elisa.
Apa diferensiasi Fore Coffee dibandingkan kompetitor? “Fore itu specialty coffedi mana kami menggunakan 100% arabika dan fresh roasted. Beda Fore dengan yang lain, kami specialty; barista kami well-trained, kami menggunakan mesin-mesin dengan teknologi. Jadi, rasanya bisa standar di setiap cabang,” Robin menjelaskan.
Selain itu, seperti sudah disebutkan di atas, pihaknya juga menggunakan teknologi aplikasi sehingga konsumen dapat lebih mudah mendapatkan produk. “Kami ingin mengubah cara orang minum kopi. Saat ini di Jakarta macet, jadi dengan Fore, pesan kopi bisa di mana saja, tidak harus ke coffee shop,” kata Robin berpromosi. Rentang harga menu di Fore Coffee: kopi Rp 28 ribu-48 ribu;cookies sekitar Rp 20 ribu. Ada juga paket bundling Rp 40 ribu sudah dapat kopi dan cookies.
Saat ini Fore Coffee yang didanai East Ventures ini memiliki 13 gerai di Jakarta. Kalau dilihat sebaran gerainya, fokusnya adalah office worker. Ada juga yang di daerah komersial yang dekat dengan permukiman, misalnya di Pasanggrahan, Kemang, dan Green Bay Jakarta. “Jadi, target pasar kami adalah pelanggan usia aktif, 18-55 tahun, dan semua yang mengonsumsi kopi,” kata Elisa. Akhir Januari lalu, pihaknya telah menambah 15 gerai lagi dengan konsep dine in, grab and go, dan drive-thru di SCBD dan Panin Sudirman, Jakarta. Hingga saat ini, Fore Coffee belum berencana diwaralabakan karena masih ingin mematangkan dulu di Jakarta atau Jabodetabek, baru ekspansi ke kota lain.
Mengenai penjualan Fore Coffee, per Januari 2019 naik terus. “Saya bisa berikan perbandingan saja. Pada November 2018 ke Desember 2018, transaksi melalui aplikasi kami naik 18 kali lipat. Juga, transaksi dari aplikasi sendiri sudah taking account 20-30 persen dari GMV bulan Desember. GMV kami November ke Desember ada kenaikan 90 persen. Kami lihat bahwa kenaikannya sungguh sangat menarik, dalam satu bulan orang-orang sudah mulai downloaddan redeeming,” ungkap Elisa bangga.
Satu bulan setelah diluncurkan pada Desember tahun lalu, aplikasinya sudah diunduh 30 ribu kali. Di Android pada kategori Food and Beverages, Fore Coffee sudah masuk nomor dua se-Indonesia. Meski begitu, Fore Coffee juga memasarkan produknya lewat Go-Food dan GrabFood. Untuk pembayaran, pihaknya akan mengintegrasikan aplikasinya dengan OVO dan Go-Pay.
Chiria Leozha, pelanggan Fore Coffee, mengatakan bahwa dari segi rasa dan kualitas kopi yang ditawarkan, Fore Coffee tidak kalah dengan coffee shop internasional yang ada di pasar. “Fitur pemesanan melalui aplikasi Fore Coffee di smartphone menjadi hal baru yang memudahkan customer mendapatkan kopi,” katanya.
Seperti sudah disinggung di atas, jauh sebelum memulai Fore Coffe, Robin mendirikan Otten Coffee di Medan. Ia membesut Otten bersama teman kuliahnya di STEI Mikroskil Medan, Jhoni Kusno. Otten Coffee, selain sebagai kedai kopi, juga menjual kopi beraneka rasa hingga ke mancanegara serta berbagai mesin pembuat kopi dan peralatan barista.
Pada awal 2012, Otten Coffee mulai melakukan proses roasting kopi sendiri. Kopi jenis roasted produksinya telah diekspor ke negara-negara Afrika, Australia, Malaysia, Singapura, Korea, dan Jepang. Otten Coffee telah menjual sekitar 30 jenis kopi dari Indonesia dan mancanegara, antara lain kopi Aceh, kopi Luwak, kopi Jawa, kopi Bali, kopi Mandailing, kopi Gayo, kopi Brasil, dan kopi Colombia.
Untuk bisnis peralatan kopi, target pasarnya adalah lokal dan kawasan Asia Tenggara. Otten Coffee menjual peralatan terkait kopi seperti mesin penggiling kopi (grinder), mesin espresso, mesin penyeduhan kopi (manual brewer), dan peranti barista. Saat ini, Otten Coffee memasarkan enam ribuan alat pembuat kopi, biji kopi, dan teh.
Lalu, berapa porsi B2B dan B2C Otten Coffee? “Kami 95% langsung ke user dan 5% lebih ke bisnis. Kami di sini banyak manual brew dan kami banyak menjualcoffee beans, makanya semua orang di rumah bisa seduh kopi,” kata Robin.
*Artikel ini juga muncul di majalah SWA edisi Maret 2019
Source: SWA