
Insights
Menjawab tantangan kesehatan Indonesia dengan berinvestasi di health tech
Pandemi COVID-19 telah menunjukkan kesenjangan yang genting dalam hal infrastruktur layanan kesehatan di Indonesia dan memperlihatkan letak kekurangan sistem kesehatan yang membutuhkan solusi yang terukur. Perubahan tidak terjadi dalam semalam, terutama untuk sektor kesehatan, yang terdiri dari berbagai industri yang saling terkait dengan pengawasan regulasi yang ketat. Namun justru karena industri ini sangat diatur, regulasi memainkan peran besar dalam membentuk tren yang ada dan akan datang.
Omnibus Law UU Kesehatan (UU No. 17 tahun 2023) yang baru disahkan memicu reformasi besar untuk merevitalisasi sistem layanan kesehatan Indonesia setelah pandemi COVID-19. Omnibus Law berfokus pada peningkatan kualitas dan akses tenaga kesehatan dan layanan kesehatan di Indonesia serta mendukung langkah Indonesia menuju kebutuhan farmasi yang mandiri. Reformasi ini menunjukkan bahwa sektor kesehatan akan berkembang di beberapa bidang utama:
- Pemerintah, masyarakat, dan inovasi layanan kesehatan mulai bergerak ke arah akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan yang terjangkau.
- Pemerintah mengamanatkan agar fasilitas pelayanan kesehatan memprioritaskan produk farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.
- Produsen farmasi dan alat kesehatan di Indonesia wajib memprioritaskan bahan baku dalam negeri.
Pemanfaatan teknologi dalam industri kesehatan
Sektor kesehatan Indonesia memasuki era baru dalam pemanfaatan teknologi. Untuk mengatasi tantangan terbesar dalam layanan kesehatan di Indonesia, dibutuhkan inovasi yang mengubah cara mendiagnosis, mengobati penyakit, dan memberikan layanan kesehatan. Kami melihat peluang bagi startup teknologi kesehatan untuk meningkatkan hasil layanan kesehatan di tiga area utama: efektivitas biaya, kemudahan penggunaan, dan penyakit tidak menular.
1. Efektivitas biaya
Selama beberapa dekade, biaya layanan kesehatan terus meningkat secara global. Pada tahun 2020, pengeluaran kesehatan Indonesia mencapai 3,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Tingkat pengeluaran ini menyebabkan masyarakat harus menanggung sebagian besar biaya medis mereka. Pada tahun yang sama, 31,78% dari total pengeluaran kesehatan di Indonesia berasal dari uang pribadi, di atas batas maksimal 20% yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO).
Meskipun sistem kesehatan Indonesia terus berkembang, masih ada potensi perbaikan untuk mengurangi beban finansial masyarakat dan meningkatkan hasil layanan kesehatan, misalnya:
- Otomasi & efisiensi: Teknologi kesehatan digital dapat mengotomatisasi tugas administratif seperti penjadwalan kesehatan, penagihan, dan pemrosesan klaim asuransi. Hal ini mengurangi kebutuhan tenaga administratif yang besar dan menekan biaya operasional.
- Perangkat pemantauan kesehatan: Perangkat dan aplikasi kesehatan membantu mendeteksi masalah kesehatan sejak dini, memungkinkan efisiensi waktu dan mengurangi biaya jangka panjang.
- Analisis data: Analitik big data dalam layanan kesehatan dapat mengidentifikasi pola dan memprediksi wabah penyakit, memungkinkan sistem kesehatan mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif serta menghindari biaya tanggap darurat yang besar.
Salah satu contohnya adalah Mesh Bio, perusahaan yang memanfaatkan analitik data untuk meningkatkan pengambilan keputusan klinis dan memberikan analisis prediktif untuk perawatan diabetes. Dengan HealthVector® Diabetes, pasien diabetes tipe II dapat memprediksi risiko berkembangnya penyakit ginjal kronis dalam tiga tahun ke depan. Hal ini memungkinkan pasien melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk mengurangi faktor risiko dan menghindari perawatan medis yang mahal di masa depan.
2. Intuitif
Salah satu dampak besar pandemi COVID-19 adalah semakin kaburnya batas antara pasien dan konsumen. Pasien yang menerima perawatan medis kini juga membutuhkan perlakuan seperti konsumen yang mencari informasi kesehatan. Pasien sekarang menginginkan lebih banyak transparansi dan personalisasi dari dokter dan pelayanan kesehatan yang mereka terima. Ke depannya, sektor kesehatan akan membutuhkan lebih banyak inovasi untuk mengimbangi permintaan akan transparansi dan layanan kesehatan yang intuitif.
Teknologi kesehatan digital, seperti portal pasien dan aplikasi kesehatan seluler, dapat menghadirkan tampilan yang ramah pengguna untuk meningkatkan keterlibatan pasien dan manajemen personalisasi. Alat ini memungkinkan pasien dengan mudah menjadwalkan waktu cek kesehatan, melihat hasil tes, mengakses informasi kesehatan, menerima pengingat obat, serta berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan langsung dari rumah.
Selain itu, kemajuan dalam genomik memungkinkan perencanaan perawatan yang dipersonalisasi berdasarkan riwayat pasien, risiko, dan kebutuhan individu. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepuasan pasien tetapi juga meningkatkan hasil kesehatan secara keseluruhan.
3. Mengatasi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular yang mencakup penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan kronis, diabetes, dan kanker, merupakan penyebab utama kematian di Indonesia serta menyumbang porsi terbesar dalam total pengeluaran BPJS. Pada tahun 2023, penyakit tidak menular menelan biaya pemerintah hingga Rp34,7 triliun dengan total 29,7 juta kasus.
Menurut WHO, cara terbaik untuk menangani penyakit ini adalah melalui pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan yang efektif. Dengan inovasi di bidang kesehatan, pasien lebih mungkin mendapatkan diagnosis yang tepat serta rencana perawatan yang sesuai lebih awal, sehingga meningkatkan peluang pemulihan dari penyakit-penyakit ini.
Perusahaan healthtech dalam portofolio East Ventures, seperti Nusantics, NalaGenetics, PathGen, dan Mesh Bio, telah membuat kemajuan signifikan dalam menangani penyakit tidak menular. Startup ini telah memperkenalkan berbagai inovasi teknologi kesehatan yang memungkinkan masyarakat melakukan deteksi dini terhadap penyakit tidak menular. Khususnya untuk kanker, sebagai “silent killer“, deteksi dini menjadi sangat penting untuk memastikan proses pengobatan efektif dan tepat waktu.
Menghadirkan deteksi dini kanker yang lebih terjangkau untuk semua
Di Indonesia, kanker merupakan salah satu penyakit kritis yang paling umum, selain stroke, penyakit jantung, dan diabetes. Menurut data dari Global Cancer Observatory, pada tahun 2022 terdapat lebih dari 408.661 kasus kanker baru di Indonesia dengan total 242.099 kematian. Angka ini diproyeksikan meningkat sebesar 63% antara tahun 2025 hingga 2040.
Beberapa jenis kanker yang paling umum di Indonesia antara lain kanker payudara, kanker serviks, kanker paru-paru, dan kanker kolorektal.
Sebagai bagian dari komitmennya dalam mengurangi penyakit tidak menular di Indonesia dan Asia Tenggara, perusahaan health tech dalam portofolio East Ventures telah mengembangkan metode skrining kesehatan dan deteksi dini untuk berbagai jenis kanker.
NalaGenetics telah memperkenalkan MammoReady, sebuah tes prediksi risiko kanker payudara yang menggabungkan analisis DNA komprehensif untuk memperkirakan risiko kanker payudara berdasarkan tiga aspek utama:
- Polygenic Risk: Menggunakan sistem penilaian untuk memprediksi kemungkinan seseorang terkena kanker payudara dalam lima tahun ke depan.
- Monogenic Risk: Menganalisis faktor genetik spesifik dengan meneliti gen seperti BRCA1 dan BRCA2, yang dikenal terkait dengan kanker payudara.
- Clinical Risk: Menilai individu berdasarkan kombinasi faktor risiko genetik dan klinis untuk mengkategorikan mereka sebagai berisiko tinggi atau berisiko rata-rata.
Tes ini sederhana dan cepat, terdiri dari tiga langkah: pengambilan sampel swab non-invasif di rumah, pengujian genetik, dan pengiriman hasil pengecekan. Laporan hasil pengecekan tersedia dalam waktu sekitar 4-6 minggu dan mengklasifikasikan individu dalam dua kategori risiko: Average (di bawah rata-rata) dan Elevated (di atas rata-rata).
NalaGenetics, didirikan oleh Levana Sani dan Astrid Irwanto, merupakan perusahaan bioteknologi berbasis di Singapura yang berfokus pada pengujian genetik untuk mengurangi reaksi obat yang merugikan dan meningkatkan efektivitas resep bagi populasi lokal di Singapura dan Indonesia. Dengan mempelajari bagaimana DNA seseorang memengaruhi respons terhadap obat, perusahaan ini memiliki tujuan untuk mengembangkan tes genetik yang terjangkau, mudah dipahami, dan sesuai dengan kebutuhan pasien Asia.
Untuk kanker serviks, Nusantics mengembangkan PathoScan hrHPV qPCR Kit, sebuah alat tes DNA HPV dengan tingkat akurasi hingga 99,65% untuk sampel swabserviks. Tes ini dapat mendeteksi 14 tipe virus HPV berisiko tinggi, termasuk HPV-16 dan HPV-18 yang merupakan penyebab utama kanker serviks.
Infeksi virus Human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan perubahan prakanker yang dikenal sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN). CIN dapat dideteksi melalui berbagai tes skrining dan diobati dengan teknik sederhana. Deteksi dan pengobatan penyakit pada tahap CIN dapat mencegah perkembangan kanker serviks di masa depan.
Hal yang membuat tes Nusantics unik adalah kemampuannya mendeteksi HPV dengan tingkat akurasi 98,48% melalui sampel urin, memungkinkan pengambilan sampel yang tidak menyakitkan.
Nusantics yang didirikan pada tahun 2020 oleh Revata Utama, merupakan perusahaan bioteknologi asal Indonesia yang berfokus pada diagnostik molekuler presisi. Perusahaan ini mengembangkan solusi berbasis PCR dan next-generation sequencing (NGS) untuk mengurangi kesenjangan dalam metode diagnostik serta meningkatkan layanan kesehatan.
Sementara itu, PathGen yang didirikan oleh Dr. Susanti dan dr. Michael Spica Rampangilei, sedang mengembangkan alat diagnostik molekuler yang terjangkau untuk berbagai jenis kanker, termasuk kanker kolorektal, kanker paru-paru, dan kanker nasofaring.
Kedepannya, PathGen berencana memanfaatkan teknologi NGS untuk memfasilitasi profil genetik penyakit yang lebih komprehensif.
Didirikan pada tahun 2020, PathGen menggunakan teknologi PCR dalam solusi diagnostik molekuler guna meningkatkan akurasi dan aksesibilitas deteksi kanker bagi setiap pasien.
Komitmen East Ventures terhadap industri health tech
East Ventures telah aktif berinvestasi pada startup kesehatan di Asia Tenggara. Saat ini, kami memiliki portofolio yang mencakup rantai industri kesehatan dari hulu ke hilir. Sejak tahun 2018, East Ventures telah berada di garis depan investasi terkait genomik, ketika bidang ini masih tergolong baru.
Selain genomik, portofolio health tech kami mencakup perusahaan seperti Aevice Health, Intellect, Riliv, Diri Care, FitHub, Klar, Amili, dan Etana. Perusahaan-perusahaan ini menjadi pionir dalam berbagai inovasi di bidang kesehatan mental, perawatan personal, kebugaran, diagnostik, dan bioteknologi. Apa yang awalnya dimulai sebagai tesis investasi baru bagi East Ventures pada tahun 2013 kini telah berkembang menjadi pilar utama, mulai dari pendanaan hingga inisiatif berskala besar.
Kami telah memiliki keyakinan kuat terhadap potensi kawasan ini selama lebih dari satu dekade, dan kami bersemangat untuk terus berkontribusi dalam mewujudkan kebangkitan Asia Tenggara dengan meningkatkan layanan kesehatan di kawasan regional.
Jika Anda adalah pendiri startup yang bergerak di sektor health tech, kirim pitch Anda di sini.
Oleh Maria Marcia, Investment Professional East Ventures