Pandemi COVID-19 telah mengungkap celah kritis dalam infrastruktur kesehatan Indonesia, menyoroti kelemahan struktural dan sistemik yang memerlukan solusi yang dapat dikembangkan.
Meskipun revolusi di sektor yang ketat ini tidak mudah, kita kini menyaksikan pergeseran penting yang didorong oleh Omnibus Law (UU Nomor 17 Tahun 2023) dan adopsi digital yang cepat di sektor kesehatan Indonesia.
Seiring berjalannya tahun 2025, sektor ini memasuki era kebangkitan yang ditandai dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan para inovator dalam upaya membangun ekosistem yang lebih tangguh.
Pengeluaran kesehatan saat ini telah melampaui Rp200 triliun, didorong oleh pertumbuhan kelas menengah yang substansial dan peningkatan adopsi layanan kesehatan digital.
Inovasi digital terus berkembang pesat, mencakup bidang telemedisin, diagnostik berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI), dan pengembangan platform data kesehatan.
Bagaimana pemanfaatan teknologi berlaku di industri kesehatan Indonesia?
Untuk mengatasi tantangan terbesar dalam layanan kesehatan di Indonesia, dibutuhkan inovasi yang mengubah cara mendiagnosis, mengobati penyakit, dan memberikan layanan kesehatan.
Kami melihat peluang bagi startup teknologi kesehatan untuk meningkatkan hasil layanan kesehatan di tiga area utama: efektivitas biaya, kemudahan penggunaan, dan solusi penyakit tidak menular.
1. Efektivitas biaya: Mengurangi beban
Selama beberapa dekade, biaya layanan kesehatan terus meningkat secara global. Proyeksi terbaru menunjukkan bahwa pengeluaran kesehatan Indonesia sedang stabil, namun tetap menjadi fokus utama karena pemerintah berupaya mengurangi beban finansial bagi pasien.
Meskipun sistem kesehatan Indonesia terus berkembang, masih ada potensi perbaikan untuk mengurangi beban finansial masyarakat dengan bantuan teknologi::
- Otomasi & efisiensi: Teknologi kesehatan digital dapat mengotomatisasi tugas administratif seperti penjadwalan kesehatan, penagihan, dan pemrosesan klaim asuransi, untuk menekan biaya operasional.
- Perangkat pemantauan kesehatan: Pasar “layanan kesehatan terhubung (connected healthcare)” Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 28,13%. Perangkat dan aplikasi memungkinkan deteksi dini, dapat memberikan intervensi tepat waktu untuk mencegah biaya jangka panjang.
- Analisis data: Analitik big data dalam layanan kesehatan dapat mengidentifikasi pola dan memprediksi wabah penyakit. Startup seperti Mesh Bio, sebuah perusahaan yang didukung oleh East Ventures, menggunakan analisis data untuk mengklasifikasikan risiko pada kondisi kronis. Misalnya, alat HealthVector® Diabetes mereka membantu pasien menilai risiko penyakit ginjal kronis, memungkinkan mereka untuk melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan, sehingga mengurangi faktor risiko dan menghindari komplikasi mahal di masa depan.
2. Intuitif: Konsumerisasi layanan kesehatan
Kini, batas antara “pasien” dan “konsumen” telah melebur. Di tahun 2025, pasien mengharapkan tingkat transparansi dan personalisasi yang sama dari dokter seperti yang mereka dapatkan dari aplikasi e-commerce.
Teknologi kesehatan digital, seperti portal pasien dan aplikasi kesehatan, dapat menghadirkan tampilan yang ramah pengguna untuk meningkatkan keterlibatan pasien dan manajemen personalisasi.
Alat ini memungkinkan pasien dengan mudah menjadwalkan waktu cek kesehatan, melihat hasil tes, mengakses informasi kesehatan, menerima pengingat obat, serta berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan langsung dari rumah.
Selain itu, kemajuan dalam genomik memungkinkan perencanaan perawatan yang dipersonalisasi berdasarkan riwayat pasien, risiko, dan kebutuhan individu. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepuasan pasien tetapi juga meningkatkan hasil kesehatan secara keseluruhan.
3. Mengatasi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular (PTM)—seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan kanker—merupakan penyebab utama kematian di Indonesia serta menyumbang porsi terbesar dalam total pengeluaran BPJS. Pada tahun 2023, penyakit tidak menular menelan biaya pemerintah hingga Rp34,7 triliun dengan total 29,7 juta kasus. Dibandingkan degan tahun 2022, biaya naik sebesar 44% dan kasus meningkat 28%, yang menunjukkan bahwa pengobatan PTM juga semakin mahal.
Perusahaan healthtech dalam portofolio East Ventures, seperti NalaGenetics, Nusantics, dan PathGen, telah membuat kemajuan dalam perawatan pencegahan dan deteksi dini—cara paling efektif untuk menangani penyakit tidak menular.
Menghadirkan deteksi dini kanker yang lebih terjangkau untuk semua
Di Indonesia, kanker merupakan salah satu penyakit kritis yang paling umum, selain stroke, penyakit jantung, dan diabetes.
Menurut data dari Global Cancer Observatory, pada tahun 2022 terdapat lebih dari 408.661 kasus kanker baru di Indonesia dengan total 242.099 kematian. Angka ini diproyeksikan meningkat sebesar 63% antara tahun 2025 hingga 2040.
Perusahaan health tech dalam portofolio East Ventures telah mengembangkan teknologi untuk mengatasi hal ini:
1. NalaGenetics: Kanker payudara
NalaGenetics telah memperkenalkan MammoReady, sebuah tes prediksi risiko kanker payudara yang menggabungkan analisis DNA komprehensif untuk memperkirakan risiko kanker payudara berdasarkan tiga aspek utama:
- Polygenic Risk: Menggunakan sistem penilaian untuk memprediksi kemungkinan seseorang terkena kanker payudara dalam lima tahun ke depan.
- Monogenic Risk: Menganalisis faktor genetik spesifik dengan meneliti gen seperti BRCA1 dan BRCA2, yang dikenal terkait dengan kanker payudara.
- Clinical Risk: Menilai individu berdasarkan kombinasi faktor risiko genetik dan klinis untuk mengkategorikan mereka sebagai berisiko tinggi atau berisiko rata-rata.
Tes ini sederhana dan cepat, terdiri dari tiga langkah: pengambilan sampel swab non-invasif di rumah, pengujian genetik, dan pengiriman hasil pengecekan.
Laporan hasil pengecekan tersedia dalam waktu sekitar 4-6 minggu dan mengklasifikasikan individu dalam dua kategori risiko: Average (di bawah rata-rata) dan Elevated (di atas rata-rata).
NalaGenetics, didirikan oleh Levana Sani dan Astrid Irwanto, merupakan perusahaan bioteknologi berbasis di Singapura yang berfokus pada pengujian genetik untuk mengurangi reaksi obat yang merugikan dan meningkatkan efektivitas resep bagi populasi lokal di Singapura dan Indonesia.
2. Nusantics: Kanker serviks
Untuk kanker serviks, Nusantics mengembangkan PathoScan hrHPV qPCR Kit, sebuah alat tes DNA HPV dengan tingkat akurasi hingga 99,65% untuk sampel swabserviks. Tes ini dapat mendeteksi 14 tipe virus HPV berisiko tinggi, termasuk HPV-16 dan HPV-18 yang merupakan penyebab utama kanker serviks.
Infeksi virus Human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan perubahan prakanker yang dikenal sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN). CIN dapat dideteksi melalui berbagai tes skrining dan diobati dengan teknik sederhana. Deteksi dan pengobatan penyakit pada tahap CIN dapat mencegah perkembangan kanker serviks di masa depan.
Hal yang membuat tes Nusantics unik adalah kemampuannya mendeteksi HPV dengan tingkat akurasi 98,48% melalui sampel urin, memungkinkan pengambilan sampel yang tidak menyakitkan.
Nusantics yang didirikan pada tahun 2020 oleh Revata Utama, merupakan perusahaan bioteknologi asal Indonesia yang berfokus pada diagnostik molekuler presisi. Perusahaan ini mengembangkan solusi berbasis PCR dan next-generation sequencing (NGS) untuk mengurangi kesenjangan dalam metode diagnostik serta meningkatkan layanan kesehatan.
3. PathGen: Kanker usus, paru-paru, dan nasofaring
PathGen yang didirikan oleh Dr. Susanti dan dr. Michael Spica Rampangilei, sedang mengembangkan alat diagnostik molekuler yang terjangkau untuk berbagai jenis kanker, termasuk kanker kolorektal, kanker paru-paru, dan kanker nasofaring.
Kedepannya, PathGen berencana memanfaatkan teknologi NGS untuk memfasilitasi profil genetik penyakit yang lebih komprehensif.
Didirikan pada tahun 2020, PathGen menggunakan teknologi PCR dalam solusi diagnostik molekuler guna meningkatkan akurasi dan aksesibilitas deteksi kanker bagi setiap pasien.
Meraih masa depan yang lebih sehat melalui kolaborasi bersama Kemenkes
Inovasi tidak dapat tercipta sendiri. East Ventures meyakini kekuatan kemitraan antara sektor publik dan swasta untuk mempercepat transformasi.
Mulai tahun 2022, kami mendukung peluncuran Inisiatif Ilmu Biomedis dan Genomika (BGSi), program inisiatif nasional pertama yang bertujuan untuk mengembangkan pengobatan yang lebih akurat bagi masyarakat melalui penggunaan teknologi untuk mengumpulkan informasi genetik (genom) dari manusia dan patogen seperti virus dan bakteri, atau yang dapat disebut sebagai whole genome sequencing (WGS).
Pada tahun 2023, kami kembali bermitra dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Redseer Strategy Consultants untuk menerbitkan white paper “Genomics: Melompat ke Masa Depan Sistem Kesehatan Indonesia”. Laporan ini memberikan pemahaman komprehensif tentang bagaimana genomika dapat meningkatkan sistem kesehatan di Indonesia.
Kami melanjutkan kolaborasi kami dengan Health Innovation Sprint Accelerator (HISA) 2023 dan memperpanjangnya hingga 2024, sebagai mentor dan juri, membantu mengidentifikasi dan mengangkat tiga inovasi terbaik.
Pada Oktober 2025, kami dengan bangga kembali mendukung Kemenkes dalam meluncurkan “Indonesia Healthcare AI Hackathon 2025.”
Inisiatif ini mengumpulkan dokter, engineer AI, dan peneliti untuk mengembangkan solusi bagi lima masalah kesehatan prioritas Indonesia: tuberkulosis, stroke, stunting, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.
Sebagai Mitra Inkubasi Kemenkes, East Ventures mendukung peserta dengan memberikan masukan strategis mengenai skalabilitas bisnis dan mengubah ide-ide inovatif menjadi usaha yang berkelanjutan.
Dengan berkolaborasi dengan Kantor Transformasi Digital (DTO) Kemenkes, kami membantu membangun ekosistem di mana AI tidak menggantikan tenaga medis, melainkan memberdayakan mereka—meningkatkan akurasi diagnosis dan memperluas akses layanan di seluruh 17.000 pulau di Indonesia.
Komitmen East Ventures terhadap industri health tech
Apa yang awalnya dimulai sebagai tesis investasi baru bagi East Ventures pada tahun 2013 kini telah berkembang menjadi pilar utama strategi investasi kami.
East Ventures telah aktif berinvestasi pada startup kesehatan di Asia Tenggara. Saat ini, kami memiliki portofolio yang mencakup rantai industri kesehatan dari hulu ke hilir.
Selain genomik, portofolio health tech kami mencakup perusahaan seperti Aevice Health, Mesh Bio, Intellect, Riliv, Diri Care, FitHub, Klar, Amili, dan Etana.
Kami memiliki keyakinan kuat terhadap potensi kawasan ini selama lebih dari satu dekade, dan kami bersemangat untuk terus berkontribusi dalam mewujudkan Asia Tenggara yang lebih sehat untuk generasi selanjutnya.
Jika Anda adalah pendiri startup yang bergerak di sektor health tech, kirim pitch Anda di sini.
Oleh Maria Marcia, Investment Professional East Ventures








