Strategi dekarbonisasi dalam mewujudkan ekonomi hijau yang berkelanjutan di Indonesia

Perubahan iklim telah menjadi hal besar yang memerlukan perhatian dan komitmen internasional, terutama dengan adanya cuaca ekstrem seperti musim kering yang panjang, gelombang panas, hujan lebat, banjir, dan tanah longsor yang terjadi di seluruh dunia. Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak luput dari dampak ini. Kenaikan permukaan laut juga mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dimana hal tersebut berakibat pada kualitas tangkapan ikan, hasil pertanian, dan sumber daya air.

Panduan ESG untuk startup

‘Tungku-tungku pembakaran di dunia membakar sekitar 2.000.000.000 ton batu bara per tahun. Ketika pembakaran ini terjadi dan menyatu dengan oksigen, 7.000.000.000 ton karbon dioksida dilepaskan ke atmosfer setiap tahunnya. Hal ini menjadikan udara sebagai ‘selimut’ yang lebih efektif bagi bumi dan membuat suhu meningkat. Dampaknya mungkin akan sangat besar dalam beberapa abad.’ Kutipan di atas diambil dari surat kabar tahun 1912 yang memperingatkan tentang konsekuensi pertumbuhan yang tidak terkendali. Kekhawatiran global mengenai kelangsungan hidup generasi mendatang dan planet terus meningkat hingga tahun 1987, ketika PBB mendefinisikan keberlanjutan sebagai “memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”