Navigating the fintech landscape, Indonesia's journey and potential, by Yoshiharu Okubo and Gavin Adrian
East Ventures

Share

11 Oktober 2024

Insights

Menelusuri perkembangan dan peluang fintech di Indonesia

Sektor fintech di Indonesia telah berevolusi secara dinamis, dimulai dari perkembangan dalam pembayaran online, diversifikasi ke berbagai sektor industri, dan menjangkau pasar yang belum terlayani di kota-kota tier 2 dan tier 3, serta memenuhi kebutuhan finansial yang unik di ekosistem startup maupun Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). 

Evolusi ini menunjukkan kemampuan beradaptasi dan beragam inovasi yang beragam dalam lanskap fintech di Indonesia.

Perjalanan fintech di Indonesia dimulai dengan fokus memfasilitasi pembayaran online, sebagai respons terhadap maraknya transaksi online dan e-commerce.

Startup pionir seperti Xendit, salah satu perusahaan portofolio East Ventures di bidang fintech, secara signifikan membantu menyempurnakan arus pembayaran dan menyediakan infrastruktur pembayaran bagi perusahaan rintisan lokal dan regional. 

Sebagai bagian dari evolusi digitalisasi transaksi tunai, beberapa pemain mulai menawarkan uang elektronik di dompet digital, seperti GoPay dari GoTo, dan pemain lainnya. Beberapa pihak telah mencoba menggabungkan terminal pembayaran di toko offline menjadi satu terminal atau menyediakan produk POS seluler, seperti Moka, yang juga didukung oleh East Ventures dan diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2020, sebagai alternatif yang lebih murah dibandingkan sistem POS tradisional.

Kehadiran platform fintech juga mempercepat inklusi keuangan di kota-kota tier 2 dan 3, yang sebelumnya belum tersentuh infrastruktur pembayaran non-tunai. Misalnya, Kudo menawarkan solusi inovatif untuk pasar yang belum dimanfaatkan. Grab mengakusisi Kudo pada tahun 2017.

Sebagai pengikut perkembangannya dari awal dan turut berkontribusi di dalamnya, kami melihat fintech di Indonesia telah mencapai beberapa tonggak penting, seperti paparan di bawah ini.

Munculnya platform pinjaman online bagi konsumen

Dengan lebih dari 50% populasi dewasa di Indonesia yang belum memiliki akses ke layanan perbankan, platform pinjaman online muncul sebagai solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

Salah satu platformnya adalah Julo, yang berfokus pada penyediaan pinjaman konsumen dengan memanfaatkan penilaian kredit alternatif. Julo menyediakan dua lini bisnis utama. Pertama, layanan langsung ke konsumen, di mana para pelanggan dapat menginstal aplikasi Julo dan menggunakan kredit virtual untuk bertransaksi. Kedua, business-to-business-to-consumer (B2B2C), yang memungkinkan perusahaan untuk menggunakan layanan Julo untuk penilaian kredit, penjaminan, sistem manajemen pinjaman, pendanaan, dan lainnya.

Transisi ke solusi perbankan digital untuk UKM dan startup

Proporsi usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak mempunyai rekening bank (unbanked) dan memiliki akses fasilitas perbankan yang terbatas (underbanked) sama-sama besar. Startup pinjol telah mengembangkan model bisnis mereka dari model peer-to-peer yang sederhana menjadi perbankan digital, yang sering kali dicapai dengan mengakuisisi bank, atau mendapatkan izin Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) di Indonesia.

Startup di sektor ini juga melakukan diversifikasi dengan ruang lingkup yang lebih spesifik. Misalnya, Komunal yang fokus melayani Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di seluruh Indonesia, dan saat ini bekerja sama dengan lebih dari 15% BPR di Indonesia. Hijra Bank (sebelumnya dikenal sebagai ALAMI) melayani sektor keuangan Islam. Sejumlah fintech juga menawarkan skema pembayaran gaji lebih awal (early wage access) kepada karyawan. Beberapa juga menawarkan solusi keuangan tertanam yang memungkinkan perusahaan non-fintech menyediakan beberapa bentuk produk pinjaman.

Selain itu, perusahaan-perusahaan di luar sektor fintech, yang telah memiliki basis pelanggan yang besar, sedang menjajaki peluang pemberian pinjaman. Misalnya, pemain teknologi di bidang otomotif biasanya menawarkan skema pinjaman dengan jaminanaset. Diversifikasi dan spesialisasi ini menggambarkan evolusi dinamis startup sebagai tanggapan terhadap kebutuhan dan peluang pasar.

Pada saat yang sama, beberapa startup fintech menyadari kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan startup lain dan UKM, termasuk layanan pengiriman uang, manajemen arus kas, dan proses keuangan lainnya di perusahaan.

Melihat potensi tersebut, East Ventures berinvestasi di Jack (sebelumnya Transfez), sebuah platform yang memenuhi kebutuhan krusial perusahaan rintisan: solusi manajemen pengeluaran, termasuk kartu kredit perusahaan, penggajian, penggantian biaya, transfer, dan banyak lagi. Mengingat sejarah keuangan perusahaan startup yang terbatas, mendapatkan kartu kredit korporasi sering kali menjadi masalah, sehingga solusi Jack sangat berharga dalam memudahkan dan menyempurnakan proses keuangan mereka.

Perkembangan neobank: tantangan dan peluang

Apabila bank digital umumnya merupakan cabang online dari bank tradisional, neobank justru beroperasi secara eksklusif secara online tanpa memiliki cabang secara fisik. Namun, ada beberapa neobank juga yang beroperasi secara mandiri, ataupun bekerjasama dengan bank tradisional.

Meskipun terdapat banyak neobank yang bermunculan saat ini, rata-rata nilai depositonya masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan bank tradisional. Selain itu, regulasi dan kepatuhan merupakan tantangan lainnya, terutama ketika hal ini bukan menjadi fokus utama bagi startup teknologi pada early-stage Perjalanannya mungkin tampak penuh tantangan, tetapi neobank mungkin bukan hanya sekadar ‘tren,’ ujar Ringkas, platform KPR digital yang bertujuan untuk mengatasi masalah akses pembiayaan bagi para pencari rumah di Indonesia dan Asia Tenggara.

Manajemen harta dan transaksi saham online

Sektor ini juga mengalami lonjakan pertumbuhan jumlah platform yang berpusat pada pengelolaan harta dan perdagangan saham online (e-trading), yang disesuaikan untuk demografi Milenial dan Gen Z. Perusahaan seperti Stockbit, yang menawarkan aplikasi Stockbit untuk e-trading dan aplikasi Bibit untuk produk robo-advisory, memperoleh daya tarik yang signifikan, terutama selama pandemi.

Perkembangan di bidang insurtech

Sektor insurtech telah berkembang luas, dengan banyaknya perusahaan yang melakukan diversifikasi model distribusi dan menggali lebih dalam rantai nilai. Mengikuti tren global di mana, pasar umumnya memulai dengan edukasi secara offline terhadap produk asuransi, Fuse telah menjadi pemimpin dalam bidang ini dengan memungkinkan agen asuransi untuk berkembang.

Saat ini, kami mengamati sektor ini mengeskplorasi bidang penjaminan emisi dan asuransi mikro untuk produk e-commerce di pasar.

Menjangkau masyarakat yang lebih luas melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sebuah studi yang dilakukan oleh Fulcrum Singapore menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi masalah inklusi keuangan yang besar dimana hanya 23% masyarakat yang terlayani dengan baik dalam kebutuhan layanan keuangan. Sementara itu 26% masih belum terlayani, dan sebanyak 51% belum memiliki akses bahkan ke layanan keuangan dasar. 

Masalah ini dipengaruhi juga dengan rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia, dimana masih banyak masyarakat yang belum bisa membuat keputusan keuangan yang baik, terjebak dalam pinjaman dari pihak yang tidak bertanggung jawab, atau terlibat dalam penipuan.

Salah satu platform fintech yang didukung oleh East Ventures, Komunal, berfokus secara khusus pada digitalisasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan melayani rakyat yang kurang terlayani termasuk kota tier 2 dan 3. 

Hal ini sejalan dengan misi perusahaan untuk mempercepat inklusi keuangan dan memperkuat ekosistem BPR digital di Indonesia, terutama di luar wilayah Jabodetabek, melalui DepositoBPR.

BPR masih kesulitan dalam menarik deposito karena umumnya berlokasi di daerah yang jauh dari kota besar, sehingga hanya dapat menarik nasabah dari sekitar daerah itu. Meskipun, pemerintah telah menjamin tingkat suku bunga sebesar 2,5% lebih tinggi dari bank komersial. 

Selain itu, sebagian besar proses ini masih tradisional dan terfragmentasi. DepositoBPR bertujuan untuk menjembatani kesenjangan ini dan memungkinkan transaksi deposito dilakukan secara online dengan mudah.

Dalam East Ventures Summit 2024 yang dilangsungkan belum lama ini, Hendry Lieviant, Co-Founder dan CEO Komunal, menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang dilakukan perusahaan dan dampaknya terhadap masyarakat yang kurang terlayani.

Simak video lengkapnya di bawah ini.

Ekosistem fintech yang beragam di negara-negara Asia Tenggara

Ekosistem fintech di Asia Tenggara sangat beragam, dimana masing-masing sektor tumbuh karena kematangan pasar, regulasi, dan permintaan konsumen yang unik. Infografik di bawah ini menunjukkan kemajuan dalam penetrasi asuransi, dinamika pengelolaan kekayaan, dan solusi pembayaran. Keberagaman tersebut mencerminkan peluang dan tantangan yang berbeda, dengan inovasi dalam pembayaran dan layanan kredit yang mengubah lanskap keuangan dan menciptakan lingkungan kompetitif yang unik di setiap negara.

Xendit, sebagai startup yang saat ini berhasil melakukan ekspansi regional, memulai layanan nya sebagai e-wallet dengan 160.000 pengguna dalam empat bulan. Xendit lalu merubah fokus layanan menjadi payment gateway yang memproses sekitar US$70 miliar di Asia Tenggara.

Pada salah satu panel di East Ventures Summit 2024, Moses Lo, CEO dan Co-Founder Xendit, mengatakan bahwa kunci dalam memenangkan pasar di Asia Tenggara adalah dengan melakukan hyperlocal. Yaitu proses memahami regulator lokal, family offices, dan mengerti secara mendalam mengenai penjualan, pemasaran, dan produk. Hal-hal tersebut harus menjadi fokus utama saat memasuki wilayah baru.

Moses berpendapat bahwa Xendit selalu “membangun sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya,” bahkan di Filipina, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, sehingga memungkinkan adanya perkembangan pada ekonomi digital.

Simak video lengkapnya di bawah ini.

Tips bagi para founder baru di sektor fintech

1. Selidiki seluk-beluk industri secara mendalam

  • Sektor fintech bersifat dinamis dan memiliki banyak aspek, baik itu regulasi, pengguna (user), dan dinamika pasar. Para founder baru harus menginvestasikan waktu untuk memahami seluk beluknya agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Pentingnya kesadaran akan peraturan 

  • Industri fintech diatur secara ketat, dan setiap negara memiliki peraturan berbeda yang harus dipatuhi.
  • Pemahaman terhadap peta jalan perizinan dan perspektif regulator sangatlah penting.

3. Pentingnya pengetahuan mengenai peraturan di berbagai pasar dan kecepatan dalam menanggapinya 

  • Selain memastikan kepatuhan, memahami perkembangan peraturan di berbagai pasar dapat membantu para founder mengantisipasi tantangan di masa depan.
  • Kami melihat bahwa menanggapi perubahan peraturan menentukan jalur masa depan perusahaan di bidang yang sama. Rencanakan dan laksanakan lebih awal dari kompetitor Anda jika memungkinkan.

4. Pantau dengan cermat tingkat penerimaan bisnis Anda dan rencanakan dengan baik di masa depan

  • Tarif pembayaran dan akuisisi bisnis telah menurun seiring berjalannya waktu secara global.

  • Volume atau nilai transaksi yang tinggi dengan tingkat penerimaan kini tak selalu dilirik investor. Unit ekonomi harus ada di sana.

5. Memiliki strategi rencana jangka panjang

  • Mengingat sifat take rate yang terus berubah, para founder perusahaan harus memasukkan potensi risiko ini ke dalam strategi jangka menengah dan panjang mereka.
  • Sikap proaktif dan mudah beradaptasi adalah kunci untuk tetap menjadi yang terdepan dalam permainan.

6. Variasi model bisnis berbasis geografi

  • Model fintech yang sukses di AS dan Eropa kadang-kadang memberikan hasil yang berbeda di Asia Tenggara, sering kali karena masalah waktu (terlalu dini) dan ukuran pasar (terlalu kecil).

7. Kondisi pasar Asia Tenggara yang terus berkembang

  • Pasar Asia Tenggara terus mengalami fluktuasi.
  • Model bisnis yang mungkin tidak dapat dijalankan saat ini dapat berubah menjadi peluang yang menguntungkan di masa depan.

Oleh Yoshiharu Okubo, Principal East Ventures, dan Gavin Adrian, Investment Professional East Ventures.