4 pola pikir yang tepat sebelum mendirikan startup

23 Desember, 2020

Perjalanan mendirikan startup tidak mudah, terlebih membangunnya menjadi sebuah perusahaan yang besar. Dalam sharing session  di acara Makassar Startup Weekend, Partner East Ventures Melisa Irene mengajak para pendiri startup untuk mengevaluasi kembali bisnis yang mereka rintis.

Lewat metode berpikir yang sistematis, seorang founder bisa memperkuat fondasi perusahaannya, mengenali kekuatan dan kelemahannya, serta membuka potensi untuk berkembang lebih cepat.

Menurut Melisa, ada empat tahap yang harus ada di pola pikir tiap entrepreneur termasuk startup founder dalam perjalanan merintis perusahaan:

  • Identifikasi masalah. Tiga hal yang menjadi fokus adalah apakah masalah itu penting, genting, dan memotivasi.
  • Analisis solusi yang sudah ada. Dalam menganalisis solusi, dua hal yang menjadi perhatian adalah efektivitas dan efisiensi.
  • Identifikasi solusi yang lebih baik. Setiap founder harus mengetahui cost and benefit solusi yang mereka tawarkan.
  • Meringkas proses dan perbaikan terus-menerus. Tidak ada solusi yang 100% sempurna. Startup harus terus mencari feedback dari pengguna untuk terus memperbaiki produknya.

Berikut adalah transkrip dari sharing session Melisa Irene dalam acara Makassar Startup Weekend, yang sudah disunting untuk kepentingan akurasi, keringkasan, dan kejelasan.

Melisa Irene:

Penyelesaian masalah dan penyampaian solusi

Hari ini kan pitching workshop. Aku ingin enggak terlalu formal, enggak terlalu teknis. Saya ingin sharing ke teman-teman esensi dasar kenapa sebuah startup berdiri, entrepreneurship spirit dilahirkan dari pecahan-pecahan apa. Saya berpikir ada dua hal. Pertama, penyelesaian masalah. Kedua, bagaimana menyampaikan solusi yang kita identifikasi. 

Jadi sebetulnya ketika bicara penyelesaian masalah, ada beberapa step yang kita perlu telaah dan ini belum harus ada di presentasi, tetapi ini sebuah pola pikir sebagai penggerak, entrepreneurship, harus kita tanamkan dan pola pikir kita.

Pertama, kita bicara pemaparan masalahnya.

Misalnya teman-teman menjelaskan bergerak di bidang apa, apa yang teman-teman lakukan. Ketika bertemu orang asing, orang baru, apakah orang luar negeri atau luar kita, kita harus bisa menggambarkan dengan jelas masalah apa sih yang berusaha kita selesaikan dengan gambaran dia tidak pernah mendengar tentang daerah kita.

Kami percaya masalah itu sifatnya universal. Setiap negara itu pola masalah sama. Misalnya, kita bicara pola masalah di bidang edukasi, pola masalah di bidang health care, pola masalah di bidang ketahanan pangan atau kita bicara tentang inklusi. Di setiap negara, atau di setiap bagian kota sebetulnya sama. Namun, bentuk masalah tersebut yang berbeda-beda. Artinya, ketika kita berpikir tentang masalah, kita perlu berpikir ke dalam intinya, sifat universal, dasar dari permasalahan tersebut. Itu yang pertama.

Kedua, analisa solusi yang ada pada saat ini.

Kita bicara, “oh kita merasa ada isu di bidang pendidikan”. Untuk kita menyadari adanya masalah itu biasanya timbul karena kita merasa solusi yang ada di lapangan tidak cukup untuk menyelesaikan masalah yang ada, atau kita merasa apa yang kita pikirkan mampu men-deliver solusi, atau mampu memberikan nilai tambah yang jauh lebih tinggi daripada solusi yang sudah ada. Tapi kewajiban kita adalah mampu menganalisis solusinya yang ada itu apa sih di lapangan sekarang.

Ketiga, identifikasi solusi yang lebih baik.

Jadi yang teman-teman barusan share,  adalah solusi yang teman-teman tawarkan, itu adalah produknya istilahnya. Itu solusi yang mau diberikan.

Baca juga: Validasi Ide bersama Willson Cuaca: Bagaimana cara membuat bisnis startup yang menarik investasi

Keempat, meringkas proses dan perbaikan terus menerus.

Yang sering saya temukan, masalah startup yang sudah berjalan dan tidak dilakukan adalah meringkas proses dan perbaikan terus-menerus. Jadi kadang membuat sebuah produk lalu kita punya attachment, keterikatan yang tinggi, terhadap produk yang kita bangun.  Kenyataannya,  kalau kita bicara soal masalah, kalau bicara soal keadaan sosial ekonomi, itu terus-menerus berubah. Mungkin solusi yang kita buat pada saat memulai usaha kita, bisa saja solusi tersebut sudah tidak relevan. 

Tapi balik lagi, kalau kita sudah melakukan pemaparan yang sangat jelas kepada isu dasar apa yang mau kita selesaikan. Teman-teman akan mampu berpikir jelas lagi. Ini bukan masalah produk, ini semuanya penyelesaian masalah jadi kita selalu berfokus utamanya bukan produk kita, tapi masalah apa sih yang sebetulnya mau kita selesaikan.

Kenapa ini penting, kenapa saya cerita pola berpikir ini karena saya rasa banyak yang tidak mengupas jelas pola pikir, tapi lebih, “OK yuk bikin berapa ratus, berapa ribu startup‘ tapi entrepreneur kurang dilatih pola pikir. 

Pola pikir menjadi sangat penting karena ketika kita bicara membangun perusahaan, kami bukan program-program pemerintah atau gerakan-gerakan itu. Kami bukan sekadar mau ternak-ternak aja, ingin minimal ada 100-1.000 perusahaan.

Teman-teman di sini akan spend waktu banyak untuk menjalankan startup-nya. 

Jadi temen-temen harus make sure yang dikerjakan untuk bisa long term, teman-teman bisa lihat, teman-teman jalani untuk mungkin 5-10 tahun ke depan, dan itu timbal baliknya harus baik. 

Cara membangun startup yang sukses

Ini sebenarnya sudah saya agak ulas-ulas lagi. Kalau membangun startup yang sukses itu tidak mudah. Sangat mudah untuk kita bilang, “Oh, kita bisa punya satu dua perusahaan”. Tapi sekali lagi jangan sampai kita bikin perusahaan hanya untuk memiliki perusahaan atau memiliki title sebagai CEO atau co-founder, tetapi kita harus bisa bermimpi kita ingin membangun startup yang sukses.

Kenapa tidak mudah? Karena yang tadi saya sudah ungkit, kita harus berada di dalam pasar yang tepat. Pasar di mana ada kesempatan untuk menjadi nomor satu.

Setelah identify pasar, kita harus punya visi dan misi yang kuat. Kenapa? visi dan misi akan men-sustain atau mempertahankan perusahaan untuk banyak hal.

Bagaimana sih kita lihat sumber daya manusia? Ketika kita rekrut orang untuk join perusahaan kita. Kita tidak hanya lihat dia mampu atau tidak, tetapi apakah dia punya mimpi yang sama dengan kita. Karena kalau punya mimpi yang sama, nanti dia hijack sama Gojek atau di-hijack sama Grab, tidak akan pindah. Ini kalau visi dan misi yang dia lihat di perusahaan yang teman-teman bikin itu bisa beriringan nilai-nilai hidup yang mereka tanamkan. Makanya, ini penting sekali untuk dibicarakan. SDM yang tepat.

Tantangan berikutnya adalah dukungan dari institusi penunjang lainnya. Ketika perusahaan tambah besar, tantangan tentu tambah besar. Kita sudah melihat bagaimana di level-level tertentu startup sudah tidak lagi menghadapi hanya kompetisi, tapi juga pagar regulasi. Harus merangkul orang yang tepat, bagaimana bisa tahu posisi kita, apakah kita harus mendekat ke pemerintah? Jika ya, institusi yang mana, bagaimana caranya, agar perusahaan ini tetap bisa berjalan.

Dalam beberapa kasus tentu penanaman modal yang kuat. Bagaimana kita bisa mengerti perusahan kita butuhnya apa, kemudian penanaman modalnya, struktur penanaman modal seperti apa yang teman-teman mau.

Tadi saya sudah cerita kenapa saya ingin sekali sharing tentang pola pikir, karena kalau teman-teman punya pola pikir yang benar, teman-teman akan bisa berpikir beberapa hal apakah kita akan mengerjakan pekerjaan in the long term. Pola pikir yang benar akan membuat paling sedikit perusahaan teman-teman mempunyai nilai dasar yang sustainable, mempunyai tujuan juga yang teman-teman bisa berpikir dengan jelas. 

Saya yakin teman-teman sudah punya pikiran tersebut. Tapi yang saya tawarkan cara berpikir yang sistematis sehingga kita bisa tahu bolongnya kita di mana, dan di mana yang harus kita perbaiki.

Pemaparan masalah

Jadi penyelesaian masalah itu selalu mulai dengan pemaparan tentang masalah yang teman-teman lihat pada saat ini, apakah masalah itu genting apakah masalah itu penting, itu yang paling pertama.

Ketika kita meng-assess apakah masalah ini penting, kita melihat dari dampak yang terjadi atas timbulnya masalah tersebut. Dan balik lagi seperti yang saya bilang itu pasti hal-hal yang sangat mendasar. Kita katakan misalnya tentang ketahanan pangan, apa sih sebetulnya masalah utamanya, apakah kita bicara konsumen yang tidak dapat mengakses komoditas dengan harga yang affordable, sehingga barang-barang yang baik, bernutrisi yang baik, hanya bisa tersasar ke pasar tertentu. Atau, kita bicara juga bagaimana petani tidak mendapat kesejahteraan yang cukup karena rantai pangan yang terlalu panjang misalnya.  

Balik lagi karena itu utamanya masalah dasar yang kita selesaikan adalah masalah kemiskinan atau kita bicara kesejahteraan pangan untuk masyarakat Indonesia. Itu adalah penting untuk mengerti masalah itu penting atau tidak disambungkan dengan nilai dasar. 

Kedua masalah genting atau tidak. Kita percaya sekali salah satu hal-hal yang paling mahal adalah edukasi. Kita punya sebuah produk yang kita buat tanpa kita mengerti masalah tertentu. Padahal buat masyarakat mungkin masalah tersebut tidak genting. Kalau masalahnya tidak genting artinya apa kita bakal capek cuap-cuap menceritakan bagaimana masalah ini ada. Padahal buat mereka masalah itu ada, tapi enggak penting. Saya punya masalah lain yang lebih penting yang ingin saya selesaikan. Nah, untuk menghindari hal tersebut ketika kita melakukan pemaparan tentang masalah penting sekali untuk melihat masalah yang mau kita address apakah penting dan genting.

Lalu, masalah tersebut harus memotivasi. Ini penting sekali. Jadi saya kadang bertemu beberapa startup founder, semangat nih di tahun pertama, di tahun kedua, tahun ketiga ketemu makin lesu. Ternyata dia tidak melihat masalah itu di level nilai dasarnya. Dia hanya melihat masalah itu di level permukaan. 

Jadi sering sekali saya ketemu, kadang saya juga punya percakapan dengan tim. Startup ini selesaikan masalah apa, iya startup ini membantu menyelesaikan masalah birokrasi. Buat saya, masalah birokrasi itu bukan masalah dasar. 

Apa dampak dari birokrasi? Apa nilai-nilai dasar manusia yang dihajar atau kemudian dirugikan dari hal-hal tersebut? Karena kalau founder tidak dapat meng-identify atau membedakan apa itu masalah dasar dengan masalah yang dilihat di permukaan sangat mudah ke-hit problem yang nomor tiga. Setelah berjalan berapa tahun sudah tidak ada motivasi lagi, biasanya co-founder berkelahi, punya visi berbeda, misi yang berbeda, makin hari makin lesu dibilang mana gajinya kecil, enggak ada exit, akhirnya jiwa perusahaan tersebut sudah selesai. 

Ini bisa diantisipasi dengan pemaparan masalah yang sangat  jelas. Tiga hal tersebut saya rasa sangat membantu. Buat saya setelah berbicara dengan banyak startup founder, tiga hal ini membantu mereka terus fokus. Mereka dapat memastikan masalah yang mereka identify cukup besar, untuk nilai dampaknya buat masyarakat di jangka panjang. Cukup besar juga buat mereka sebagai personal development-nya. 

Saya lagi suka term long life learning, pembelajaran yang sifatnya berkepanjangan. Kita bikin startup itu ada makna buat masyarakat, tapi penting juga memikirkan tentang diri kita. Bagaimana perjalanan startup ini memberikan nilai tambah untuk personal development kalian.

Analisis solusi terkini

Tahap berikutnya yang tadi kita bicarakan analisis solusi terkini. Dari aspek apa? Ada dua aspek sebetulnya, efektivitas dan efisiensi. Ongkosnya berapa, lama pembelajarannya berapa. Pada akhirnya ketika kita bicara tentang solusi, intinya hanya ini saja. Kita lihat solusi yang ada. Misalnya kita katakan apa masalahnya. Apakah misalnya kita bicara tentang rantai pangan yang terlalu panjang. 

Itu masalahnya ada di mana? Apakah itu di dalam network-nya karena terlalu panjang? Karena petani tidak ada akses langsung kepada pembeli. Tapi apakah memberikan value added yang kita tidak bisa serta merta karena ada middle-man berarti ekonomi itu buruk, belum tentu. Kita harus bisa masuk ke dalam level yang lebih dalam lagi. Apakah sistem sekarang efektif? Efektif artinya apakah output yang dihasilkan memang memberikan dampak yang diharapkan.

Middle man. Saya ingat di 2015 semua startup agrikultur di Indonesia lagi menjamur. Dia bilang middle man jelek, memberikan dampak negatif kepada petani bla bla. Tetapi pas saya ke lapangan, saya merasa middle man itu ada value added yang tidak bisa dilakukan petani. Misalnya mensortir grade A, grade B, grade C. Ini sesuatu yang petani tidak mengerti. 

Jadi apakah middle man itu totally buruk? Enggak, karena ada value added. Jadi pertanyaan berikutnya, bagaimana membuat sistem itu lebih efektif? Misalnya apakah kita perlu middle man lima? Ternyata mungkin middle man cukup 3. Jadi masalahnya adalah bukan meniadakan, tetapi mengecilkan jalur-jalur middle man yang sudah ada dan membasmi middle man yang kurang memberikan nilai-nilai value adde kecil. Kalau value added-nya besar, kita butuh di lapangan karena memang mereka membantu misalnya.

Kedua adalah efisiensi. Efisien nggak dalam segi waktu, dalam segi uangnya? Ok sih kita value added, tapi harganya harusnya enggak setinggi itu misalnya. Kita harus bisa analisis dari dua level ini untuk kita mengetahui dengan jelas tanpa kita pikirin produk kita. Kita mau apa? Tetapi kalian biar bisa berpikir jelas tepat pada saat ini, keadaan lapangan itu seperti apa, baru kalian punya opini ini sudah cukup bagus, ini buruk, buruknya di mana, atau ini sangat buruk tidak ada solusi sama sekali. 

Identifikasi solusi yang lebih baik

Apa sih solusi yang lebih baik? Ketika masuk pada tahapan membuat produk, kita harus bisa mengidentifikasi mau membuat aplikasi untuk apa, supply chain system untuk apa. Jadi, teman-teman masuk ke dalam tahap, “saya menemukan solusi yang lebih baik daripada yang ada saat ini”. Ketika solusi tersebut muncul, maka yang [harus] langsung kita pikirkan adalah analisis cost dan benefit nya. Apa keuntungan dan kerugian dari solusi yang kita tawarkan. 

Banyak sekali startup founder yang saya temui mengatakan, “produk saya bagus, [bisa] deliver semua result”. Tapi, menurut saya itu tidak mungkin karena segala sesuatunya memiliki efek koin. Koin selalu ada dua sisi. Begitu juga ketika kita berbicara tentang solusi. Solusi itu tidak ada yang sempurna. 

Solusi itu pasti ada kelebihan dan kelemahannya. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mempunyai konklusi, pendapat akhir atas sebuah solusi. Terlepas dari kerugian atau kelemahannya jika dibandingkan dengan solusi yang ada serta kelebihan dan dampak bisa ditimbulkan. 

Contohnya, kita mau membahas bisnis yang berkaitan dengan ikan-ikan [hasil laut]. Apa kelemahannya? Harus ada edukasi bagi para nelayan yang akan dilibatkan. Mau tidak mau para nelayan yang mungkin sudah terbiasa menggunakan kertas dan pulpen, harus dibiasakan menggunakan aplikasi . Ini merupakan proses edukasi bagi mereka.

Meringkas proses dan perbaikan terus-menerus

Pertanyaan berikutnya adalah apa benefit yang dihasilkan dari kebiasaan mereka yang berubah itu. Nah, disitulah PR nya. Apakah benefit yang mau kita tawarkan itu jelas bagi target konsumen yang mau kita layani. 

Saya enggak percaya solusi yang dihasilkan bisa 100% sempurna. Karena itu tidak mungkin. Setiap hal itu ada positif dan negatifnya. Kita harus melihat secara keseluruhan dengan jelas solusi paling tepat seperti apa yang bisa ditawarkan.

Setelah kita mendapat “ok ini solusinya”, langkah selanjutnya yang harus kita lakukan adalah perencanaan [bisnis] jangka panjang.  Ini harus dirancang karena  solusi yang kita offer harus kita kemas sedemikian rupa sehingga layaknya perusahaan yang hidup dalam jangka yang panjang.

Jadi, perencanaan itu penting. Yang teman-teman lakukan itu bukan bikin produk kemudian di lempar ke pasar [lalu sudah berhenti sampai di situ]. Tetapi teman-teman itu membangun sebuah institusi. Institusi yang setidaknya bisa bertahan dalam waktu 3, 5, bahkan 10 tahun lamanya. 

Saya ingat, Alibaba itu berpikir bagaimana perusahaan saya bisa bertahan selama 100 tahun, 101 tahun lamanya. Jadi, mindset-mindset tersebut penting dan hanya bisa dicapai ketika kita melakukan perencanaan yang sifatnya jangka panjang. 

Apakah kemudian perencanaan itu harus tepat eksekusinya? Enggak juga. Kita sudah melihat beberapa hal. Kita familier dengan kata-kata projection. Saya rasa projection itu seperti sebuah kompas. Kompas agar teman-teman tahu apakah kita berada di track yang benar atau nggak. Terkadang kita harus kalibrasi projection kita. Tetapi, cara berpikir kita harus jangka panjang. 

Ini adalah kita bicara penyampaiannya. Penyampaian bagaimana di dalam sebuah bisnis yang kompleks, kita bisa mengkomunikasikan apa yang kita kerjakan dalam hal yang sangat simplify. Ini kita bicara ketika kita misalnya mau menjelaskan ini multi stakeholders. Jadi kita kalau mau menjelaskan produk kita ke petani, misalnya, atau mau jelasin ke anak SD, atau kita mau jelasin produk kita ke pasien yang sakit atau kepada dokter yang tidak pernah tersentuh dengan teknologi. 

Sangat penting kita sampaikan secara tajam penyampaian apa solusi yang di-offer kepada konsumen tersebut. Kenapa dia harus pakai ini. Ketika teman-teman bertemu investor misalnya, kenapa perusahaan yang teman-teman bangun itu perusahaan yang sustainable, atau kita bicara ketika teman-teman itu mempunyai sebuah solusi yang berbayar bagaimana penyampaiannya baik dan benar sehingga konsumen merasa, “ini nih yang saya butuhkan”.

On top of that, ketika kita mampu untuk mengkomunikasikan hal-hal itu dengan sangat jelas sangat mudah kita mendapatkan saya sebut sebagai feedback. Penting sekali untuk kita mendapat masukan kembali. Jadi kita lempar sesuatu ke pasar, kita jangan lempar saja, berharap pasar itu menerima, enggak bisa, karena kita tidak bisa memaksa pasar menyesuaikaan dengan kita.

Kita harus membuat produk yang sesuai dengan pasar dan karena itu sangat penting untuk kita punya masukan-masukan tersebut untuk mengimprove bisnis proses kita.