‘ESG adalah paradigma investasi masa kini’: Melisa Irene

17 November 2021

Sebagai perusahaan yang percaya pada ekosistem startup di Indonesia, East Ventures sangat antusias dalam berinvestasi ke perusahaan sejak tahap awal (early stage). Selama lebih dari 12 tahun East Ventures berada dalam industri startup, kami tidak hanya berinvestasi di sektor tertentu saja, tapi juga di berbagai bidang (sector agnostic) selama bidang tersebut punya market size yang besar dan berpotensi. Venture capital seperti East Ventures banyak berinvestasi ke perusahaan yang masih baru dengan harapan saat valuasi perusahaan tersebut bertumbuh, kita akan mendapatkan financial return atau pendapatan.

Hingga saat ini, investasi dianggap sangat fokus pada financial return tanpa harus memberikan dampak positif kepada masyarakat. Orang-orang mungkin masih berpikir hanya kaum dermawan atau perusahaan non-profit (NGO) yang berderma untuk mengurus isu kelaparan, kesetaraan gender, dan akses keuangan. Meskipun begitu, saat ini muncul praktik baru, yaitu investasi tidak hanya berfokus pada return saja, tapi juga berinvestasi demi menghasilkan dampak positif ke masyarakat atau bidang-bidang yang difokuskan. 

Kami melihat bahwa Bumi, sebagai platform terbesar bagi kita semua, mengalami kerusakan yang parah—bukan hanya kerusakan lingkungan, namun ada juga kesenjangan sosial yang besar. Di Indonesia sendiri, kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin masih sangat jelas terlihat. Contohnya, orang miskin tidak mendapatkan akses ke hal-hal seperti pengetahuan tentang perbankan dan produk finansial, termasuk pinjaman, akibat rendahnya kapabilitas ekonomi. Ketika seseorang tidak memiliki biodata kredit yang digunakan lembaga atau institusi untuk menentukan kelayakan seseorang mendapatkan pinjaman, semakin rendah juga kesempatan mereka untuk mendapatkan pinjaman itu.

Dalam upaya untuk mengurangi kerusakan bumi dan menghapus kesenjangan sosial tersebut, para investor terdorong untuk menyediakan impact fund, dana yang diinvestasikan ke sektor-sektor tertentu yang dapat memberikan  dampak langsung dan terukur. Misalnya, perusahaan fintech lending menggunakan dana yang didapat dari investor untuk hal-hal yang berdampak positif: menyebarkan pengetahuan tentang produk finansial, memberdayakan perempuan, dan hal lainnya.  Ketika lebih banyak perempuan mendapat akses pinjaman untuk bisnis mereka, perusahaan fintech ini kemudian dapat menghitung berapa orang perempuan yang telah mereka berikan pinjaman. Lalu, jika mereka mampu menyetok barang lebih banyak (angka inventaris tinggi), maka nilai bisnis mereka akan lebih besar juga. Hal inilah yang dijadikan alat ukur timbal balik dari impact fund tersebut.

Namun, hal ini tidaklah mudah. Meski praktik ini sudah berjalan cukup lama, tetap ada implementasi yang berhasil dan ada juga yang gagal. Maka dari itu, muncullah satu terminologi baru yang populer dua sampai tiga tahun terakhir ini yang kita sebut dengan ESG—environmental, social dan corporate governance. 

ESG bersifat sebagai pendekatan daripada investasi ke sektor-sektor spesifik. Integrasi dari faktor ESG ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi risiko dan peluang yang juga berkaitan dengan return. Oleh karena itu kami yakin tren ESG ini merupakan sebuah paradigma baru dan penting dalam dunia investasi di Indonesia.

Praktik ESG dalam investasi dari kacamata para investor ini berperan sebagai alat ukur dalam pemilihan kriteria startup yang akan diinvestasikan, seperti model bisnis, identifikasi masalah berdasarkan pilar ESG, risiko, serta pemberian dampak sebagai solusi

Apakah dampak pendekatan ESG di kemudian hari? Bayangkan kedua kasus ini.

Kasus pertama: ketika perubahan iklim (climate change) ini terus-menerus terjadi, perusahaan yang memiliki aset di daerah yang terkena dampak masalah lingkungan ini pasti akan merugi.

Kasus kedua: perusahaan yang menginginkan pasar yang luas (mass market), tapi nyatanya masih ada kesenjangan di pasar dimana tidak semua masyarakat memiliki kapabilitas yang sama untuk mengakses produk yang ditawarkan perusahaan. Hal tersebut akan menjadi sebuah resiko.

Sebagai investor, pendekatan ESG merupakan salah satu strategi manajemen risiko dalam  membuat keputusan investasi yang tepat karena kami tidak hanya fokus pada strategi untuk mendapatkan financial return, tapi juga menjadi lebih jeli dan sadar terhadap isu-isu dalam pilar ESG. Kami mengacu kembali pada filosofi investasi di East Ventures: kepribadian founder (people) ada potensi pasar (potential market). Ketika pendiri mampu menjalankan bisnis secara berkelanjutan serta melakukan riset dengan baik agar memberikan dampak dan bertumbuh, maka risiko seperti dalam kedua kasus di atas bisa diminimalisasi. Dengan kata lain, selain berfokus pada dampak sosial, startup juga harus memiliki model bisnis yang dirancang untuk berkembang.

Dua dari banyak portfolio East Ventures yang memenuhi kedua aspek tersebut adalah Warung Pintar dan Xurya. Warung Pintar  telah meningkatkan kesejahteraan para pemilik warung dengan cara mendemokratisasi teknologi. Ini dapat dilihat dengan meningkatnya rata-rata pendapatan para pemilik warung sebesar 38%. Tidak hanya itu, Warung Pintar juga mempromosikan pemberdayaan perempuan dimana 54% pemilik warung dalam ekosistem Warung Pintar merupakan perempuan, dan mereka memberikan kontribusi pendapatan melalui warung. Kemudian, Xurya sebagai perusahaan energi terbarukan (renewable energy), juga telah berkontribusi ke perekonomian Indonesia yang lebih hijau. Dengan memanfaatkan tenaga matahari untuk membangkitkan listrik, lebih dari 26 juta kilogram karbon dioksida telah terhindari, dan Xurya juga mampu menghasilkan lebih dari 28 juta kWh energi hijau melalui panel surya dengan harga yang terjangkau.

Kami dapat melihat bahwa fokus untuk melakukan pendekatan ESG semakin meningkat, bahkan di kalangan investor mainstream dan juga pemodal ventura. Ini menandakan bahwa ESG adalah paradigma investasi masa kini.

***

Oleh Melisa Irene, Partner East Ventures dalam The 11th UI Studentpreneurs, 25 September 2021