Digitalisasi Membantu Pemerintah Ciptakan Efisiensi

Dari perspektif Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi

Di Indonesia ada delapan unicorn dan diperkirakan terus tumbuh. Apa dampak yang diharapkan oleh pemerintah dari keberadaan unicorn ini?

Kita mengharapkan adanya nilai tambah, lapangan kerja, pajak, dan teknologi, tentunya membutuhkan pengembangan teknologi. Pengembangan tersebut nantinya menghasilkan efisiensi. Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan unicorn yang paling banyak di Asia atau mungkin di dunia, karena paling mudah. Jadi ketika ekonomi digital kita kuat, kita bisa mengembangkannya lebih luas lagi. Anak-anak muda Indonesia itu luar biasa, asal selalu kompak dan mau bersaing.

Ketika pandemi kemudian menjadi endemik, ada kekhawatiran bahwa adopsi digital akan melambat. Bagaimana upaya pemerintah untuk menjaga momentum adopsi digital, terutama di bidang ekonomi?

Potensi belanja pemerintah pada APBN mencapai hampir Rp 1.200 triliun. Pemerintah menargetkan belanja pemerintah pada tahun ini sebesar Rp 400 triliun harus melalui e-katalog, jadi produk yang dibeli merupakan buatan UMKM. Artinya, industri dalam negeri hidup, lapangan kerja jalan, dan efisiensi. Pemerintah juga akan membuat sistem yang menghubungkan seluruh kementerian dan lembaga untuk memudahkan koordinasi.

Proses pengambilan keputusan saat ini juga dilakukan melalui virtual, karena lebih cepat dan aman. Dengan adanya digitalisasi pada semua proses pengambilan keputusan maka kegiatan tatap muka tidak ada lagi. Saat ini, semua e-katalog terdigitalisasi sehingga belanja anggaran bisa langsung melalui e-katalog, tidak lagi membutuhkan tender. Akibatnya, tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan APBD akan berkurang. Ekspor Indonesia pada tahun lalu juga menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, yaitu US$ 232 miliar. Hal tersebut terjadi karena ada efisiensi di banyak hal. Hal tersebut termasuk dipelabuhan yang terkoneksi secara digital melalui sistem pelayanan nasional satu pintu yaitu Indonesia National Single Window (INSW).

Jadi banyak sekali perubahan yang terjadi akibat pandemi ini. Kami sama sekali tidak khawatir kalau endemik akan memperlambat adopsi digital. Justru kami sudah terbiasa dengan kebiasaan bertemu secara digital dan mengurangi mobilitas.

Saat ini masih ada ketimpangan daya saing digital di beberapa daerah. Apa upaya pemerintah untuk mendorong pemerataan ini?

Kebanyakan pemain besar di modal ventura menyediakan konektivitas, seperti penjual, pembeli, tukang ojek, dengan penumpang, dan sebagainya. Tapi mungkin di masa depan kita juga perlu mendukung agriculture tech yang menciptakan barang atau jasa untuk dijual. Jadi bukan sektor konektivitas yang bisa menjadi unicorn, tapi juga yang benar-benar bisa menciptakan teknologi yang berbentuk fisik kedepannya.

Saat ini, digitalisasi juga sudah mulai masuk ke pertanian. Selama ini mungkin banyak perusahaan yang lebih fokus ke arah distribusi, pemasaran, dan sebagainya. Tetapi sebetulnya kalau berbicara terkait pertanian salah satu permasalahannya ada di produksi, yaitu bagaimana mengelola resikonya dan juga membuka pasarnya. Ini sebenarnya adalah dua teknologi yang bisa digabung, ada juga startup yang mulai bergabung di sektor food estate.

Bagaimana upaya pemerintah pusat dalam mendorong pemerintah daerah untuk melakukan transformasi pemerintahan?

Pemerintah saat ini ingin lebih efisien dan cara untuk mencapai hal tersebut hanya dengan digital. Dengan digitalisasi semua akan terkoneksi, korupsi akan berkurang, efisiensi akan bagus, dan kita akan lebih kompetitif. Daerah masih berupaya menjalankan transformasi pemerintahan karena pengawasan yang masih kurang maksimal dan keterbatasan geografis mengingat besarnya wilayah Indonesia. Namun sekarang dengan adanya e-katalog, lebih memudahkan untuk proses audit.

Upaya kami untuk mendorong digitalisasi di daerah mungkin terkesan sedikit memaksa. Kami mengumpulkan kepala daerah dan meminta mereka harus pakai e-katalog. Penggunaan e-katalog ini masuk ke dalam Key Performance Indicator (KPI) mereka lalu kemudian diaudit. Perlu ada stick and carrot (metode reward and punishment) dan semoga dengan dorongan itu digitalisasi bisa dimulai.

Selain itu, sekarang juga sudah ada Online Single Submission (OSS). OSS tersebut mendapat respon positif, namun masih ada komplain dari beberapa pihak. Kami berusaha untuk memperbaikinya dengan bertemu dengan banyak pihak seperti APINDO, KADIN, pengusaha, investor asing untuk mendengar pendapat mereka. Setelah itu akan didiskusikan di dalam tim.