Tubagus Syailendra, one of the founder of Chickin
East Ventures

Share

13 Mei 2024

From Portfolios

Membangun Chickin: Berawal dari peternak hingga memimpin industri

Chickin berawal dari tiga orang teman kuliah yang makan ayam geprek bersama dan sama-sama memiliki hasrat untuk menciptakan dampak positif yang nyata di Indonesia: Tubagus Syailendra, Ashab Alkafi, dan Ahmad Syaifulloh Imron. 

Berawal sebagai peternak kecil, mereka dengan cepat menyadari bahwa masih banyak aspek di peternakan ayam yang kurang efisien. Dari memaksimalkan hasil panen hingga mengatasi ketidakcocokan pasokan dan permintaan, serta meningkatkan keunggulan operasional, mereka melihat secara langsung peluang untuk inovasi.

Sebagai negara Muslim terbesar di Asia Tenggara, masyarakat Indonesia paling banyak mengonsumsi ayam sebagai sumber protein utama. Namun, perubahan iklim dan peternakan ayam memiliki hubungan yang saling terkait. “Perubahan iklim dan pertanian saling mempengaruhi ibarat suatu siklus dengan efek beruntun,” jelas Tubagus.

Sebuah aspek penting dalam rantai peternakan ayam adalah produksi pakan, yang bergantung pada hasil pertanian seperti jagung dan kedelai. Perubahan iklim berdampak buruk terhadap produktivitas tanaman yang menyebabkan harga pakan ayam menjadi fluktuatif sehingga biaya operasional ternak ayam meningkat. Selain itu, ayam ternak menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca dengan melepaskan gas metana dan amonia. Efek rumah kaca yang dihasilkan akan mengganggu lingkungan hidup ayam ternak. Peningkatan suhu dan pola cuaca yang berubah juga mempengaruhi kesehatan ayam. Hal ini tentunya memperbesar tantangan yang dihadapi oleh peternak ayam.

Karena itu, Tubagus dan para co-founder-nya menetapkan sebuah visi untuk Chickin: Menjembatani kesenjangan akses masyarakat ke  sumber protein dan meningkatkan kesehatan di Indonesia melalui inovasi dan keberlanjutan.

“Ketika kami masih jadi peternak, mungkin karena masih muda juga, kami memiliki semangat inovasi yang membara. Kami melakukan penelitian, berdiskusi dengan dosen dan rekan mahasiswa, dan juga mencoba menerapkan semua penelitian kami di pertanian kami sendiri. Dari proses itu, jadilah produk yang kita bangun, yaitu perangkat IoT pada tahun 2017. Bentuk perangkat IoT tersebut seperti kotak hitam besar yang kami letakkan di kandang. Itu MVP (Minimum Viable Product) kita,” katanya sambil tertawa.

Dari MVP hingga menjadi produk akhir

“Hal terpenting dalam sektor pertanian adalah bagaimana kita mengelola komunitas. Tujuan kami bukan semata-mata untuk mencapai valuasi miliaran dolar. Tetapi, kita memilih untuk fokus untuk menciptakan dampak dan memastikan dampak tersebut berkelanjutan, dan pola pikir ini ternyata membuka jalan ke depan,” kata Tubagus.

Dengan pola pikir ini, para founder Chickin yakin bahwa mereka harus membangun keterlibatan komunitas sebelum mereka dapat monetisasi produk. Mereka mendirikan Chickin, sebuah komunitas untuk peternak ayam, melalui grup di WhatsApp untuk saling terhubung dan berbagi pengetahuan. Komunitas ini menjadi lapangan uji teknologi IoT Chickin, yang sejak itu telah berkembang menjadi Chickin Smart Farm. Sistem Chickin Smart Farm menggunakan IoT untuk mengatur suhu kandang dari jarak jauh (remote), meningkatkan kualitas hidup hewan ternak, dan menyederhanakan pengumpulan data untuk pemantauan kinerja yang lebih baik. Dengan mengoptimalkan efisiensi input peternakan, seperti pakan dan penggunaan listrik, Chickin Smart Farm meningkatkan hasil keuntungan peternak ayam.

Tubagus menekankan pentingnya pola pikir untuk mencari berbagai jalan menuju profitabilitas. Awalnya, Chickin menjadi trader, namun seiring berkembangnya ekosistem mereka, Chickin mengumpulkan lebih banyak data melalui teknologi IoT sehingga terlihat efisiensi yang dapat dilakukan di sepanjang rantai nilai peternakan ayam, dari hulu ke hilir.

“Rupanya, IoT hanyalah titik awal. Padahal awalnya kami mengira IoT merupakan tujuan utama. Sejak saat itu, kami sadar bahwa tujuan utama kami seharusnya adalah menghadirkan efisiensi yang terbaik untuk peternak. Dengan jaringan kami, kami dapat mengidentifikasi ‘di mana’ dan ‘bagaimana’ kami bisa melakukan efisiensi,” katanya. 

Saat ini, Chickin Fresh mendistribusikan daging ayam beku dan segar, langsung dari peternak, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bisnis. Kualitas produk daging ayam Chickin terjaga dan sesuai dengan standar pasar dalam hal kesegaran, keamanan, dan rasa, melalui penyederhanaan rantai nilai. Selain itu, Chickin menawarkan pembiayaan dan memfasilitasi penjualan B2B dengan transparansi data, mengatasi ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan.

Menepis keraguan investor dan memanfaatkan kompetisi

Berbagai tantangan muncul saat mencari investor. “Tidak ada yang percaya dengan ide kami. Kami ditolak investor berkali-kali karena mereka berasumsi bahwa Chickin harus bersaing dengan pemain industri yang sudah ada, yaitu para pemain besar,” kata Tubagus.

Namun, Chickin melihat peluang di pasar yang belum tergarap, di mana rantai nilainya masih terfragmentasi. Mereka hanya butuh membuktikan hal ini kepada investor.

Untuk mengatasi ketidakpercayaan investor, mereka harus merangkai cerita dengan lebih strategis dan menyesuaikan laporan keuangan. “Saat itu kami terlihat seperti perusahaan dagang dengan laporan keuangan yang berat,” kata Tubagus. “Jadi kami memanfaatkan teknologi untuk menjalin kerja sama dengan lebih banyak pemangku kepentingan. Langkah ini membantu kami  memberikan pembiayaan kepada peternak dan membuat rencana pembiayaan (financing) dan laporan neraca keuangan (balance sheet)  yang lebih sederhana.”

Tubagus menegaskan, “Pertumbuhan usaha kami pada tahun 2022 meningkat 19 kali lipat dalam satu tahun. Hal tersebut menjadi bukti bahwa pasar masih terfragmentasi. Kami tidak bersaing dengan pemain raksasa; sebaliknya, kami justru melengkapi ekosistem mereka.” Sebagai distributor pakan, Chickin menjalin kemitraan kolaboratif dengan para pemain besar. Tubagus menjelaskan, “Kami mengelola operasional peternakan dan menghadirkan daya tawar kepada pemain besar. Dengan mendistribusikan pakan dan menyederhanakan operasional, kami secara bersamaan telah memberdayakan peternak dan memperkuat kolaborasi dalam industri peternakan ayam.”

Chickin berhasil meraih pendanaan Seed dari East Ventures dan investor lainnya pada tahun 2022, tetapi sepanjang perjalanan itu mereka juga berpartisipasi dalam kompetisi. Kompetisi tersebut menjadi batu loncatan bagi Chickin untuk mendapatkan pendanaan, sumber daya, dan yang terpenting, validasi. “Kami ikut kompetisi berkali-kali. Dari modal awal kami yang hanya Rp 3 juta atau US$185, total pendanaan yang kami berhasil dapat dari kompetisi mencapai Rp 200 juta atau US$12.425. Semuanya masuk ke modal perusahaan untuk membangun produk dan teknologi kami,” kata Tubagus. Pengalaman Chickin di berbagai kompetisi juga yang membuat mereka mampu memperbesar dampak dan meningkatkan usaha secara pesat.

Bagi semua inovator yang tertarik dengan panggilan kewirausahaan seperti yang dialami oleh Tubagus dengan Chickin, East Ventures dan Temasek Foundation dengan bangga mempersembahkan kembali Climate Impact Innovations Challenge (CIIC) 2024, mengikuti kesuksesannya pada tahun 2023.

Tahun ini, Pertanian Berkelanjutan menjadi salah satu dari tiga bidang fokus utama (trek) kompetisi. Kami mengajak para inovator di bidang ini untuk menampilkan ide berkelanjutan mereka dengan mendaftarkan diri ke CIIC sebelum tanggal 4 Juni 2024, untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp10 miliar untuk menguji coba solusi mereka di Indonesia.

Startup founder di bidang teknologi seringkali mengabaikan pentingnya memahami konteks lokal. Pelajari masalahnya dan terjun ke lapangan untuk mendapatkan pengetahuan lokal. Kita harus tahu bagaimana rasanya menjadi peternak atau petani. Jangan banyak beralasan atau cepat menyerah; berubahlah saat diperlukan untuk memastikan produk kita benar-benar mengatasi masalah yang ada. Di sektor seperti kota tier 2 dan tier 3, tidak cukup untuk hanya mengandalkan data dan penelitian. Kita harus gesit, bergerak, dan mau menavigasi hambatan. Jika tidak, masalah yg ada tidak akan pernah teratasi,” demikian kesimpulan Tubagus.

Bergabunglah dalam kompetisi teknologi iklim terbesar di Indonesia dan tunjukkan inovasi Anda hari ini! Daftarkan diri Anda di CIIC di climateimpactinnovations.com.