Founder Rekosistem, Ernest Layman
East Ventures

Share

30 Mei 2024

From Portfolios

Coba, iterasi, gagal di awal – Kisah startup founder Rekosistem

Sebelum mendirikan Rekosistem, Ernest Layman dan Joshua Valentino, yang merupakan kawan satu kampus, bekerja di dunia korporat. “Joshua sangat peduli isu sosial dan etis, dan saya peduli lingkungan. Dari situ kami bekerja sama—Joshua menjadi sopir truk,” canda Ernest, “dan saya menjadi investor.” Begitulah awal Rekosistem dibentuk.

Indonesia, negara dengan populasi terbesar keempat di dunia sekaligus pencemar plastik terbesar kedua setelah Tiongkok, sudah lama bergulat dengan masalah pengelolaan sampah. Perkembangan ekonomi yang pesat pun memperburuk masalah ini, dan sebagian besar tempat pembuangan sampah sudah mencapai kapasitas maksimal, yang mana hal ini menjadi masalah serius bagi penduduk setempat. Tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan banyak risiko kesehatan dan sanitasi, bisa menyebabkan bencana, seperti kebakaran tempat pembuangan sampah yang terjadi di tahun 2023 silam.

Sistem pengelolaan sampah formal di Indonesia saat ini masih mengikuti siklus ambil-buat-buang dari ekonomi linear. Nyatanya, masalah sampah di Indonesia bukan hanya berkutat pada masalah pembuangan saja, tetapi juga mencakup seluruh siklus hidup material. Dari masalah tersebutlah, Rekosistem hadir. Rekosistem hadir untuk mengintegrasikan proses daur ulang dan penyortiran ke dalam rantai pengelolaan sampah formal untuk mendorong ekonomi sirkular.

“Indonesia sangat bergantung pada sektor informal untuk daur ulang sampah—pemulung, gerobak sampah, pengepul sampah. Sektor-sektor ini merupakan tulang punggung dari cara kami menerapkan ekonomi sirkular. Rekosistem berperan untuk menyentralisasi proses ini. Kami mengumpulkan sampah ke hub-hub pusat, dimana pemulung bisa menyortir dan memilah sampah untuk di daur ulang secara efisien. Cara ini meringankan biaya perjalanan dan meningkatkan produktivitas,” kata Ernest.

Langkah awal dan pelajaran yang bisa dipetik

“Pada tahun 2018, kami mulai mempelajari pengelolaan sampah dengan modal awal, seperti truk bekas, sebidang tanah, dan beberapa klien B2B. Kami tidak punya jaringan, modal, atau pengalaman untuk memulai secara besar-besaran, tetapi kami tahu kami bisa menciptakan nilai,” jelas Ernest.

Alih-alih membangun tim pengolah sampah baru dari nol, Rekosistem bermitra dengan pihak-pihak yang sudah lebih dahulu bekerja di proses pengelolaan sampah, yaitu para pengangkut sampah, pengepul, dan pemulung. “Kami fokus meningkatkan keahlian mereka, dan kami menyediakan alat mekanisasi serta sistem insentif yang terstandarisasi,” jelas Ernest.

Software Rekosistem menghubungkan pemerintah kota dengan pengangkut sampah dan fasilitas daur ulang milik Rekosistem. Reko Station dan Reko Hub, memastikan sampah bisa dilacak, disortir, dan disuplai ke pengolah daur ulang. Terlebih lagi, hub Rekosistem berfokus pada ergonomi dan efisiensi dengan memfasilitasi pekerja dengan alat penyortiran, seperti conveyor belt yang terhubung dengan mesin pres dan penyaring, untuk mengurangi biaya logistik. Dengan mesin penimbang, Reko dapat memberi insentif kepada para pekerja berdasarkan banyak dan berat sampah yang dikelola. Proses ini mendorong alur kerja yang efektif melalui mekanisasi.

Salah satu dampak yang paling mengharukan dari kerja Rekosistem yaitu adanya transformasi pada kehidupan para pekerja sampah. “Sebelumnya, pekerjaan ini dipandang tidak stabil dan berisiko, dengan upah minimum,” ungkap Ernest. “Kami mengubahnya menjadi lebih aman dan lebih dihargai, serta meningkatkan pendapatan mereka sebesar 220%. Sekarang, pekerja kami dapat memiliki kondisi keuangan yang lebih stabil dan kualitas hidup yang lebih baik.”

Menyelesaikan tantangan, pandangan kedepan

Pada tahun 2023, Rekosistem berhasil mendapatkan investasi sebesar US$5 juta dari East Ventures dan investor lainnya. Namun, sebelum ini, Ernest mengingat betapa sulitnya meyakinkan investor untuk mendukung sebuah startup teknologi iklim di sektor yang belum dianggap “menarik”. Perjuangan ini  sering dialami oleh banyak founder startup teknologi iklim.

Ernest percaya, menghadapi rintangan yang sulit di awal akan menjadikan sebuah startup lebih baik dan lebih siap untuk menghadapi tantangan masa depan. “Melewati hal tersebut membuat kami tangguh,” tutur Ernest. “Reality check membuat kami lebih cepat dewasa. Tetaplah realistis dengan produk kalian dan prioritaskan hal-hal terpenting untuk bisa berkembang lebih pesat dengan dengan investasi minim,” Ernest memberi saran.

Saran tambahan dari Ernest untuk para startup founder di bidang ekonomi sirkular dan pengelolaan sampah di Indonesia yaitu: “Jangan takut bersaing. Pasar ini cukup besar untuk banyak pemain, dan, apabila ada lebih banyak pemain di sektor seperti pengumpulan, pengolahan, dan penyortiran sampah, hal ini menunjukkan bahwa langkah Anda sudah benar. Pemain yang berbeda membawa hipotesis dan pendekatan yang berbeda, yang menunjukkan bahwa ada potensi besar di sektor ini. Jadi, jangan berkecil hati—gunakan hal tersebut sebagai motivasi untuk menjadi yang terbaik, dan ketahuilah bahwa Anda telah memilih sektor dan area yang tepat dalam pengelolaan sampah.”

“Satu poin penting lagi, tetaplah realistis dengan apa yang bisa dieksekusi dan apa yang dibutuhkan di setiap tahap, terutama untuk social entrepreneur yang memiliki niat baik dan tekad kuat. Solusi ideal memang penting, tetapi untuk mencapainya tetap perlu pendekatan bertahap yang relevan dengan kebutuhan pasar saat ini. Kita harus fokus pada apa yang dibutuhkan sekarang untuk mencapai keadaan ideal. Dampak membutuhkan pengukuran—solusi harus bisa diukur dan menguntungkan banyak orang, agar bisa benar-benar berdampak.”

Ke depannya, Ernest melihat ada potensi besar untuk perkembangan dan inovasi, terutama dengan janji pemerintah untuk menghentikan pembangunan tempat pembuangan akhir pada tahun 2030. “Ada begitu banyak peluang,” kata Ernest. Para inovator baru bisa masuk ke sektor ini dengan berbagai peran, seperti daur ulang dan pengelolaan sampah, mendesain ulang produk dan kemasan, pengolahan sampah, penambangan tempat pembuangan sampah, dan solusi waste-to-energy.

Rekosistem terus mengembangkan teknologi untuk menyederhanakan proses pengelolaan sampah. Dengan tetap fokus pada aspek teknologi dan sosial dari pengelolaan sampah, Rekosistem tidak hanya mengelola tetapi juga mengubah sampah menjadi sumber daya untuk masa depan yang berkelanjutan.

Bagi semua inovator yang tertarik dengan panggilan kewirausahaan seperti Ernest dengan Rekosistem, East Ventures dan Temasek Foundation, dengan bangga mempersembahkan Climate Impact Innovations Challenge (CIIC) 2024, setelah kesuksesannya di tahun 2023. 

Tahun ini, Ekonomi Sirkular menjadi salah satu dari tiga bidang fokus utama (trek) kompetisi. Kami mengajak para inovator di bidang ini untuk menampilkan ide berkelanjutan mereka dengan mendaftarkan diri ke CIIC sebelum tanggal 11 Juni 2024, untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp10 miliar untuk menguji coba solusi mereka di Indonesia.

Kepada para inovator di luar sana, Ernest berpesan: “Coba, iterasi, gagal di awal, dan belajar dengan cepat. Tetaplah fokus pada kebutuhan pasar dan respons pasar terhadap produk Anda, karena itu yang paling penting.”

Bergabunglah dalam kompetisi teknologi iklim terbesar di Indonesia dan tunjukkan inovasi Anda hari ini! Daftarkan diri Anda di CIIC di climateimpactinnovations.com.