Startup Teknologi Pendidikan (EdTech) di Indonesia: Semua Hal yang Perlu Kamu Tahu
21 June 2019
Pendidikan adalah kunci untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian, dua hal yang penting untuk bisa meraih kesuksesan dalam hidup. Sayangnya, di banyak negara, sistem pendidikan yang ada masih belum sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga baik proses maupun kurikulum yang diberikan masih ketinggalan zaman.
Karena itu, muncul era baru Teknologi Pendidikan (EdTech) yang mencoba untuk membawa perubahan yang dibutuhkan ke sektor yang sangat penting ini.
EdTech adalah istilah untuk teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan perangkat seperti software dan hardware, yang bertujuan untuk mempromosikan pendidikan. Berbagai startup dan perusahaan teknologi yang menjalankan bisnis di sektor ini telah memperkenalkan berbagai metode yang bisa membuat sistem pendidikan menjadi lebih efektif, efisien, dan bisa dijangkau oleh semua pihak.
Perjalanan memang masih panjang, namun negara dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia tentu membutuhkan solusi EdTech dengan skala besar. Riset terkini dari Bank Dunia menunjukkan bahwa 55% penduduk Indonesia yang telah menyelesaikan sekolah tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja dengan sukses. Angka ini tentu mengkhawatirkan karena jauh lebih besar dibanding negara tetangga mereka seperti Vietnam (14%) dan rata-rata negara lain yang merupakan anggota dari Organization for Economic Cooperation and Development (20%).
Pada tahun 2015, sebuah riset dari Program for International Student Assessment (PISA) juga menempatkan Indonesia di posisi ke-62 dari 72 negara yang mengikuti riset tersebut dalam hal keahlian matematika, ilmu pengetahuan alam, dan membaca.
Faktor-faktor ini membuat Indonesia sebagai pasar yang menjanjikan untuk para startup EdTech, yang diharapkan bisa membuat solusi nyata untuk membawa sektor pendidikan Indonesia ke era teknologi.
Solusi teknologi awal
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan beberapa hal untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional sejak awal tahun 200an. Anggaran di bidang pendidikan telah meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan dengan dua dekade terakhir, yaitu sekitar 20% dari total anggaran pengeluaran pemerintah, seperti ditetapkan dalam undang-undang.
Namun, angka tersebut sebenarnya masih rendah, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Indonesia tidak pernah menganggarkan dana pendidikan lebih dari 3,5% Gross Domestic Product (GDP), menurut data Bank Dunia. Angka ini lebih rendah dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam yang masing-masing menganggarkan dana pendidikan sebesar 4,1% dan 5,65% dari GDP mereka.
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia juga telah memperkenalkan penggunaan komputer untuk ruangan kelas dan ujian nasional dalam rangka membawa teknologi ke dunia pendidikan, namun hal ini masih terbatas ke sebagian sekolah saja.
Kementerian Pendidikan Nasional baru-baru ini mendigitalisasi materi belajar dari yang semula hanya berupa buku fisik. Namun langkah ini belum terlalu sukses, karena bentuk halaman yang statis tidak mampu menarik perhatian pelajar milenial yang kini lebih menyukai konten interaktif. Materi digital tersebut pun belum bisa diakses oleh pelajar yang tidak mempunyai smartphone dan tablet.
Usaha-usaha ini memang membawa Indonesia ke arah yang tepat, namun negara tersebut butuh pendekatan yang lebih inovatif dalam skala besar yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sektor pendidikan.
Sebuah pendekatan yang lebih berani
Saat ini ada sekitar 170 ribu sekolah dasar, 40 ribu sekolah menengah pertama, dan 26 ribu sekolah menengah atas di Indonesia, dengan lebih dari 45 juta pelajar. Sayangnya, hampir semua sekolah tersebut masih menggunakan metode konvensional, yang fokus pada pembelajaran di dalam kelas.
Riset dari University of London pada tahun 2009 menyebutkan bahwa ketika jumlah murid di sebuah kelas telah melewati angka tertentu, maka para guru cenderung gagal membantu mereka karena tidak mempunyai cukup waktu untuk memenuhi kebutuhan mereka semua. Masalahnya bukan pada jumlah murid di dalam kelas, namun lebih pada kurangnya perhatian yang akan didapat setiap murid dari sang guru.
Itulah mengapa beberapa riset, seperti yang dilakukan Benjamin Bloom dan University of Central Florida, menyarankan untuk mengombinasikan proses belajar mengajar di dalam kelas dengan metode belajar mandiri. Dengan menggabungkan kedua proses tersebut, para siswa dapat memiliki jalur belajar masing-masing, dan mengetahui bagian mana dari sebuah pelajaran yang mereka tidak mengerti. Mereka bisa menggunakan sesi belajar mengajar di kelas untuk menanyakan hal yang tidak mereka tahu, sehingga sesi tersebut bisa berlangsung secara efisien. Hal seperti ini bisa terwujud dengan bantuan teknologi.
Ruangbelajar, sebuah software belajar mandiri dari Ruangguru yang bisa mendukung konsep belajar gabungan tersebut, merupakan salah satu solusi. Menggunakan software tersebut, para siswa bisa belajar lewat ribuan video yang tersedia, dan mencoba untuk menyelesaikan soal latihan dan ujian, serta mempelajari cara yang benar untuk menjawabnya. Seluruh pelajaran tersebut dibuat dengan tampilan yang menarik, sehingga siswa milenial bisa menikmati waktu belajar mereka. Para siswa bisa mengakses software tersebut lewat desktop maupun smartphone, membuat mereka bisa belajar di mana pun dan kapan pun.
Selain itu, Ruangguru juga telah mengembangkan layanan lain seperti ruanguji, sebuah platform tryout online; dan ruanglesonline, sebuah layanan di mana para guru bisa membantu para siswa untuk menjawab soal secara real time.
Didirikan pada tahun 2014 oleh dua orang pemuda asal Indonesia, Adamas Belva dan Iman Usman, Ruangguru langsung mendapatkan pendanaan tahap awal (seed funding) dari East Ventures di tahun yang sama.
“Kami tumbuh 21 kali lipat dalam waktu enam bulan,” ujar Belva kepada awak media. Ia mengatakan bahwa pertumbuhan signifikan tersebut hanya mungkin terjadi karena adanya kebutuhan akan pendidikan berkualitas dari masyarakat Indonesia.
Hingga kini, mereka juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa pemerintah daerah untuk menyediakan Learning Management System yang mereka buat untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Masa depan EdTech
Coba tanya seorang anak 90an tentang apa yang mereka ingat dari sekolah, maka mereka mungkin akan menjawab buku, pekerjaan rumah, dan akses yang terbatas ke komputer besar yang ada di ruang keluarga. Namun bagi generasi masa kini, aktivitas belajar tanpa laptop, tablet, dan smartphone, tentu tidak akan bisa mereka bayangkan.
Selama satu dekade terakhir, sistem pendidikan di seluruh dunia telah mengalami perubahan yang signifikan, dipimpin oleh revolusi teknologi yang kini coba menantang status quo. Hal yang sama pun akan terjadi di Indonesia.
Kita nantinya akan melihat sesi belajar mengajar di dalam kelas dengan tutorial yang telah direkam sebelumnya, Massive Online Open Courses (MOOC), sesi belajar yang dipimpin oleh kecerdasan buatan, sesi belajar yang berbasis augmented dan virtual reality, serta metode pendidikan lain yang akan membuat proses belajar menjadi lebih personal dan produktif.
Ini hanya masalah waktu, dan siapa yang akan memimpin perubahan ini.