Semakin banyak perusahaan Indonesia yang memasang panel tenaga surya atap

4 Maret 2022

Semakin banyak perusahaan Indonesia yang menyimpan energi matahari untuk bergerak menuju  keberlanjutan. Salah satunya diterapkan oleh  pabrik pakaian Pan Brothers. Pada Januari lalu, tiga pabrik milik Pan Brothers di Boyolali, Jawa Tengah, mulai mengoperasikan panel surya atap yang dapat menghasilkan 1.800 kilowatt peak (kwp), nilai energi yang dihasilkan  pada saat kinerja tertinggi, yang biasanya terjadi pada hari cerah di siang hari. 

Panel tenaga surya serupa, menghasilkan 130 kwp, telah dipasang di fasilitas lain di Kabupaten Sragen, provinsi yang sama, dan pekerjaan pemasangan sedang berlangsung di lokasi ketiga, di Kabupaten Serang, provinsi Banten. 

Secara total, semua panel surya tersebut dapat menghasilkan 2.554 kwp dan ditargetkan dapat mengurangi 2,1 juta kg karbon dioksida setiap tahunnya. Wisno, Project Manager Tenaga Surya Pan Brothers, mengatakan peralihan ke energi bersih sebagian besar didorong oleh permintaan dari pelanggan luar negeri yang menginginkan pengurangan jejak karbon (carbon footprints). 

Namun, dia turut mengakui bahwa solar panel juga berdampak pada penghematan biaya. 

“Panel surya efektif selama empat hingga lima jam setiap harinya. Berdasarkan simulasi, pemasangan akan memangkas biaya (listrik) kami sebesar 6 hingga 8 persen per tahun,” katanya kepada The Strait Times (ST). 

“Dengan menggunakan panel tenaga surya on-grid, perusahaan menikmati diskon 20 persen untuk tarif listriknya. Pan Brothers, yang memasok brand global termasuk Adidas dan Nike, kini berencana untuk tahap berikutnya, yakni menyimpan energi matahari untuk penggunaan pada malam hari,” kata Wisno. 

Tekanan dari pasar dan daya tarik terhadap biaya listrik yang lebih rendah, membuat semakin banyak perusahaan Indonesia seperti Pan Brothers yang beralih ke tenaga surya. Langkah ini akan membantu Indonesia untuk mengurangi emisi karbonnya, terutama dengan Indonesia yang  termasuk dalam 10 negara penghasil emisi terbesar di dunia. 

Upaya menuju penggunaan tenaga surya telah memperluas peluang bisnis bagi startup dan perusahaan yang menyewakan panel atas atap, seperti Xurya Daya Indonesia yang menjadi pemasok untuk Pan Brothers, dan Surya Utama Nuansa (SUN) Energy.

Panel surya diharapkan dapat menghasilkan tenaga sebesar  3,61 gigawatt pada tahun 2025, melonjak dari perkiraan sebesar 90MW pada tahun lalu. Saat ini, investasi awal yang cukup besar sering menghalangi bisnis dan rumah tangga di Indonesia untuk beralih ke penggunaan panel surya.

Sebanyak 58 perusahaan kini telah menyewa solar panel milik Xurya, dan sebagian besar adalah industri manufaktur seperti tekstil dan sektor otomotif. 

Xurya juga tengah melakukan instalasi pada 39 perusahaan lainnya tahun ini, termasuk perusahaan yang terletak di luar Jawa. 

“Kami melihat potensi (pertumbuhan) yang luar biasa untuk pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia,” kata Vice President for Marketing Xurya, George Hadi Santoso kepada ST. “Kami menargetkan pertumbuhan bisnis sebesar  tiga kali pada tahun ini.” 

Xurya yang didirikan pada 2018, mendapatkan pendanaan sebesar US$21,5 juta (Rp 309 miliar) pada pertengahan Januari 2022, dari beberapa investor yang dipimpin oleh perusahaan modal ventura Asia Tenggara, East Ventures dan perusahaan investasi lokal Saratoga Investama Sedaya. Menurut George, para investor tersebut akan mendukung rencana ekspansi bisnis perusahaan. 

Chief Commercial Officer SUN Energy, Dionpius Jefferson mengatakan perusahaan berharap dapat mengamankan beberapa proyek tambahan untuk mencapai target penyelesaian 100 proyek dari 2018 hingga akhir tahun ini.  SUN Energy yang telah menjual panel tenaga surya sebelum mentransisi ke bisnis rental pada tahun 2018, telah memiliki 90 proyek dengan total 115MW, di mana setengahnya masih dalam tahap proses.

“Kami memiliki target yang agresif. Kami berusaha memenuhinya tahun ini,” kata Dionpius kepada ST, Dionpius menambahkan bahwa target utamanya adalah perusahaan yang bergerak di industri yang menghabiskan energi dalam ukuran besar, termasuk semen, keramik, dan plastik.

Baik George maupun Dion memahami bahwa hambatan terbesar untuk memenuhi target bisnis mereka adalah kesulitan dalam mendapatkan izin dari pemasok listrik negara,Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk pemasangan panel.

Bahkan, di beberapa lokasi untuk mendapatkan izin dapat memakan waktu beberapa bulan, kata George.

Dion juga menambahkan, PLN telah memberlakukan persyaratan tambahan bagi perusahaan yang bersedia untuk memasang panel surya atap.

Hal ini termasuk permintaan bagi perusahaan untuk meningkatkan layanan mereka ke layanan di mana minimum penggunaan listrik yang dihitung seringkali lebih tinggi dari penggunaan sebenarnya, sehingga menghasilkan tarif yang lebih tinggi.

“Tidak bisa dipungkiri, pemasangan panel surya akan mengurangi pendapatan PLN. Target bisnis (PLN) harus diubah,” kata George, menekankan bahwa pengembangan tenaga surya harus dihitung sebagai Indikator kinerja utama PLN.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif di lembaga think tank. Institute for Essential Services Reform (IESR), memperkirakan, pasar potensial untuk panel surya atap di sektor komersial dan industri di Indonesia tetap besar, setiap tahun mencapai 1 gigawatt, setidaknya untuk tahun ini dan tahun depan.

Ia mengatakan, tarif yang ditawarkan dalam kontrak sewa jangka panjang untuk tenaga surya rata-rata 10 persen hingga 15 persen lebih rendah dari listrik yang dipasok PLN. 

“Mereka menginginkan energi hijau dari sumber energi terbarukan, dan pada saat yang sama bertujuan untuk menurunkan biaya produksi melalui pengurangan biaya energi mereka. Hal ini merupakan daya tarik yang luar biasa,” kata Fabby mengacu pada hal yang dituntut kepada para  pelaku bisnis.

***

Artikel asli di The Straits Times.