Teten Masduki, Minister of Cooperatives and SMEs
East Ventures

Share

5 April, 2023

Leadership

Momentum untuk menilai UMKM yang memiliki resiliensi: Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM Indonesia

Bagaimana upaya Kementerian Koperasi dan UMKM untuk mempertahankan momentum peningkatan ekonomi digital indonesia, yang ditopang oleh UKM di tengah badai krisis?

Sebelum pandemi COVID-19, UMKM yang terhubung ke digital hanya 8 juta. Ketika pandemi, hampir 21 juta UMKM yang terhubung. Ini merupakan suatu lompatan besar. 

Transformasi digital UMKM salah satunya dipicu pandemi COVID-19 kemarin yang mendorong UMKM mencari alternatif untuk tetap bertahan. Kedua, tren belanja di pasar digital akan semakin berkembang karena kemudahannya. Apalagi kondisi demografi didominasi generasi muda yang senang belanja secara digital. Ketiga, keberadaan pasar digital membantu UMKM mengakses pasar yang lebih luas. 

Tiga hal tersebut menjadi pondasi untuk terus mengakselerasi UMKM go digital dan mencapai target 30 juta pada 2024. Saya optimis ini tercapai karena adanya dukungan dari pemerintah seperti belanja barang dan pemerintah semakin didorong belanja melalui katalog digital (E-catalog).

Ini memotivasi UMKM untuk memanfaatkan e-catalog karena belanja pemerintah untuk UMKM ditetapkan 40% dari APBN, sekitar 400 triliun. Presiden Jokowi ingin trennya diperbesar karena berdampak positif dan menggerakkan ekonomi lokal, terutama UMKM.

Terkait ancaman resesi di tahun depan, KemenkopUKM sedang menyiapkan beberapa skenario untuk mengantisipasi itu. Salah satunya adalah terus melanjutkan program restrukturisasi, meskipun komite PEN tahun ini berakhir. Kami juga mengusulkan kredit macet UMKM yang tidak signifikan nilainya untuk dihapuskan. Ini akan sangat bagus karena selama ini banyak UMKM yang masih terkendala BI checking untuk bisa mendapatkan pembiayaan baru.

Terkait akses pembiayaan, presiden sudah menetapkan 30% kredit perbankan harus disalurkan untuk UMKM. Saat ini realisasinya baru 20%, namun lapangan kerja 97% adalah UMKM. Jadi saya selalu sampaikan ini merupakan momentum bagi pemerintah untuk melihat kekuatan ekonomi UMKM yang betul-betul punya daya tahan dan berpotensi diperkuat aksesnya.

Bagaimana upaya pemerintah, khususnya KemenkopUKM untuk meningkatkan daya saing produk UMKM di pasar mancanegara?

Pertama, kita perlu memperluas platform digital dalam skala daerah atau dalam captive market (pasar khusus) tertentu. Ini karena banyak UMKM yang tidak bisa bertahan lama di platform digital dalam skala nasional, misalnya karena rata-rata kan kapasitas produksi yang lemah.

Kami juga terus menyelenggarakan pahlawan digital, Digital Awards untuk anak-anak muda yang mengembangkan aplikasi-aplikasi digital. Tahun 2020 ada sekitar 20 platform digital yang sudah membantu mengakses pasar, pembiayaan, bahan baku, SDM berkualitas. Akan tetapi platform ini masih didominasi ekonomi perkotaan sehingga banyak sektor yang mempunyai keunggulan namun belum tergarap.

Kedua, literasi digital. Ini bukan hambatan utama dan relatif mudah karena sekarang generasi muda banyak yang terlibat di ekonomi digital dan jangkauannya sudah lebih luas. Oleh karena itu, saat ini kami menyasar pendampingan di secondary city.

Apa saja kolaborasi yang sudah dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM bersama dengan para swasta untuk memajukan UKM di Indonesia ini untuk go digital? 

Untuk mendorong transformasi digital UMKM tidak bisa dilakukan sendiri. Pemerintah sudah menjalin kolaborasi dengan e-commerce. Kami melakukan pendampingan dengan mereka dan kita juga punya fasilitas di daerah pusat pelayanan terpadu ada 74 dan ini kita akan terus tambah ini juga menjadi tempat pelatihan, pemotretan untuk menjadi studio produk UMKM untuk siap di pasarkan di pasar digital. Jadi itu saya kira cukup efektif.

Kedua, kami mengorganisir UMKM digital melalui SMESCO yang mencapai 35.000 orang yang sudah komitmen mengedepankan penjualan produk-produk lokal. Harus diakui bahwa masih banyak beredar produk dari luar negeri. Untuk itu, pemerintah sedang melakukan kajian untuk revisi UU No. 50/2020. 

Ketiga, perlunya melindungi UMKM dan e-commerce dalam negeri dari ancaman luar. Menurut saya, tiga hal tersebut penting untuk membangun pondasi kita untuk  mendorong UMKM semakin tertarik masuk ke platform digital, termasuk konsumen. 

Bagaimana progres dari Gerakan Ekonomi Hijau ini terhadap pelaku UMKM? Apa tantangan yang dihadapi selama penerapan gerakan ini?

Saya optimis ya gerakan ekonomi berkelanjutan ini akan terus tumbuh. Survei kami menunjukkan lebih dari 70% pelaku UMKM setuju atau lebih tertarik dengan bisnis ramah lingkungan. Misalnya pembatasan penggunaan listrik, penggunaan kemasan dari plastik, dll. Intinya mereka sangat siap untuk masuk ke program ekonomi berkelanjutan yang tidak merusak lingkungan.

Tinggal sekarang bagaimana gerakan ini diperbesar, termasuk juga misalnya masuk ke produk-produk organik. Misalnya, penggunaan bahan bakar non fosil. Jadi saya optimis melihat ini, tinggal bagaimana kemudahannya. Akan tetapi, tentunya kami perlu berkolaborasi dengan lembaga lain untuk mewujudkan hal ini. Kami bersama Kementerian ESDM sedang menyiapkan pelatihan pelatihan untuk para bengkel konversi listrik untuk mendorong konversi ini. 

Presiden telah meluncurkan KUR cluster, akan tetapi dinilai kesulitan dalam sinkronisasi dengan ekosistem digital. Apa upaya yang dilakukan KemenkopUKM dalam mengatasi hal tersebut?

Kami mendorong perbankan melakukan inovasi dalam menyalurkan kredit kepada UMKM. Selama ini penyaluran kredit masih menggunakan kolateral. UMKM jelas tidak punya aset sehingga mereka akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan kredit perbankan. Di sisi lain, pemerintah terus mendorong perbankan agar menyalurkan kredit hingga 30% di 2024. Contoh yang paling baik terkait hal ini yaitu yaitu Korea Selatan, 81% kredit perbankan disalurkan untuk UMKM. 

Kami mempelajari kesulitan atau ketakutan bank untuk menyalurkan kredit ke UMKM adalah aset, meskipun NPL UMKM rendah. Hal tersebut membuat kami mengupayakan KUR cluster. Sementara KUR sendiri kan dari tahun ke tahun kita naikkan. Tahun ini kan 373 triliun walaupun penyerapannya sekitar ya 98%, tahun depan kita akan menaikkan 460 triliun dan presiden mengarahkan kepada kita supaya itu disalurkan ke sektor produktif, bukan lagi ke sektor perdagangan. Sementara bank itu kan lebih senang ngasih ke warung warung kelontongan begitu karena cash flow nya aman lah mungkin potensi NPLnya yang rendah, tapi kalau ke sektor produksi misalnya ke petani, nelayan, peternak, para pengrajin itu kan nggak terlalu berani. Jadi KUR cluster ini bisa jadi satu ide jadi karena UMKM yang sudah terhubung ke opteker ini kan mestinya Bank tidak takut dia memberikan kredit karena ada kepastian market, ada kepastian harga termasuk UMKM yang misalnya menjadi bagian dari rantai pasok industri atau BUMN begitu. 

Seharusnya bank tidak perlu takut, termasuk juga UMKM yang sudah terhubung ke ekosistem digital. Dengan data yang terdigitalisasi, perbankan bisa mengecek kesehatan keuangan UMKM. Saya sampaikan presiden pentingnya penggunaan teknologi digital dalam menyalurkan pembiayaan, yaitu dengan melakukan credit scoring. Saat ini juga sudah banyak platform digital yang menyediakan jasa credit scoring. Kami dari KemkopUKM terus mendorong UMKM agar melakukan pencatatan atau pembukuan keuangan melalui aplikasi digital yang terintegrasi. Namun perlu kesepahaman terkait credit scoring dengan OJK. 

Mengingat potensi kekuatan ekonomi UMKM, apakah perlu dibangun suatu wacana dengan OJK terkait kebutuhan unit khusus yang menangani UMKM?

Saya melihat alasan perbankan di Korea Selatan, Jepang, dan China cukup agresif  dalam menyalurkan pembiayaan ke UMKM karena UMKM memang menjadi bagian rantai pasok industri. Di sana, UMKM merupakan pembuat bahan setengah jadi atau bahan baku, sehingga memiliki pangsa pasar yang jelas. Di Indonesia, 96% UMKM merupakan warung kuliner, pedagang kaki lima, dan lain sebagainya. UMKM yang sudah terhubung ke industri hanya 7%. Sementara negara emerging industry lain seperti Vietnam sudah mencapai 24,6%. Karena itu kami mendorong salah satunya solusinya yaitu KUR cluster supaya UMKM menjadi bagian industri.


Unduh East Ventures – Digital Competitiveness Index 2023 di sini.