Eka Himawan, Managing Director of Xurya Daya Indonesia
East Ventures

Share

5 April, 2023

Leadership

Teknologi bantu tenaga kerja tingkatkan keterampilan: Eka Himawan, Managing Director Xurya Daya Indonesia

Pada tahun 2021, nilai ekonomi digital Indonesia telah mencapai US$ 63 miliar dan terus tumbuh diperkirakan dapat mencapai US$ 360 miliar pada tahun 2030. Bagaimana startup memainkan peran penting sebagai katalis pertumbuhan ekonomi digital?

Startup identik dengan inovasi. Kami pikir spirit inovasi bisa menciptakan solusi yang menambah nilai ekonomi. Ketika pandemi COVID-19 banyak startup dan bisnis lainnya yang mengalami penurunan. Namun kita patut berterima kasih kepada teknologi karena membantu startup menjadi bagian dari tren.

Perekonomian global menghadapi krisis multidimensional atau perfect storm akibat resesi global, krisis energi, dan tensi geopolitik. Apa saja strategi yang disiapkan Xurya menghadapi kondisi tersebut?

Karena berbisnis di sektor energi, kami sebenarnya berpandangan bahwa krisis ini adalah peluang. Di satu sisi, kenaikan harga listrik tidak bagus bagi perekonomian, akan tetapi ini justru menunjukkan bahwa harga energi sangat bergantung terhadap risiko geopolitik. Kami berharap ini menjadi panggilan bagi petinggi negara. Kami merasa sejauh ini permintaan terhadap kami cukup meningkat karena krisis ini. Karena konsumen juga khawatir apakah harga listrik tersebut sustainable atau tidak.

Di tengah digitalisasi yang tumbuh pesat, infrastruktur digital dan fisik masih belum merata di Indonesia. Bagaimana Xurya memanfaatkan peluang tersebut untuk mendorong pemerataan digital dan pertumbuhan ekonomi digital di daerah-daerah tier 2 dan 3 Indonesia?

Di Xurya, energi menjadi bisnis utama kami. Kami bergerak di bidang komersial dan solar melalui pemasangan panel surya di atap pabrik dan mal. Jika dibandingkan dengan PLTS, perbedaanya adalah pada jumlah lokasi yang harus kita pasang untuk mendapatkan dampak yang sama. Jika dilakukan secara manual, akan menghabiskan banyak sumber daya. Jadi kami memiliki teknologi untuk monitor produksi dan konsumsi listrik dari jarak jauh. Tenaga kerja akan dikirim ke lokasi ketika ada perbaikan saja. 

Salah satu kunci bisnis yang kami tawarkan dari segi teknologi adalah sistem IoT, sensor, dll untuk mengoptimalkan produksi. Saat ini kami sudah menjangkau Pulau Jawa, Medan, Makassar, Palembang, hingga Bali. Jadi jangkauan pelayanan yang kami tawarkan sesuai kondisi jangkauan internet saat ini. Selama daerah tersebut sudah terjangkau internet, kami bisa layani.

Startup membawa inovasi teknologi yang berdampak nyata bagi ekonomi digital dan kolaborasi menjadi hal penting didalamnya, seperti apa dan bagaimana Xurya berkolaborasi untuk menumbuhkan ekosistem digital yang berkelanjutan?

Kami bermitra dengan kontraktor konstruksi dan pemasok inverter panel surya inverter. Sejujurnya inverter dan panel surya rata-rata berasal dari luar negeri karena industri Indonesia belum cukup memadai. Namun untuk ekosistem ekonomi digital, beberapa kontraktor besar bisa melakukan konstruksi, sementara kontraktor kecil bisa dibilang sedikit. 

Hal yang kami lakukan adalah menggunakan teknologi untuk meningkatkan keterampilan. Kami melatih mereka pengetahuan tentang panel surya serta melakukan konstruksi dan pemantauan melalui aplikasi di handphone. Aplikasi tersebut akan membantu kontraktor dalam melakukan konstruksi sesuai standar. Sejauh ini kami mendapat sambutan positif karena tidak hanya membantu kontraktor untuk memantau kualitas tapi juga membantu mereka dalam edukasi.

Resiliensi bergantung pada kemampuan beradaptasi di tengah berbagai kondisi, pun ketika terjadi disrupsi. Bagaimana model bisnis dan talenta digital yang diperlukan untuk terus membuka potensi ekonomi digital yang baru?

Fleksibilitas untuk mencari tahu apa yang bisa berjalan dengan baik dan apa yang tidak bisa dilakukan. Kami telah melakukan beberapa inovasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen seperti penjanjian kontrak jangka panjang dengan imbal balik simpanan bagi konsumen. Namun inovasi tentunya menimbulkan tantangan yang berbeda. Kemudian solusi yang kita tawarkan adalah mencari pendanaan. Ini yang menjadi salah satu asal usul resiliensi yaitu bisnis utama kami.

Namun dalam perjalanannya, kami melakukan banyak perubahan menyesuaikan dengan kondisi. Salah satu kunci resiliensi adalah berinovasi dalam model bisnis cara kerja. Harapannya, kami bisa tetap relevan ke depannya.

Agenda pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif juga ditandai dengan keselarasan dengan SDG melalui penerapan ESG, bagaimana penerapannya di Xurya dan apa saja tantangan yang dihadapi?

Berbicara tentang ESG, setiap kali kami mendapat pelanggan itu artinya bisa mengurangi dampak karbondioksida dari pelanggan tersebut. Jadi tentu saja hal yang paling utama di bisnis kami adalah lingkungan. 

Indonesia merupakan salah satu pencemar atmosfer terburuk dari sisi intensitas. Global effect untuk setiap listrik yang dipakai menghasilkan karbondioksida sebesar 0,7 kg per kWh. Indonesia menghasilkan 0,935 kg per kWh karena listrik kita 80% berasal dari batubara. Angka ini 20%-30% lebih tinggi dibandingkan rata-rata global. Kalau misalnya kita mau membuat mobil listrik, akhirnya listriknya juga dari batubara. 

Misalnya kita mendorong keberlanjutan melalui penjualan mobil listrik, kita harus menggunakan listrik bersih. Kalau kami sebagai perusahaan mau menjual listrik bersih, harus dimulai dari internal kami sendiri. Salah satu dari 5 Core value kami selain kolaborasi adalah penting untuk peduli terhadap lingkungan. Kami melakukan mulai dari hal-hal kecil seperti daur ulang baterai, penggunaan botol air minum isi ulang, menggunakan lampu dan pendingin ruangan secukupnya. Kami merasa kalau mau mencoba memberikan dampak, harus kita mulai dari diri sendiri terlebih dahulu.

Xurya hadir untuk memperluas jangkauan implementasi dan pemanfaatan PLTS. Bagaimana perkembangannya hingga saat ini? Apa saja tantangan yang dihadapi?

Indonesia tergolong sangat terlambat dalam sistem listrik bersih. Total panel surya yang sudah terpasang di Indonesia baru mencapai 250. Sebagai negara ekuator kita tertinggal dibandingkan negara tetangga. Penggunaan panel surya di Singapura sudah mencapai 1 Giga megawatt, Thailand 5.000 megawatt, Filipina 3.000 megawatt, dan Vietnam 18.000 megawatt. Kami rasa dari sisi kemampuan ekonomi tidak berbeda jauh, namun perbedaannya terletak pada kemauan pemerintah. 

Hal yang mau kita ubah adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan dampak yang besar terhadap iklim. Namun karena pemerintah kurang terbuka, kami akhirnya mengarah pada komersial dan mendapat lebih banyak pelanggan. Jadi pelanggan tersebut membantu kami untuk memperbesar gaung. Semoga hal ini membantu pemerintah untuk lebih meningkatkan fokus terhadap panel surya dan iklim. Pelanggan kami saat ini sudah lebih dari 100 perusahaan di 2022 yang mencakup Medan, Palembang, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Makassar, dan juga Bali. Kami juga memiliki 4 kantor cabang di Medan, Semarang, Surabaya, dan Jakarta dan sudah menggarap 118 proyek. Semoga dengan jumlah pelanggan ini, kami bisa gaungkan lebih besar ke masyarakat hingga akhirnya masyarakat berminat.

Bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) ditargetkan mencapai 23% pada 2025. Bagaimana peran Xurya dalam membantu pencapaian target pemerintah tersebut?

Kami rasa progresnya sangat pelan. Hal ini akhirnya akan kembali lagi terkait apakah regulasinya mendukung atau tidak. Banyak kita dengar ketika pemerintah mendukung, namun tidak selalu konsisten pada praktik di lapangan. Hal ini bisa berdampak pada ketakutan konsumen untuk memasang panel surya sendiri. Namun kami perjelas bahwa pemerintah terdiri dari banyak instansi dengan berbagai kewenangan, mulai dari pembuat regulasi, implementasi, hingga eksekusi. 

Menurut kami pemerintah di bagian pembuat regulasi sangat mendukung, tetapi belum pada instansi yang melakukan eksekusi cuman memang dari lembaga eksekusinya itu Menurut saya itu mereka juga harus ngeset KPI yang ditentukan pemerintah mereka harus kasih listrik yang memadai epicent time mereka juga harus kejar revenue juga sedangkan yang mereka konsenkan adalah kalau banyak orang yang pasang panel surya akan mengurangi revenue mereka. Jadi kuncinya kita mengetahui challenge kita, jadi mencoba cari cara untuk bergerak di bidang yang tetap bisa support mereka punya industri makanya kita menyasar klien di sektor industri karena salah satu kuncinya pemakaian listriknya itu kan dominan siang hari kalau Perumahan malam hari. Solar panel itu andi ruginya di siang hari jadi menurut saya pemakaian listriknya dengan produksi lebih sesuai lah tidak terlalu banyak implikasi terhadap lembaga-lembaga pengeksekusian kelistrikan.

Jadi salah satu hal yang ingin kita tekankan adalah bagaimana caranya mendorong komersial industri ini. Hal ini akhirnya menjadi edukasi bagi pembuat regulasi bahwa ini juga menjadi perhatian mereka. Kuncinya adalah membantu kestabilan sistem dan advokasi yang mau disampaikan ke pemerintah.  dan kadang-kadang Kalau yang kayak gini susah untuk kita berargumentasi melalui kata-kata. Toko mending kita argumentasinya lewat hasil yang dilihat aja, Kalau dipasang gak ada impactnya berarti aman dong. Mending kita lihat dari proof lah daripada kita bersilat lidah karena itu nggak akan pernah ada habisnya.


Unduh East Ventures – Digital Competitiveness Index 2023 di sini.