Christopher Madiam, Co-Founder & President of Social Bella
East Ventures

Share

5 April, 2023

Leadership

Memungkinkan pengalaman omnichannel dan perilaku digital: Christopher Madiam, Co-Founder & President Social Bella

Nilai ekonomi digital dinilai akan terus tumbuh, menurut laporan dari Google diperkirakan mencapai hingga US$360 miliar. Bagaimana peran startup untuk tetap memainkan peran penting sebagai katalis dari pertumbuhan ekonomi digital?

Ekonomi Indonesia sendiri bertumbuh karena kita tahu saat ini populasi Indonesia didominasi oleh Gen Z dan Milenial. Kedua generasi ini merupakan generasi yang berada di usia produktif di mana mereka secara aktif menggunakan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan harian. Di sini, peran startup itu sangat krusial karena kebanyakan dari mereka mengutilisasi teknologi sehingga mampu mengirimkan produk kepada konsumen dengan baik. Jadi, backbone dari startup tentunya generasi. Karena itu, kita ingin sekali ekonomi Indonesia bertumbuh karena kita dapat bonus demografi, di mana kebanyakan populasi pada usia sangat muda.

Potensi ekonomi Indonesia bertumbuh namun saat ini dihadapi dengan perfect storm, bagaimana Social Bella menghadapi kondisi-kondisi yang tidak pasti ini?

Dari kami sendiri ini sebenarnya strategi dari awal, kami memiliki dua konsep pada saat mendirikan Social Bella. Kami membutuhkan business model dan pada saat yang sama kami membutuhkan future proof organization. Sebuah model bisnis yang bisa sustainable, dalam arti model bisnis harus bisa adaptif seiring berjalannya waktu. Yang kedua, future proof organization juga sangat penting karena bisnis ini dijalankan oleh tim atau organisasi. Kami telah menaruh banyak perhatian kepada organisasi kami agar mampu adaptif ke model bisnis karena model bisnis akan selalu berganti. Jadi, cara berpikir kita membangun keseluruhan ekosistem supaya kita bisa melayani pelanggan kita dengan cara terbaik dan paling efisien.

Di dalamnya ada orang-orang yang menjalankan model bisnis ini, sehingga kombinasi keduanya sebenarnya selalu menjadi kekuatan kami untuk menghadapi situasi apapun. Bukan hanya di saat lagi krisis, tapi juga di saat ekonomi sedang bertumbuh. Contoh, pada 2020-2021 seperti yang kita ketahui bisnis digital sedang tumbuh sangat cepat, dan kini semuanya harus digital. Organisasi yang bagus berarti mereka bisa adaptif dengan cepat sehingga bisa mengambil kesempatan di saat yang sama. Bagaimanapun, saat ini krisis pandemi sudah berakhir, orang-orang sudah mulai keluar. Bagaimana organisasi bisnis juga bisa beradaptasi untuk menghadapi tantangan ini supaya kita bukan hanya survive tapi juga strive

Kita ketahui bahwa digitalisasi infrastruktur di Indonesia baik digital maupun fisik itu masih belum merata. Bagaimana Social Bella memanfaatkan peluang tersebut untuk mendorong pemerataan ekonomi digital dapat merata ke daerah-daerah di tier 2 dan 3?

Di indonesia, kita melihat gap atau diferensiasi antara kota-kota besar dan di kota-kota kecil. Namun, semakin ke depan gap-nya semakin kecil. Kami menyadari untuk tier 2, khususnya dalam 10 tahun terakhir sudah jauh lebih baik. Inisiatif pemerintah dan pertumbuhan startup menjadi faktor pendorongnya. Namun, kami melihat dari tier 3 dan mungkin beberapa kota yang lebih kecil masih ada gap-nya yang sangat jelas.

Fokus kami selama tahun pertama dan kedua ketika mulai launching, kami punya omnichannel. Kami fokus dari tier satu dan dua dahulu. Sekarang kami sudah mulai mengalihkan fokus kami ke tier 3 bahkan tier 4, kota-kota yang jauh lebih kecil tapi kami melihat potensi di sana besar sekali dan cara kami untuk bisa masuk ke sana dengan strategi omnichannel. Bagaimana point of entry-nya dari kehadiran Sociolla Store, terutama di area atau di tempat kunjungan seperti mall yang ramai didatangi.

Kemudian dari Sociolla Store, kami membangun keseluruhan teknologi untuk memungkinkan pengalaman omnichannel di mana kami juga mendorong perilaku digital, misalnya bagaimana caranya pada saat mereka sudah tahu barang apa yang mau dibeli, bisa memahami barang apa yang dibutuhkan. Dengan omnichannel Sociolla, ketika masyarakat di kota-kota kecil mau membeli produk, dipermudah karena bisa langsung beli online offline sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, mereka beradaptasi terhadap penggunaan digital untuk mencari informasi tentang kebutuhan yang mereka butuhkan akan jauh lebih meningkat. Kami melakukan edukasi secara langsung, bagaimana cara menggunakan SOCO App untuk mengetahui kebutuhan mereka.

Yang kedua juga untuk mengetahui produk yang sesuai dengan permasalahan kulit. Dari sana, ada banyak hal yang dapat kita dorong kepada konsumen seperti untuk membagikan apakah produk tersebut cocok buat mereka. Harapannya, penetrasi adaptasi digital di kota-kota kecil ini akan meningkat dengan sendirinya. Karena pada saat mereka biasa menggunakan aplikasi untuk kebutuhan beauty and personal care, pada akhirnya mereka juga akan mulai terbiasa menggunakan hal yang serupa.

Kolaborasi merupakan hal penting dalam inovasi teknologi dan juga bagi ekonomi digital. Bagaimana sociolla Bella melakukan kolaborasi untuk menumbuhkan ekosistem digital yang berkelanjutan?

Kalau bicara kolaborasi Social Bella, dari hari pertama kami didirikan sudah full of collaborations. Awalnya sebagai Sociolla, kami punya collaboration partner untuk brand dalam dua hal, sebagai marketing partner sekaligus sebagai sales partner. Dalam arti kolaborasi, bagaimana caranya kami bisa memberikan edukasi yang terbaik tentang satu brand ke potensial customer mereka. Kemudian dengan seiring waktu Social Bella sudah berkembang dari Sociolla yang hanya online e-commerce menjadi omnichannel. Lalu, kami juga sudah punya B2B, kami punya media sendiri jadi kolaborasi ini meningkat ke level yang jauh lebih dalam.

Contohnya pada saat kami kolaborasi dengan brand, kami membantu dari sisi brand awareness dan edukasi, bagaimana menggunakan produk tersebut. Tapi  pada saat yang sama, kami menyadari dengan besarnya pengaruh yang kami miliki, kami juga perlu mengedepankan bukan hanya sekadar tentang brand-nya saja tapi juga tentang bagaimana caranya membuat awareness yang baik terhadap pelanggan supaya brand-nya juga bisa berkelanjutan. 

Kami juga memahami dinamika pelanggan, kami harus memahami kebutuhan jadi peran Social Bella sebagai central platform buat kolaborasi. Pada saat kami berkolaborasi dengan brand untuk melakukan marketing, pada saat yang sama kami menjadi platform yang baik buat pelanggan untuk membagikan feedback dan kami akan memberikan feedback kepada brand.

Agenda pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif juga ditandai dengan keselarasan terhadap ESG. Secara lebih detail bagaimana penerapannya di Social Bella? Apa saja tantangan yang dihadapi?

Dalam hal ini, pada saat Sociolla menerapkan ESG terutama berkaitan dengan environmental sustainability, kami tidak ingin hanya sekedar ikut-ikutan, hanya berfokus ke sesuatu yang bersifat campaign atau bersifat sementara hanya untuk mendapatkan publikasi saja. Kami sendiri banyak berfokus ke inisiatif yang secara environmental membantu dan secara bisnis juga bagus. Contohnya, pada saat kami membangun brand, kami selalu  berfokus ke long term, bukan hanya sekedar brand yang bisa berjualan sebanyak-banyaknya kemudian berhenti tidak ada yang bisa membeli lagi. Kami memberikan prinsip harus selalu transparan, memberikan informasi langsung ke customer. Jadi, kami sangat selektif pada saat bekerja sama dengan brand partner, tidak yang berfokus hanya terhadap ekonomi dan tidak peduli tentang nilai dan kualitas dari produk mereka.

Kami menyampaikan kriteria supaya brand-brand memiliki sustainability, dalam konteks bisnis mereka harus bisa memberikan  produk yang baik. Yang kedua juga konten informasi yang diberikan juga harus benar, tidak bisa asal klaim, misalnya klaim brand ini organik tapi sebenarnya tidak. Dan kami lakukan secara riil adalah kami bekerja sama dengan mereka untuk terus menerus berusaha menciptakan, terutama brand lokal. Kalau brand lokal lebih mudah, jadi kami mendorong untuk bisa menciptakan kemasan yang lebih ramah lingkungan misalnya, kemasan yang jauh lebih kecil untuk trial.

Kemudian kami juga melakukan inisiatif dengan beberapa brand organik internasional maupun lokal untuk melakukan ‘waste down beauty up’ dan ‘waste down changes up’. Kami mendorong kedua kombinasi melalui toko-toko offline yang tersebar di seluruh Indonesia, saat ini kami punya 50 toko. Customer bisa datang membawa bekas kemasan mereka, brand apa aja pada saat mereka kumpulkan, kemudian kami memberikan SOCO Points di mana mereka bisa menggunakan untuk berbelanja. 

Target awalnya kami selama setahun  bisa mengumpulkan 3 ton, kerja sama dengan Waste4Change. Tapi surprisingly hingga sekarang sudah berhasil mengumpulkan lebih dari 20 ton dari seluruh Indonesia. Kami melihat ini inisiatif yang sangat luar biasa, pada saat mereka mengumpulkan, mereka secara tidak langsung berkontribusi terhadap daur ulang. Pada saat yang sama mereka ke toko, mereka juga mendapatkan akses ke informasi, mungkin produk apa yang cocok, sesuatu yang kami dorong dari sisi bisnis juga.

Kemudian, kami menjadi salah satu e-commerce di awal 2022 berani untuk melakukan zero bubble wrap. Kami sudah tidak menggunakan bubble wrap lagi, juga mendorong untuk menggunakan hanya kemasan yang ramah lingkungan. Ini sesuatu yang sangat penting karena pada akhirnya kemasan bubble wrap tidak diperlukan. Konsumen lebih susah membukanya, dan plastik ini tidak ramah lingkungan karena susah untuk didaur ulang dan membutuhkan waktu yang lama. Beberapa hal ini yang konsisten kami terus lakukan dan kami menyadari dampak ekonomi secara jangka panjang akan bagus terhadap kepentingan bisnis juga.


Unduh East Ventures – Digital Competitiveness Index 2023 di sini.