Airlangga Hartarto, Coordinating Minister for Economic Affairs
East Ventures

Share

5 April, 2023

Leadership

Ekspor dan investasi menjadi kunci penggerak ke depan: Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia

Ekonomi global prediksinya tahun depan menghadapi tantangan yang cukup tinggi. Seperti apa upaya dan strategi pemerintah menghadapi tantangan tersebut?

Kita perlu melihat regional ekonomi, kita melihat posisi ASEAN masih relatif lebih baik dibandingkan dengan berbagai regional termasuk Eropa. Seperti mitra dagang utama kita, baik China maupun India akan tumbuh positif di tahun ini. Yang kedua, tingkat ekonomi ASEAN juga relatif sudah meningkat. Dengan Indonesia yang mengandalkan ekonominya pada dua hal, yaitu ekspor dan investasi. Ekspor dan investasi ini menjadi kunci penggerak kita ke depan dan Indonesia tentu menjalankan fiscal prudence. Dengan APBN tahun 2022 pun kita sudah berhasil menekan budget defisit di bawah 3% yaitu 2,4% yang target sebenarnya di 2023. 

Sebenarnya langkah yang diambil pemerintah untuk Indonesia sudah berada pada jalur yang tepat dan kemudian kenaikan ekspor kita yang sudah mencapai sekitar US$290 Miliar di 2022 dan Purchasing Manager Index di atas 50, dalam 31 bulan terus positif maka kita akan terus jaga. Kita melihat upaya terobosan untuk peningkatan ekspor sangat terasa dan terutama kebijakan hilirisasi. Sebenarnya hilirisasi itu supply chain, itu adalah added value yang sudah dilakukan dan berada di dalam track yang benar. Sebenarnya kita juga sudah punya yang terkait digital, roadmap industri 4.0 yang diluncurkan di 2018. Dan di tahun 2021, jumlah yang diperkirakan memang terjadi.

Kalau kita melihat beberapa program yang dilakukan dalam Making Indonesia 4.0, hilirisasi digitalisasi ditambah lagi dengan reform struktural melalui Undang-Undang Cipta Kerja, kita bisa mengatakan itu tepat waktu.

Dengan adanya resesi ekonomi dan kemungkinan resesi pangan, lebih fokus kepada pangan secara digital, apakah yang sudah direncanakan oleh pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi?

Krisis pangan yang paling penting pasokan, permintaan, dan stok. Pemerintah fokus agar punya stok yang cukup untuk pangan masyarakat. Stok yang cukup bisa dari produksi bisa dari impor. Yang ketiga, makanan menjadi faktor untuk inflasi sehingga pemerintah sangat serius untuk menangani ini agar inflasi tidak tinggi karena kalau inflasi tinggi tentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Tahun kemarin kita bisa menjaga inflasi di 5,5%, dibandingkan dengan Amerika yang 8%, negara Eropa yang rata-rata 9%.

Tantangan kita adalah intensifikasi daripada produksi pangan dengan keterbatasan lahan. Pangan kita masih 2.0, masih mekanisasi. Ke depannya kita akan mendorong untuk smart farming. Kita tahu bahwa tidak semua anak muda sekarang mau kembali ke pertanian tetapi kita mendorong dengan smart farming, mereka mau kembali bisa di perikanan, hortikultura, tanaman padi, dan lain sebagainya. 

Pemerintah terus mendorong food estate karena keterbatasan daripada sumber daya beli manusia terutama untuk di luar pulau Jawa. Potensinya banyak, kalau kita saat ini impor tepung terigu yang jumlahnya besar sampai 4 juta ton, akan ada alternatif apakah itu yang berbasis kepada sobum, apakah berbasis kepada sagu. Kemudian, kita juga melihat beberapa potensi tanaman lain apakah itu singkong untuk kebutuhan food industry dan energi. Jadi, kita akan terus diversifikasi semua agar masyarakat mendapatkan penghasilan. Kedua, resiliensi ekonomi nasional karena resiliensi itu tergantung kepada pangan. Kalau energi kita relatif dengan buffer APBN tahun kemarin, salah satu yang tertinggi, 500 triliun rupiah lebih kita berikan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Perkiraan dari Google terkait dengan ekonomi digital di 2021 sekitar US$ 63 miliar dan diperkirakan akan terus naik menjadi US$ 360 miliar. Langkah-langkah apa yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi digital bisa tetap tumbuh?

Kita melihat digital spending kita di 2021 sudah US$ 61 juta jadi dibandingkan dengan negara lain, Thailand 23 juta, Filipina 22 juta, dan Singapura hanya 9 juta. Sedangkan di 2022, diperkirakan sekitar US$ 77 juta dan ditargetkan US$ 150 juta di 2025. Dan kelihatan dengan track yang ada, kita bisa mencapai target tersebut karena digitalisasi di Indonesia sudah cukup dalam dan pemerintah berkomitmen ke arah sana, antara lain infrastruktur dalam bentuk hyber optic Palapa, dan juga satelit Satria. 

Terkait dengan orbit Satelit, kita juga berani menjadi pionir sehingga konektivitas menjadi baik. Kemudian ada infrastruktur data center dan pemerintah sudah mendorong kawasan ekonomi khusus untuk digital dan komitmen investasi. Sampai saat ini, sekitar 200 Megawatt, tentu dari investasi akan tumbuh satu industri data center. Kedua, infrastruktur digital. Ketiga, sektor energi hijau.

Karena data center membutuhkan double power ataupun dari dua power yang uninterrupt, salah satunya adalah green energy. Oleh karena itu, di kepulauan Riau sangat marak minat investasi untuk EBT dalam bentuk solar panel dan orientasinya tidak hanya dalam negeri tetapi juga ekspor ke Singapura. Jadi, efek digitalisasi ini benar-benar multiplier luar biasa. 

Terkait dengan data center, infrastruktur digital, dll, sejauh ini seperti apa terobosan atau langkah yang dilakukan dalam menghadapi tantangan ini?

Tentu salah satu tantangan terberat adalah pengembangan SDM. Kita membutuhkan 600 ribu talenta setiap tahun dan SDM ini kita harus benar-benar ditangani secara khusus. Pemerintah sudah mendorong beberapa inisiatif termasuk di Kawasan Ekonomi Khusus di Singasari, Malang atau kawasan ekonomi di mana pendidikan yang spesialis seperti yang dilakukan Apple academy tentang mobile apps development. Kami sekarang sedang bicara dengan IBM yang akan mengisi kebutuhan di data center yaitu dibangunnya hybrid cloud academy yang akan juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Kita melihat beberapa negara melakukan perubahan dalam struktur kurikulumnya, apakah itu Inggris, India, juga Singapura dalam bentuk pendidikan computers science ataupun coding yang diperkenalkan pada anak usia dini. Kalau di Singapura 5-15 tahun sudah mulai dikenalkan yang namanya computers science. Dan di beberapa negara seperti India, coding lebih dalam lagi seperti Oracle. 

Apapun ilmunya, computers science itu diutamakan. Jadi, computers science seolah-olah seperti pelajaran bahasa Inggris, sehingga semua harus menguasai computers science sebagai salah satu ilmu yang dimiliki. Kita mendorong ke arah sana, sekarang kita bekerja sama dengan berbagai provider juga, dengan AWS and Microsoft. Dengan Google juga melakukan short courses terutama untuk upskilling dan reskilling. Karena ini, kita mencari jembatan yang sifatnya short courses. Demikian juga program Kartu Prakerja, kita mendorong ke sana. Salah satu yang banyak diminati adalah digital marketing, ini semua sejalan dengan kebutuhan startup.

Upaya atau strategi pemerintah mendorong pemerataan digital ke semua daerah terutama investasi yang nantinya juga sangat berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi di provinsi atau kabupaten/kota tersebut?

Kita tidak melihat harus ada penyeragaman digitalisasi antara tier 1,2,3, jadi perkembangan ekonomi Indonesia berbasis kluster. Seperti contoh di luar Jawa, misalnya di Sulawesi, Maluku, kita mendorong sumber daya alam hilirisasi bukan digitalisasi. Jadi, bukan one size fit for all. Tidak semua 514 harus digital, tapi literasi digital itu penting. Salah satu literasi digital adalah melalui program Kartu Prakerja, yang tahun kemarin dengan dana pemerintah 16 triliun dan pesertanya 5 juta dari 514 kabupaten kota/kabupaten. Hal ini sudah menunjukkan infrastruktur kita sudah relatif lebih baik dan juga digital literasinya sudah meningkat.

Sebenarnya ada kunci ketiga yaitu basic untuk digitalisasi. Yang butuh literasi lain adalah literasi bahasa Inggris. Indonesia hanya 21% dibandingkan Filipina, Thailand, Vietnam yang relatif sudah 60% sehingga untuk digital literasi yang bersifat global itu mereka lebih mudah. Jadi, bukan hanya digital mampu buka software tetapi juga bahasa Inggris menjadi penting juga. Sehingga salah satu yang paling diminati di kartu Prakerja juga terkait pembelajaran bahasa Inggris. Masyarakat sudah relatif sadar ke arah sana. Dan memang di Amerika sendiri, Silicon Valley tidak ada di semua state, hanya ada di sekitar Stanford mungkin ke Seattle dan di beberapa tempat lain. Kita akan mendorong kluster-nya apakah di sekitar Jakarta, di daerah BSD, di Batam, di Malang yang dekat dengan cluster universitas.

Bagaimana strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk membangun kolaborasi dengan swasta dan tentunya nantinya akan mendorong munculnya startup di Indonesia?

Tentunya pemerintah membuat iklim agar swasta terutama anak-anak muda terbuka dan mempunyai lingkungan untuk berinovasi. Beberapa coworking space bisa disiapkan, industri berbasis Telkom baik pemerintah maupun swasta. Kita juga mendorong coworking space dibangun di beberapa perguruan tinggi, termasuk dengan kerja sama bersama Singapura, BLOCK71 juga sudah mempunyai coworking space di Indonesia. Dengan demikian, kesempatan untuk membangun startup itu terbuka luas apalagi dengan aplikasinya sangat luas termasuk di sektor kesehatan.

Contoh sederhana, kita menggunakan Halodoc untuk penanganan COVID-19. Negara-negara lain tidak bisa karena secara hukum, mereka tidak bisa mengeluarkan resep kalau tidak bertemu dokter. Dengan aplikasi PeduliLindungi, kita track siapa yang positif, by name by address, kita bisa mengirimkan obat. Di negara lain mereka tidak bisa karena regulasinya terhambat dokter konsultasi.

Kita sudah 32 bulan berturut-turut selalu surplus ekspor, mudah-mudahan terobosan pemerintah terus memberikan manfaat ke surplus ekspor. Seperti apa kaitan atau kontribusi digitalisasi dalam mendorong ekspor?

Digitalisasi itu utamanya lebih kepada consumer to consumer, utamanya tentunya produsen untuk konsumen melalui digital trade, e-commerce. Kita ingin membawa e-commerce bisa menjaga agar ASEAN tidak menjadi market Alibaba, Amazon, dan yang lain. Kita berharap Indonesia punya e-commerce yang bisa masuk di level ASEAN.

Salah satu yang bisa dilakukan untuk payment system sudah menggunakan QR sehingga payment system-nya mudah. Berikutnya, kita akan mengatur logistik terhadap e-commerce trade, government to consumer karena ada Bea Cukai. Kita berharap ini bisa benar-benar free flow di dalam ASEAN. Hal ini masuk dalam framework ekonomi digital ASEAN. Dengan demikian, kita berharap kontribusi dari digitalisasi terhadap ekspor terutama dari UMKM bisa muncul.


Unduh East Ventures – Digital Competitiveness Index 2023 di sini.