Willson Cuaca, Businessperson of The Year 2022
East Ventures

Share

14 Oktober, 2022

Insights

Willson Cuaca, sang pionir modal ventura, masuk ke dalam daftar Businessperson of The Year 2022 FORTUNE Indonesia

Willson Cuaca, Co-founder & Managing Partner East Ventures (EV), adalah salah satu tokoh kunci di balik suntikan modal ke ratusan perusahaan rintisan di Indonesia. Tapi, kisah bagaimana ia menggalang dana investor dan menyalurkannya ke para pendiri startup—yang bahkan waktu itu hanya membawa sebuah ide dan belum memiliki tim—adalah sebuah pertaruhan. Dan, ia tak pernah tahu akan menang atau kalah.

Willson menyebut leap of faith—lompatan keyakinan—sebagai kata kunci yang membawa EV sampai di fase ini. Perusahaan yang ia dirikan bersama Taiga Matsuyama dan Batara Eto dimulai hanya dengan investasi US$2,2 juta pada 2009. Sebagian besarnya berasal dari para investor asal Jepang. Ada pula tambahan dari uang pribadi masing-masing pendiri.

Awal pertaruhannya di Indonesia dimulai dengan menyuntikkan dana ke Tokopedia pada 2010. Penempatan modal di startup E-commerce—yang kini berkongsi dengan Gojek menjadi GoTo dan melantai di bursa—itu didasari oleh pertimbangan bahwa di negara-negara maju, loka pasar selalu menjadi lokomotif bagi ekonomi digital.

Waktu itu pengguna internet di Indonesia masih 30 juta, dan belum banyak yang berbelanja online. Degan inovasi yang terjadi, ia yakin adopsi belanja daring bakal meningkat dan memutar roda perekonomian digital lebih cepat. “Siklus digital ekonomi itu selalu dimulai dari consumer,” kata Willson. Dan benar saja, bisnis e-commerce yang mereka suntikkan modal terus berkembang.

Selain Tokopedia, ada Traveloka dan Sociolla, serta beberapa perusahaan rintisan lain seperti Waresix, Aruna, Bibit, dan Fore Coffee.

Riset yang diterbitkan Preqin—perusahaan penyedia data dan informasi keuangan pasar aset alternatif global—pada 2019 menyebut, East Ventures sebagai satu dari lima pengelola modal ventura dengan kinerja terbaik yang paling konsisten di dunia.

Seiring tumbuhnya ekonomi digital di Indonesia dan meningkatnya performa perusahaan rintisan yang didanai EV, dana yang dititipkan investor pun kian membesar. “Asset under management (AUM) kita sekarang US$1,5 miliar (Rp22,5 triliun),” ucap Willson, memberi penekanan tentang investasi kelolaan mereka yang tumbuh hampir 700 kali lipat. “Itu belum bicara soal value yang kita hasilkan dari situ.”

Total sudah delapan putaran pendanaan mereka lakukan dalam kurun 13 tahun terakhir. Enam di antaranya adalah pendanaan awal (seed funding) dan dua lainnya lanjutan (growth). Dana yang terkumpul disebar ke sekitar 300 startup, sekitar 61 persennya berada di Indonesia. Sementara sisanya, tersebar antara lain 21 persen di Singapura, 3 persen di Malaysia, 3 persen di Vietnam, 2 persen di Thailand, dan 4 persen pasar lainnya. Dalam kurun waktu tersebut, mereka juga berhasil dan menyaksikan lebih dari 30 exit yang sukses.

Bagaimana para investor kakap tertarik meletakkan dananya di EV, sebut Willson, tak lepas dari rekam jejak yang mereka miliki. Ketika bertemu Masayoshi Son misalnya. Ia hanya perlu 30 menit meyakinkan CEO SoftBank itu untuk menggelontorkan US$60 juta karena dua dari empat unicorn Asia Tenggara saat itu berada dalam portofolio EV.

“Saya bilang ‘Jika Anda ingin menangkap unicorn, Anda harus berinvestasi kepada kami.’ Terus dia bilang, ‘Mari memancing bersama. Kapal Anda kecil, kapal saya besar,’” ujarnya sembari terkekeh. “Jadi sekitar US$2 juta per menit.”

Cerita selengkapnya bisa Anda baca pada Majalah Fortune Indonesia edisi Oktober 2022 dan simak kisah menarik dari Businessperson of the Year 2022 lainnya.

***

Artikel asli di FORTUNE Indonesia.