Jejakin carbon footprint jejak karbon arfan
East Ventures

Share

22 Mei 2025

From Portfolios

Jejakin: Dukung ekonomi hijau Indonesia dengan menghitung jejak karbon

Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil dan positif dalam satu dekade terakhir dengan rata-rata kenaikan sekitar 4–5% per tahun. Perkembangan ini didorong oleh ekspansi sektor-sektor utama seperti manufaktur, pertambangan, dan infrastruktur. Pemerintah telah menetapkan visi besar melalui Indonesia Emas 2045, yang mencakup kontribusi sektor manufaktur mencapai 28% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menjadikannya kekuatan utama pendorong pembangunan jangka panjang.

Namun, langkah ini bukan tanpa konsekuensi. Salah satu dampak dari meningkatnya aktivitas perkembangan ekonomi adalah lonjakan emisi karbon dioksida (CO2) yang merupakan penyumbang utama perubahan iklim global. Pada tahun 2023, emisi karbon global kembali meningkat setelah sempat menurun selama pandemi COVID-19, dengan sektor energi dan industri sebagai kontributor utama.

Perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia semakin menyadari bahwa keberlanjutan energi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis untuk kelangsungan jangka panjang. Kesadaran yang terus meningkat ini tercermin dalam naiknya permintaan terhadap prinsip keberlanjutan dan Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST / Environmental, Social, and Governance (ESG)), serta komitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.

Perjalanan menuju tahap keberlanjutan yang matang tidak dapat dimulai tanpa pemahaman yang jelas tentang dampak lingkungan dari aktivitas bisnis. Di sinilah peran informasi jejak karbon menjadi sangat penting sebagai langkah dasar untuk mengukur, memantau, dan mengelola emisi. Di tengah meningkatnya permintaan akan solusi praktis berbasis data, perangkat teknologi mulai hadir menawarkan solusi atas kebutuhan tersebut. Jejakin menjadi salah satu perusahaan yang telah berkontribusi besar dalam pertumbuhan industri jejak karbon di Indonesia dan merupakan bagian dari ekosistem East Ventures.

Selain mengembangkan ekosistem jejak karbon yang lebih luas di Indonesia, Jejakin telah menghadirkan inovasi yang memberdayakan para pelaku usaha untuk menghitung emisi dari operasional mereka dan mengambil tindakan yang tepat untuk menguranginya.

Langkah kecil yang berdampak besar

Jejakin telah menjadi contoh paling esensial dalam ekosistem startup penghitungan karbon di Indonesia sejak didirikan pada tahun 2018 oleh Arfan Arlanda, Sudono Salim, Andreas Djingga, dan Haris Iskandar.

Ide di balik berdirinya perusahaan ini dimulai pada tahun 2018, ketika para pendirinya memiliki visi yang sama yaitu memberdayakan bisnis dan individu untuk menciptakan dampak positif bagi lingkungan. Misi mereka tidak hanya bersifat simbolis. Tujuan mereka adalah untuk mengembangkan solusi holistik dan komprehensif bagi konsumen yang ingin berkontribusi secara signifikan terhadap keberlanjutan lingkungan.

“Awalnya, ide kami sebenarnya cukup sederhana. Kami melihat banyak perusahaan yang terlibat dalam kegiatan penanaman pohon hanya bersifat seremonial dan kurang memiliki dampak jangka panjang. Jadi, tujuan kami bukan hanya untuk mendukung upaya-upaya ini, tetapi juga untuk menyediakan alat untuk mengukur keefektifannya,” jelas Arfan Arlanda, Co-Founder dan CEO Jejakin.

Sebagai perusahaan yang menyediakan data dan visibilitas kepada semua pemangku kepentingan, Jejakin bertujuan untuk memastikan bahwa setiap inisiatif memiliki makna dan dampak yang nyata, tidak hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi masyarakat lokal. Melalui laporan yang transparan, mereka berupaya untuk mengubah program penanaman pohon menjadi tindakan keberlanjutan yang dapat dilacak dan terus diperbaiki seiring waktu.

Selama tujuh tahun terakhir, Jejakin tidak hanya menawarkan data jejak karbon dan platform manajemenbagi perusahaan saja, tapi juga telah memimpin berbagai proyek lingkungan besar yang memiliki manfaat nyata bagi lingkungan dan masyarakat lokal.

“Salah satu proyek kami terletak di Lampung Timur, di zona penyangga dekat Taman Nasional Way Kambas, sebuah wilayah yang dikenal dengan populasi gajah dan badaknya. Di area ini, kami membantu penanaman ratusan pohon nangka—jenis pohon yang sangat efektif dalam menyerap karbon dan juga menjadi sumber makanan bagi satwa liar setempat,” ujar Arfan.

“Selain mendukung lingkungan dan perlindungan keanekaragaman hayati, proyek ini juga memberikan manfaat bagi ekonomi lokal. Masyarakat setempat di area tersebut dapat mengolah buah nangka menjadi produk seperti keripik, yang memberikan mereka pendapatan tambahan. Jadi, inisiatif ini berkontribusi pada restorasi lingkungan, perlindungan keanekaragaman hayati, dan pengembangan komunitas secara bersamaan,” tambahnya.

Satu pohon nangka yang ditanam memiliki potensi untuk menyerap sekitar 83 kilogram CO2 per tahun, jauh lebih tinggi daripada rata-rata pohon pada umumnya yang biasanya menyerap sekitar 20 kilogram CO2 setiap tahun.

Indonesia telah menetapkan arah yang jelas untuk kebijakan iklim melalui Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang kemudian diikuti oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 21 Tahun 2022 yang mengatur pelaksanaannya. Namun, tantangan masih terjadi pada penerapannya, khususnya terkait kapasitas pelaku usaha dan pemerintah daerah dalam mengukur dan melaporkan emisi secara akurat.

Untuk menjembatani kesenjangan ini, inovasi digital semakin memainkan peran penting dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas pelaporan emisi, sejalan dengan prinsip Measurement, Reporting, and Verification (MRV).

Jejakin turut berkontribusi dengan menyediakan platform berbasis teknologi, antara lain CarbonIQ, CarbonAtlas, dan CarbonSpace yang didukung oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) dan Internet of Things (IoT). Teknologi ini memberikan wawasan secara real-time dan pemrosesan data otomatis kepada pengguna, memungkinkan pendekatan pelacakan dan pengelolaan emisi karbon yang lebih akurat, efisien, dan terukur.

CarbonIQ adalah platform canggih yang dirancang untuk menghitung, memantau, dan melaporkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada Cakupan 1, 2, dan 3. Platform ini memungkinkan perusahaan untuk mencapai target keberlanjutan mereka dengan tingkat presisi dan transparansi yang tinggi.

Sementara itu, CarbonAtlas berfungsi sebagai platform pemantauan yang menggabungkan teknologi pemantauan jarak jauh, termasuk citra satelit, sensor IoT, dan aplikasi seluler, untuk memverifikasi kredibilitas inisiatif iklim melalui inspeksi lapangan secara langsung.

CarbonAtlas mampu memantau lebih dari satu juta pohon yang ditanam melalui kolaborasi antara klien dan mitra Jejakin di seluruh Indonesia. Platform ini memberikan pengguna visibilitas terhadap dampak lingkungan dari proyek mereka, termasuk penyerapan karbon, kualitas tanah dan udara, serta indeks keanekaragaman hayati di area sasaran.

Pada tahun 2023, East Ventures menggunakan CarbonAtlas dari Jejakin untuk melaksanakan inisiatif lingkungan berupa penanaman 1.250 pohon mangrove di wilayah pesisir Jawa Tengah. Aksi keberlanjutan ini diintegrasikan ke dalam program F2DT BAG 22 (Founders 2-Day Trip Bag 22 liter) dan berhasil membawa 250 orang untuk berkontribusi dalam aksi ini.

Terakhir, CarbonSpace merupakan aplikasi integrasi milik Jejakin yang menghubungkan CarbonIQ dan CarbonAtlas, memungkinkan perusahaan dan pemangku kepentingannya untuk terlibat secara langsung dan berkontribusi dalam inisiatif aksi perubahan iklim.

Jejakin telah menerima berbagai penghargaan atas kontribusinya dalam inovasi lingkungan dan dampak sosial. Di antaranya adalah penghargaan Microsoft Partner of the Year 2020 untuk kategori Partner for Social Impact, Penghargaan Presiden Republik Indonesia untuk Inovasi Berdampak Sosial 2021, serta Best Campaign, Communication, and Persuasion for Sustainability dalam ajang Anugerah Avirama Nawasena SBM ITB.

Pada tahun 2024, Jejakin memperoleh pendanaan sebesar US$2,7 juta dimana East Ventures merupakan salah satu investornya. Investasi ini digunakan untuk pengembangan riset dan teknologi, serta perluasan jangkauan pasar Jejakin.

Kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi

Salah satu hambatan yang Jejakin hadapi saat ini adalah belum adanya regulasi yang mengikat yang mewajibkan seluruh sektor industri untuk menghitung emisi karbon yang dihasilkan dari operasional mereka.
Kesenjangan regulasi ini tetap menjadi perhatian utama dan merupakan seruan bagi pemerintah Indonesia serta pemangku kepentingan terkait untuk membangun kerangka kerja yang jelas guna mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.

“Jika berbicara tentang kematangan pasar di Asia Tenggara, Singapura berada di depan. Mereka sudah memiliki pajak karbon dan regulasi yang jelas. Menurut saya, Indonesia masih sedikit tertinggal tapi sudah ada banyak kemajuan. Arah kebijakannya pun sudah jelas. Pasarnya sedang dibangun, dan semoga dalam waktu dekat akan sepenuhnya siap,” ucap Arfan.

Selain itu, Jejakin juga menyadari pentingnya memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia dengan pengetahuan mengenai laporan keberlanjutan. Sektor ini memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, sehingga menjadi sangat penting untuk dilibatkan dalam upaya aksi iklim.

Dengan menggabungkan pendekatan berbasis komunitas dan strategi yang digerakkan oleh kebijakan, Jejakin bertujuan membangun ekosistem di mana proses dekarbonisasi dapat tumbuh secara adil, inklusif, dan terukur.

Diperkirakan, UMKM di Indonesia menyumbang sekitar 216 juta ton emisi CO2 per tahun atau sekitar sepertiga dari total emisi sektor industri. Mengingat dampaknya yang besar, Jejakin berencana untuk semakin gencar meningkatkan kesadaran di kalangan UMKM tentang pentingnya pengukuran, pemantauan, dan kompensasi emisi karbon melalui solusi digital berbasis data.

“Pasar ini sangat besar tapi sering diabaikan. Saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kelompok UMKM bukan target pasar untuk perhitungan jejak karbon. Namun, justru itulah celah yang ingin kami isi. Tujuan kami adalah menyediakan platform freemium yang memungkinkan mereka menghitung emisi dengan mudah dan mengambil tindakan bermakna berdasarkan data tersebut,” jelas Arfan.

Menyusul kesuksesan Climate Impact Innovations Challenge (CIIC) 2024, yang menarik lebih dari 500 pendaftar dari 50 negara di seluruh dunia, East Ventures dan Temasek Foundation kembali menghadirkan CIIC 2025 untuk mendukung para inovator teknologi dalam menunjukan solusi keberlanjutan mereka.

Tahun ini, Transisi Energi tetap menjadi salah satu fokus utama dari tiga tema besar kompetisi. Para peserta akan memperebutkan total hadiah senilai Rp10 miliar untuk menguji coba solusi mereka di Indonesia, dengan tujuan mengatasi isu-isu ekologi mendesak dan mengurangi dampak perubahan iklim.

“Anda harus bisa menemukan masalah yang tepat untuk dipecahkan, lalu membangun solusi di sekitarnya dengan menciptakan produk yang mudah dan sederhana untuk digunakan. Setelah itu, saatnya membawa produk tersebut ke pasar,” ucap Arfan.

Jika Anda adalah seorang inovator teknologi dengan solusi yang mampu mengatasi isu terkait perubahan iklim, kirimkan inovasi Anda di sini sampai dengan 4 Juni 2025.