From Portfolios
Liku-liku Edho Zell membangun Social Bread
Kreativitas memang menjadi senjata bisnis yang luar biasa di era digital ini. Edho Zell adalah contoh entrepreneur muda yang merasakannya melalui rintisan usahanya, Social Bread, yang kini tengah berkibar.
Membangun digital agency
Tahun 2009, Edho memulai perjalanan kariernya sebagai kreator konten. Kala itu YouTube masih menjadi platform baru bagi masyarakat Indonesia. Dengan semangat kreatif dan visi yang jauh ke depan, dia kemudian mulai merintis bisnis kreatif berbasis digital. Kini, Social Bread yang dikembangkannya sudah menjelma menjadi perusahaan top di bidang digital agency, menarget kalangan UMKM.
Perjalanan sejak 2009 itu membuat namanya harum dan sukses melalui YouTube. Usai meraih kesuksesannya, dia mulai menggunakan keterampilannya itu untuk membangun digital agency.
Kala itu, perusahaan pertamanya berfokus pada segmen B2B. Bahkan, pernah mendapatkan klien banyak perusahaan besar, seperti Pertamina, Jasa Marga, dan Auto 2000.
Sampai pada akhirnya terjadi pandemi COVID-19 yang membuat pemerintah mengambil kebijakan lockdown di seluruh wilayah. Para pedagang di sekitar Gereja tempat Edho Zell beribadah menjadi kebingungan bagaimana menjajakan dagangannya. Mereka akhirnya menemui Edho Zell untuk meminta tolong lantaran hanya dia yang paham tentang dunia digital.
Melihat hal ini, Edho bersama temannya membangun Social Bread yang fokus membantu UMKM. Awalnya, hanya ingin membantu teman-teman Gereja saja, ternyata kemudian Social Bread terus berkembang, dan namanya pun membesar.
Edho memulainya dari sebuah ruangan kantor yang tidak terpakai. Dari sanalah, pihaknya mulai bergerak untuk operasional Social Bread, bersama empat orang lainnya. Sementara peralatan konten seperti kamera dan lighting hanya memakai barang yang sudah dia miliki. Total barang-barang tersebut diperkirakan mencapai Rp100 jutaan.
Edho berperan sebagai Chief Executive Officer (CEO) Social Bread. Adapun dua temannya, yaitu Lidia Tirza dan Ester Jeanette, masing-masing sebagai Chief Marketing Officer dan Chief Operating Officer.
Usaha itu rupanya bak gayung bersambut, berkembang pesat. Para pengelola UMKM menyukai layanan Social Bread. Produk yang paling banyak dipesan adalah layanan social media management.
Di era seperti sekarang, terkenal dengan istilah “lebih penting buka akun media sosial dibandingkan buka toko” sehingga media sosial menjadi standar permintaan yang tinggi. Sementara live shopping, belum semua bidang bisnis di Indonesia bisa menggunakannya. Contohnya, restoran saat ini belum bisa live shopping. Sementara restoran di China sudah berjualan melalui live shopping. Social Bread sangat optimistis bisnis restoran di Indonesia akan menyusul seperti di China.
Berdampak pada UMKM
Dalam menjalankan bisnis, prinsip utama Edho adalah bagaimana Social Bread bisa berdampak langsung pada UMKM. Karenanya, strategi yang dilancarkan ialah langsung ke tingkat sales lantaran kebutuhan UMKM yang perlu perputaran uang yang cepat.
“Mereka biasanya kalau bisa investasinya saat ini sehingga 1-2 bulan ke depan harus sudah ada penjualan,” katanya. Tentu, strategi itu berbeda dengan klien di perusahaan sebelumnya, yaitu corporate. Sebab, mereka biasanya berfokus pada brand awareness dengan masa enam bulan sampai setahun dan tidak perlu ke sales.
Edho bercerita, dengan layanan Social Bread, ada UMKM yang omzetnya Rp50 juta kemudian naik menjadi 2-3 kali lipat. Ada juga yang sukses meraih penjualan paling eksponensial. Bersama timnya, UMKM tersebut berhasil menaikkan omzet dari Rp80 juta menjadi Rp1,5 miliar dalam jangka waktu tiga bulan.
Saat ini Social Bread mampu melayani 200-300 UMKM tiap bulan. Social Bread tersebar di lima wilayah, yakni Tangerang, Bandung, Semarang, Bali, dan Surabaya.
Untuk mengenalkan layanan, Social Bread banyak melakukan pemasaran melalui TikTok. Sebab, aplikasi tersebut trafiknya sangat tinggi sehingga lebih mudah mengenalkan brand UMKM tersebut. Dari TikTok, kemudian mulai berselancar di Tiktok Shop, lalu live shopping, dan terakhir marketplace.
Dengan perkembangan bisnis yang pesat, Social Bread juga menjadi incaran investor. Hingga kini sudah terjadi dua ronde investasi.
Ronde pertama, yakni angel investors, ada mantan CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, dan Chief Technology Officer Tokopedia, Herman Widjaja. Kemudian, ronde kedua, seed funding yang diisi oleh East Ventures dan Living Lab Ventures.
Total semua suntikan investasi sebesar Rp400 miliar. Dari investasi tersebut, kini Social Bread banyak melakukan kegiatan operasional ketimbang sebelumnya yang hanya di media sosial. Mulai dari live shopping, pengiriman barang, branding, TVC, billboard, hingga konser. Hal ini tentunya membawa Sosial Bread menjadi lebih menguntungkan.
Social Bread pun menghadapi tantangan yang dinamis. Salah satunya, perubahan algoritma di platform seperti TikTok dan Instagram, yang dapat mempengaruhi jangkauan pemasaran klien mereka. Namun, Edho Zell melihat tantangan ini sebagai peluang untuk terus berinovasi.
Pihaknya mengadopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan produktivitas. Dengan bantuan AI, Social Bread mampu meningkatkan efisiensi produksi konten, dari yang awalnya hanya melayani tiga klien per hari menjadi sepuluh klien per hari. Social Bread juga terus memperluas kapabilitasnya di bidang live shopping, salah satu tren terbesar dalam e-commerce saat ini.
Mencetak kreator konten
Salah satu inovasi penting Social Bread ialah peluncuran Creator Academy, program pelatihan untuk mencetak kreator konten berbakat. Akademi ini menawarkan kelas-kelas pelatihan yang didukung oleh keanggotaan berbayar serta beasiswa bagi talenta muda potensial. Kerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) semakin memperkuat posisi Creator Academy sebagai inisiatif penting dalam pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia.
Saat ini, Social Bread memiliki 200 kreator tetap dan 500 kreator tidak tetap yang terlibat dalam ekosistem mereka. Melihat keberhasilan yang telah diraih, Edho memiliki visi besar untuk masa depan Social Bread.
Dia berharap perusahaannya bisa melayani hingga 7 juta UMKM di seluruh Indonesia. Tidak mengherankan, Social Bread juga menjajaki peluang untuk bermitra dengan pemerintah dan institusi lain untuk menciptakan ekosistem yang lebih inklusif bagi UMKM.
Artikel asli telah diterbitkan di SWA Online pada Jumat, 13 Desember 2024. Baca versi online di sini.