Meningkatnya inovasi biotek untuk mengatasi masalah kesehatan Indonesia

8 April 2022

Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia adalah pasar medis yang berkembang, didukung oleh lonjakan kesadaran akan perawatan kesehatan di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah yang jumlahnya terus meningkat.

Namun, Indonesia menghadapi masalah kronis ketika pandemi menunjukan kekurangan dan muncul rasa urgensi yang meningkat untuk mengembangkan sistem dan inovasi perawatan kesehatan yang lebih tangguh.

“Kami memiliki keyakinan kuat bahwa inovasi biotek dapat membantu mengatasi masalah kesehatan yang telah ada di Indonesia selama bertahun-tahun. Nalagenetics dan Nusantics merupakan startup biotek yang memiliki metodologi berbeda dalam menyelesaikan permasalahan. Kedua pendiri startup ini memiliki latar belakang yang kuat di industri sains dan biotek, yang merupakan aset integral bagi perusahaan,” kata Avina Sugiarto, Venture Partner di East Ventures.

Kedua startup biotek ini didanai oleh East Ventures, perusahaan venture capital (VC) terkemuka dan pionir investasi startup teknologi di seluruh sektor (sector-agnostic) di Indonesia.

Nalagenetics: perusahaan biotek spesialis efikasi dan respon terhadap obat melalui tes DNA

Nalagenetics didirikan pada tahun 2016 oleh tim ilmuwan dari Indonesia dan Singapura. Mereka adalah Levana Sani, Alexander Lezhava, Astrid Irwanto, dan Jianjun Liu.

Di Genome Institute of Singapore (GIS), para ilmuwan meneliti Human Genomics yang berfokus pada farmakogenomik pada obat yang disebut Dapsone, obat resep untuk mengobati kusta (lepra). Kelompok peneliti di GIS menemukan biomarker yang memprediksi Dapsone Hypersensitivity Syndrome (DHS), reaksi obat yang berpotensi merugikan, yang disebabkan oleh obat yang seharusnya berdampak baik bagi mereka.

Tim peneliti ini mendapat perhatian pemerintah Indonesia, dan kemudian membantu pemerintah dalam penyebaran 1.000 alat tes genetik di lima desa di Papua. Studi tersebut menemukan bahwa 20 persen pasien kusta memiliki biomarker, dan hasil studi ini membantu para dokter menentukan pasien yang dapat diobati dengan aman dengan obat tersebut.

Para founders kemudian mendirikan Nalagenetics, untuk mengembangkan kemampuan seputar genomik populasi yang dimulai dengan farmakogenomik, cabang yang memprediksi metabolisme obat dengan tujuan mengurangi reaksi obat yang merugikan, meningkatkan kemanjuran resep, dan efisiensi biaya pengobatan.

“Reaksi obat yang merugikan bertanggung jawab atas 8 persen pasien rawat jalan dan inap rumah sakit saat ini, memakan sekitar $30 miliar sumber daya perawatan kesehatan di AS dan jumlah yang sebanding di Asia. Mengetahui susunan genetik seseorang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping yang tidak diinginkan dan bahkan mematikan,” kata CEO Nalagenetics, Levana Sani.

Program ini telah digunakan untuk menyesuaikan dosis dan resep untuk terapi adjuvan kanker payudara. Program ini juga berhasil meningkatkan efektivitas biaya untuk perawatan di bidang kardiologi dan kanker payudara pasca-kemoterapi.

Selain farmakogenomik, Nalagenetics juga mengembangkan modul pelaporan dan interpretasi untuk berbagai aplikasi pengurutan germline (germline sequencing) dan skor risiko poligenik. Nalagenetics bekerja dengan 40+ dokter dan rumah sakit riset di Singapura dan Jakarta. Pendapatan dari pengetesan di perusahaan mitra rumah sakit tumbuh 400 persen dan 60 persen pada tahun 2021.

Nusantics: perusahaan biotek spesialis pengujian mikrobioma dan mikroba

Nusantics didirikan pada tahun 2019 oleh para pionir biotek Indonesia; Sharlini Eriza Putri, Vincent Kurniawan, dan Revata Utama, sebagai startup teknologi genomik pertama di Indonesia yang berfokus dalam pengujian mikrobioma dan mikroba.

Sharlini dan Vincent memiliki pengalaman yang kuat dalam produk industri berbasis biologi. Sementara Revata adalah Ilmuwan Biomedis dengan lebih dari 10 tahun pengalaman mengembangkan produk dan solusi biologi molekuler.

“Mikrobioma adalah penyebab lebih dari 20 juta kasus penyakit menular setiap tahunnya. Di Indonesia, penyakit menular termasuk dalam sepuluh besar penyakit yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Oleh karena itu, Nusantics ingin mengatasi masalah terkait mikroba ini dengan deteksi dini menggunakan solusi PCR dan NGS,” kata Sharlini Eriza Putri, Co-Founder dan CEO Nusantics.

Nusantics mulai memperkenalkan teknologi genomik ini ke industri kecantikan karena industri kecantikan adalah sektor berpotensi besar yang siap memanfaatkan produk dan solusi yang didukung sains. Di dalam laboratoriumnya, Nusantics melakukan tes swab wajah untuk menilai keseimbangan mikrobioma kulit konsumen. Dengan memahami keragaman mikrobioma kulit konsumen, Nusantics bisa menyediakan berbagai solusi perawatan kulit ramah mikrobioma yang teruji secara klinis untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Mengingat tantangan perawatan kesehatan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, Nusantics juga telah menyediakan berbagai solusi pengujian mikroba, termasuk Gargle PCR, yang menggabungkan metode pengumpulan obat kumur baru dari Nusantics dan Rapid multiplex qRT-PCR Kit dan AirScan PCR untuk mendeteksi COVID-19 di udara dalam ruangan. Nusantics juga baru meluncurkan VarScreenRxReadyqRT-PCR kit untuk screening varian COVID-19.

Pada Januari 2022, Nusantics telah meluncurkan enam produk komersial dan memiliki lebih dari dua paten dengan kit qRT-PCR-nya yang digunakan untuk lebih dari 6 juta tes PCR COVID-19, yang menghasilkan pertumbuhan pendapatan tujuh kali lipat year-on-year (YoY). Untuk merangkul dunia pasca-pandemi, Nusantics berencana untuk memperluas penawaran untuk penyakit menular lainnya di panel PCR penyakit pernapasan, pencernaan, dan penyakit menular seksual serta membangun laboratorium direct-to-consumer dalam mempromosikan diagnostik mikroba sebagai kebiasaan.

Potensi pasar kesehatan di Indonesia

Menurut Global Health Security Index 2021 yang dilakukan oleh John Hopkins Center for Health Security, Nuclear Threat Initiative, dan Economist Intelligence Unit, Indonesia berada di peringkat 45 dari 195 total negara, jauh tertinggal dari negara terdekatnya, Singapura (24) dan Malaysia (27). Indeks tersebut mengukur kapasitas 195 negara untuk siap menghadapi epidemi dan pandemi.

Pandemi COVID-19 telah menjadi wake-up call bagi Indonesia untuk mereformasi sistem perawatan kesehatannya.

Pemerintah telah merevisi Daftar Negatif Investasi pada tahun 2021, dan membuka peluang bagi investor asing di bidang kesehatan, terutama layanan penunjang kesehatan.

“Kami melihat Nusantics dan Nalagenetics sebagai inovator biotek terkemuka, yang memainkan peran penting dalam meningkatkan dan mengkatalisasi pertumbuhan industri perawatan kesehatan Indonesia, mendukung dokter, rumah sakit, dan produsen farmasi untuk mengembangkan solusi perawatan kesehatan yang lebih baik dan lebih akurat,” kata Avina.

***

Artikel asli di Life Sciences Review.