Willson Cuaca, Co-Founder and Managing Partner at East Ventures

Willson Cuaca: ‘Kita Sedang Menuju Era Keemasan Digital’

Melihat isu yang tengah banyak disorot dari ekosistem startup Indonesia, dari perspektif data dan pemodal ventura

15 Juni 2022

Kabar kurang sedap tengah melanda ekosistem startup di Indonesia. Beberapa waktu terakhir, masyarakat dan media banyak menyoroti sentimen negatif terkait startup lokal, ditengarai kejadian seperti layoff, penutupan bisnis, sampai kabar pendanaan yang konon seret dikucurkan.

Menjadi buah bibir lantaran isu tersebut melibatkan nama-nama besar, di 2022 lalu mendapatkan pendanaan lanjutan dari sejumlah investor termasuk MDI Ventures. Belum lagi, tahun ini juga mereka mengakuisisi penuh perusahaan bimbingan belajar Primagama — untuk mengintegrasikan seluruh jaringan yang dimiliki menjadi konsep pembelajaran O2O.

Perspektif data: pendanaan startup meningkat

DailySocial.id baru saja meluncurkan Startup Report 2021-2022Q1 merangkum data perkembangan ekosistem startup di Indonesia. Salah satu yang menarik, laporan tersebut turut merangkum data putaran investasi sepanjang kuartal pertama tahun ini. Sekurangnya ada 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 transaksi yang disebutkan nilainya, terkumpul $1,22 miliar. Tren positif, karena jika dibandingkan periode yang sama di tahun lalu nilainya naik 2x lipat.

Pun demikian saat berkaca dengan apa yang terjadi sepanjang tahun 2021. Ada sekitar 213 putaran pendanaan yang berhasil dicatat, mengumpulkan dana lebih dari $4,3 miliar dari 126 transaksi yang diumumkan nilainya. Capaian ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020, yakni 113 transaksi dengan nominal $3,3 miliar dari 50 transaksi yang diumumkan nilainya. Dan yang paling menarik di tahun 2021 Indonesia telah memiliki 12 unicorn dan lebih dari 50 centaur.

Pendanaan memang bukan satu-satunya parameter untuk mengukur tingkat kecakapan ekosistem startup. Namun  di dalam proses pendanaan ada beberapa aktivitas yang turut mengukur level kematangan startup — dari hipotesis dan metrik yang diaplikasikan.

Dari data di atas, kesimpulan yang bisa ditarik adalah ekosistem startup di Indonesia secara umum masih on-track pada pertumbuhannya. Pendanaan yang ada juga menjangkau di berbagai model bisnis — termasuk yang menjadi rising star pada beberapa waktu terakhir seperti quick commerce, wealthtech, sampai SaaS untuk UMKM.

Investor pun masih menaruh kepercayaan tinggi terhadap founder startup lokal, terbukti dengan jumlah pendanaan awal yang masih banyak dan mendominasi dari 2021 sampai Q1 2022 ini. Diketahui pendanaan awal memiliki risiko lebih besar, karena investor bertaruh pada model bisnis baru dan kecakapan founder dalam mengeksekusi rencana-rencananya.

Pendanaan tahap akhir pun juga meningkat, untuk seri A ke atas — hal ini turut melahirkan lebih banyak startup centaur (bervaluasi lebih dari $100 juta).

Perspektif pemodal ventura: Willson Cuaca, East Ventures

Di startup report, dalam tiga tahun berturut-turut, East Ventures dinobatkan menjadi pemodal ventura paling aktif di Indonesia. Mereka berinvestasi di startup tahap awal dan tahap akhir, di berbagai sektor bisnis. Dengan perannya, kami rasa mereka cukup representatif untuk memberikan pandangan terkait apa yang terjadi di ekosistem startup Indonesia beberapa waktu terakhir.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, ada dua faktor yang menjadi penyebab ‘goncangan’ tersebut. Pertama adalah faktor eksternal, dilandasi oleh faktor ekonomi dunia yang mengantisipasi resesi dengan kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi. Ini termasuk pengaruh perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan gangguan supply chain, pengetatan peraturan startup di Tiongkok, dan penjualan besar-besaran saham-saham teknologi di Amerika Serikat. Hal tersebut mengakibatkan investor growth stage lebih takut membayar valuasi yang tinggi.

Kemudian yang kedua adalah faktor internal. Willson bilang, karena di dua tahun sebelumnya terjadi akselerasi digital, selama pandemi, banyak startup yang terlalu percaya diri dan tidak prudent mengelola pengeluaran mereka. Asumsi mereka salah bahwa akselerasi ini terjadi terus-menerus. Jadi ada perbedaan antara ekspektasi dan kenyataan. Tapi tidak semua startup berpikiran demikian.

“Dari sisi East Ventures, tidak banyak berubah. Hipotesa East Ventures berporos pada 2 hal utama, mendukung entrepreneur yang baik dan juga percaya kalau masih banyak kesempatan di ekonomi digital Indonesia. Malah menurut kami kita sedang menuju era keemasan digital. Beberapa berita kurang sedap dari startup tidak mengubah posisi tersebut karena masih banyak fundamental startup-startup yang baik.”

Dengan kondisi yang ada, East Ventures mengaku masih akan terus melakukan investasi yang dianggap sesuai dengan filosofinya, yakni People dan Potential Market untuk startup dalam tahap seed; sedangkan pada pendanaan tahap lanjutan berfokus pada traction.

“Tetap bersifat tenang dan sigap dalam menghadapi situasi ini. Mencari dukungan dari para investor Anda, be more prudent in spending, dan jangan melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” saran Willson untuk para founder.

***

Artikel asli di DailySocial, 9 Juni 2022.